แชร์

What's wrong with Ajeng?

ผู้เขียน: teninonee
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-07-28 18:41:44

Setelah menghabiskan waktu akhir pekan Tamara dengan membuka toko, hari senin pun tiba dan Tamara harus pergi untuk bersekolah.

Selesai menyiapkan dirinya dan pekerjaannya Tamara pun bergegas berangkat menggunakan bus umum, jarak tempat Tamara tinggal dengan sekolahnya tidak begitu jauh, namun Tamara memilih untuk berangkat setidaknya 45 menit sebelum bel sekolah berbunyi, kini ia sudah tidak memiliki siapapun lagi untuk menjadi walinya, maka ia harus mengupayakan agar dirinya terhindar dari masalah apapun termasuk terlambat masuk sekolah.

Begitu bus umum itu berhenti Tamara pun memijakan kakinya untuk keluar dari bus, ia pun langsung disambut oleh satpam yang berjaga di pos dekat gerbang.

“Pagi Pak Dadang,” sapa Tamara ramah. 

“Eh pagi juga non Tama.” 

Satpam yang ia kenal sedari awal masuk Trisakti memang kerap memanggilnya Tama. Tamara pun membalas Pak Dadang dengan mengangguk tersenyum dan bergegas menuju kelasnya. 

Setelah berjalan menyusuri koridor sekolah Tamara akhirnya sampai di kelasnya. Ia melihat Ajeng yang tengah berkutat pada buku-bukunya, dan juga Indri yang berada di samping bangkunya.

"Halo Maraaa,” sapa Indri yang hanya dibalas dengan lambaian tangan oleh Tamara.

“Kok lo tumben hari ini gasik? Biasanya juga 15 menit sebelum bel bunyi lo baru dateng,” tanya Tamara.

“Ngga apa-apa sih, lagi mood bangun pagi aja.” Tamara hanya bereaksi dengan membulatkan bibirnya.

Ajeng dan Indri merupakan teman dekat Tamara, mereka sudah bersama sejak duduk di sekolah menengah pertama. Ketiganya selalu mendengarkan keluh kesah satu sama lain, saling membantu ketika di antara mereka ada yang membutuhkan pertolongan dan juga saling bertukar pandang akan suatu hal. Hanya saja Tamara merahasiakan perihal apa yang terjadi kepada keluarganya, karna menurutnya mereka hanya perlu mengetahui apa yang perlu mereka ketahui saja. 

Entah apa alasannya, kini hubungan ketiganya tengah merenggang. Semua itu bermula ketika Ajeng secara tiba-tiba menutup diri dan bahkan sulit sekali untuk sekedar dihubungi. Bukan tak pernah berupaya untuk memperbaiki hubungan mereka. Namun baik Indri dan Tamara hanya memberikan waktu kepada Ajeng untuk sendiri. Mereka berdua yakin ada masanya hubungan ketiganya akan membaik suatu saat nanti.

Karena hari ini adalah senin, namun masih belum terdengar bel tanda berkumpulnya siswa untuk upacara, Tamara pun menanyakannya kepada Indri.

“Btw Ndri, hari ini ngga ada upacara kah?”

“Ngga ada beb hihi, syukur deh.”

 “Hah? Kenapa emang kok syukur?” Tamara bertanya dengan polos.

“Ya Allah Mar, lo keknya kelewat rajin ya? Udah syukur kali kalo ngga upacara, pwanasss.” Indri berbicara sambil mengipaskan tangannya ke wajahnya.

Ah iya, Tamara lupa Indri memang tidak suka dengan upacara sedari dia berada di sekolah menengah pertama dulu. Dia tidak menyukai upacara bukan karena malas atau tidak memiliki rasa nasionalisme tetapi memang karena Indri memiliki darah rendah yang akan membuatnya pusing setiap terlalu lama berdiri atau terkena panas matahari. 

***

Dikarenakan senin pagi itu tidak ada upacara, kelas Tamara pun dimulai dengan mata pelajaran bahasa Inggris di jam pertama, mapel yang bagus untuk memulai harinya karena Tamara merasa ia cepat memahami mata pelajaran tersebut. 

Mata pelajaran kali ini diampu oleh Mrs. Ambar, selama 2 jam pelajaran itu berlangsung seisi kelas Tamara memperhatikan dengan kondusif. 

Setelah jam pelajaran pertama selesai, kelas berlanjut dengan mata pelajaran Fisika. Bu Tri selaku pengampu mata pelajaran Fisika terkenal sekali dengan memberikan soal kepada muridnya setiap selesai menyampaikan materi. Jika ada yang berhasil mengerjakan dengan cepat maka murid tersebut dipersilahkan untuk menikmati waktu istirahat lebih dahulu. Tentu saja Tamara sebagai penyandang peringkat terbaik di kelas berhasil mengejarkan paling awal dan dipersilahkan untuk beristirahat terlebih dahulu. 

"Bagus Tamara, kamu memang tidak pernah mengecewakan Ibu. Silahkan kamu boleh istirahat terlebih dahulu," ujar Bu Tri dengan puas terhadap hasil kerja Tamara. 

Setelah Tamara, Ajeng menyusul dalam mengerjakan soal yang telah Bu Tri berikan. Namun, respon Bu Tri kepada Ajeng tidak semenyenangkan kepada Tamara.  

"Jawaban kamu betul, tapi Ibu harap kamu bisa lebih cepat lagi supaya bisa bersaing ya dengan Tamara." 

"Baik, Bu. Kedepannya akan saya usahakan agar lebih tangkas dalam menjawab." Ajeng lantas pergi meninggalkan kelas dan berpapasan dengan Tamara yang masih berada di depan kelas.

"Hai, Jeng. Mau ke kantin bareng?" 

"Sorry, gue lagi pengen sendiri." Ajeng berlalu setelah menjawab pertanyaan Tamara. 

Tak lama kemudian Indri pun keluar dari kelas dan lantas pergi ke kantin Trisakti bersama dengan Tamara. Setelah sampai di kantin, Indri berinisiatif untuk memesankan makanan dan Tamara duduk memilah meja mereka untuk makan.

“Lo mau pesen apa Mar?” tanya Indri.

"Gue mau es teh aja deh."

“Okey gue pesen dulu ya lo tunggu sini loh.” 

"Beres ceu."

Tak jauh dari meja Tamara duduk ia melihat Ajeng sedang duduk sendirian dengan memakan kebab dan juga sebotol air mineral yang berada di mejanya.

“Kalo dia sendirian begitu kenapa ngga bareng gue aja sih tadi,” begitu batin Tamara. 

Setelah menunggu beberapa saat, Indri datang membawa pesanannya. "Woy Mar, lo ngelamun?" 

Tamara hanya menggeleng seadanya berusaha mengalihkan perhatian.

Saat mereka berdua sedang menikmati pesanan mereka, tiba-tiba saja ada bising-bising terdengar persis dari meja dimana Ajeng duduk.

“Eh Ndri itu Ajeng kenapa deh?” Indri pun melihat arah pandangan Tamara.

“Kayaknya dia digangguin si gengnya Amanda deh, heran gue mereka hobi banget cari masalah.” 

“Ayo Ndri samperin.” 

Saat mereka berdua datang menuju meja Ajeng, Tamara dan Indri mendengar bagaimana Amanda tengah sibuk mencemooh Ajeng.

“Kayaknya gue sering banget liat lo berkutat sama buku deh? Kok pas ngerjain kuis tadi masih aja jadi urutan kedua?”

“Lo kalah tuh sama Indri yang bahkan ngga pernah keliatan ngambis sekalipun,” ucap Tiara salah satu anggota geng Amanda.

“Iya dih, bego mah bego aja ngga usah sok rajin,” kali ini giliran Devi yang berujar. 

Ajeng yang sibuk dicemooh sedari tadi berpura-pura tuli dan fokus pada musik yang tengah ia dengarkan melalui headsetnya.

Tamara dan Indri pun menghampiri meja Ajeng dan melawan pernyataan yang dilontarkan mereka.

“Maksud lo apaan sih ngomong begitu ke dia?"

“Ups pahlawan kesiangan lo udah dateng nih Jeng,” Amanda menimpali, “Asal lo tau ya, yang lagi gue omongin itu fakta. Ajeng itu emang keliatannya doang sok pinter.”

“Mending dia keliatan usaha selama ini, dari pada lo emang dasarnya bego. Emang lo udah sepinter apa sih sampe pede banget ngomongin Ajeng?” Indri membalas perkataan Amanda.

“Maksud lo apaan ngatain gue bego hah?”

“Dih dasar ngga tau diri lo! Hobi ngatain, giliran dikatain kaga terima. Heh asal lo tau ya, lo sama Ajeng aja masih duluan dia dalam ngerjain kuis, sadar diri dikit lah kalo lu lebih bego!”

Selepas Indri memberikan pembelaan Ajeng berlalu begitu saja tanpa melawan dengan sepatah kata pun. 

“Ajeng! Ajeng!” Tamara berusaha memanggil Ajeng namun Ajeng berlalu begitu saja. 

“Heh awas ya lo bertiga.” Indri mengancam mereka dan menunjukkan jari telunjuknya.

Tamara mengejar Ajeng menuju toilet. “Ajeng.” Tamara berusaha meraih tangan Ajeng.

“Lo kenapa Jeng? Kenapa lo diem aja pas mereka ngomong begitu?” 

Tamara mengenal betul bahwa Ajeng merupakan orang yang pemberani dan cenderung melawan, bahkan Tamara mendapatkan keberanian dalam menghadapi orang-orang yang kerap kali menganggunya dari Ajeng. Bagaimana bisa sahabatnya kali ini diam tanpa melontarkan sepatah pembelaan pada dirinya sendiri.

Ia jadi bertanya-tanya kenapa sebetulnya temannya ini, namun Ajeng hanya menepis tangan Tamara, 

“Jeng lo ada sesuatu? Kalau emang ada apa-apa jangan disembunyiin sendirian.”

Kemudian Ajeng menimpali, 

“Ngga ada, tinggalin gue sendirian.” 

Indri yang menunggu di luar toilet pun menanyakan bagaimana Ajeng selepas melihat Tamara keluar dari toilet.

“Nothing, dia ngga mau cerita apa-apa.” 

“Sebenernya Ajeng kenapa ya Ndri? Kenapa dia jadi ngejauh dari kita bahkan cenderung menyendiri.” 

“Ya itu Ra gue juga ngga tau, kuncinya ya dia mau cerita sama kita, kalau engga ya mungkin bakal terus-terusan gini.” 

“Ya udah kita kasih dia waktu kali ya Ndri?”

Namun Indri tidak setuju dengan Tamara, pasalnya dari awal mereka masuk sekolah bahkan saat mendaftar Trisakti, hubungan mereka sudah merenggang apakah waktu yang dibutuhkan untuk Ajeng masih kurang? 

“Ra, lo tau hubungan kita bertiga udah ngga baik sedari kita daftar ke Trisaksati, butuh waktu berapa lama lagi emang buat Ajeng? Kalau kita selalu ngasih dia waktu, sama aja kita ngebiarin hubungan kita merenggang Ra."

"Kayaknya emang kita ngga bisa berbuat apa-apa selain nunggu Ajeng buat cerita. Kita ngga mungkin maksa dia kan Ndri? Semoga aja ada hal yang membuat hatinya tergerak buat terbuka sama kita, karena gue kangen juga sama persahabatan kita." Memang hanya ini yang bisa mereka berdua harapkan agar persahabatan mereka kembali, atau mungkin membiarkan hubungan mereka berakhir hancur. 

To be continue . .

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • The Fact That He is My Hope   Bidadari tak bersayap milik Abim

    Keesokan harinya setelah kejadian Tamara jatuh, keluarga kecil itu menjadi lebih dingin dikarenakan Danis masih terlihat tidak terima ketika anak perempuannya terluka hanya karena ketidaksengajaan putra sulungnya itu.Saat Citra tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya itu, Danis berlalu pergi setelah mengambil satu potong roti, melihatnya Citra pun bertanya-tanya dan terheran tumben sekali suaminya itu tidak ikut sarapan. "Loh mas? Kamu mau kemana?""Mau berangkat kerja, kenapa?" masih terdengar nada ketus dari jawaban Danis. "Kok ngga sarapan dulu?" Citra masih berusaha membujuk Danis agar ikut sarapan dengan keluarganya. "Ngga usah, aku lagi ngga mood makan." dan bujukan Citra pun gagal, Danis mengecup dahi Tamara sebentar dan berlalu pergi untuk bekerja tanpa memakan masakan yang sudah istrinya siapkan, bahkan Citra telah menyiapkan bekal dari masakannya, tapi Danis sama sekali tak bertanya perihal bekal yang sud

  • The Fact That He is My Hope   Tamara's born

    Setelah melewati berbagai tahap dan proses persalinan, anak kedua Danis dan Citra pun lahir. Bagi Citra persalinannya kali ini tidak terlalu berat seperti persalinannya pada kali pertama. Setelah dipersilahkan masuk oleh perawat, Danis memasuki ruangan dimana Citra dipindahkan setelah bersalin. Danis lantas menimang putri keduanya. "Putri papah.. cantik banget, kaya mamah ya nak," ucapnya sambil menimang putrinya itu. "Tamara mas," tiba-tiba saja Citra mengeluarkan nama itu. "Ah iya, Tamara cantik.." Sebelum putri kedua mereka lahir, Citra dan Danis telah merencanakan nama yang tepat untuknya, dan lahirlah nama Tamara dengan nama lengkap Tamara Ayudissa Cokroaminoto, sama seperti kakaknya Tamara juga membawa nama keluarga Danis bagai sebuah marga. "Sayang banget ya mas Abim ngga ada di sini, padahal dia antusias banget bakal punya adik perempuan." "Ngga apa-apa, besok aku bawa dia ke sini biar bisa liat adiknya cantik, sama

  • The Fact That He is My Hope   Morning Sick

    Seperti biasanya Citra tengah melakukan rutinitasnya setiap pagi, memasak untuk sarapan keluarganya yang dibantu oleh bi Ijah. "Sayang, nanti jangan lupa bawain aku bekal ya," pinta Danis yang sedang meminum jus jeruknya pada istrinya yang tengah memasak. "Iya mas kaya ngga biasanya aja." kemudian Citra pun meneruskan kegiatannya. "Mamahhh.. dasi sekolah Abim dimana?" teriak Abim dari ruang setrika. "Sebentarr nak." Citra pun meninggikan nadanya agar terdengar oleh Abim. "Bi ini tolong diterusin dulu ya, Citra mau ngurusin Abim dulu." "Baik non." kemudian Citra pun menghampiri Abim yang sibuk mencari-cari pakaian. "Nak, mamah kan sudah bilang ini loh dasimu di gantung." Abim pun menyela kata-kata Citra, "Tapi kan Abim nga sampee.." Citra hanya menghela nafasnya melihat anak pertamanya bisa saja dalam menjawab pertanyaannya. "Ya udah sana kamu siap-siap lagi dulu, mamah mau masak buat bekal kamu."

  • The Fact That He is My Hope   He was met her

    3 tahun kemudian, Abimanyu kecil sudah tumbuh lebih besar, ia tumbuh dengan baik di bawah naungan Danis dan Citra, sekalipun hubungan Danis dan Citra merenggang hanya karna Citra berhenti meneruskan karirnya namun baik Danis maupun Citra bertekad untuk tetap menjadi orang tua yang baik bagi putra pertama mereka."Sini jagoan Papa!!" Danis pun menggendong tubuh kecil Abim."Mu main," ucap Abim kecil sambil menunjuk mainan pesawat yang ada di bawah."Abim mau main pesawat?" tanya Danis yang dibalas anggukan oleh Abim, "dari pada mainan pesawat itu, mending main pesawat-pesawatan sama papah." kemudian Danis pun menggendong tubuh kecil milik Abim ke bagian tengkuknya dan bermain bersama-sama, mereka sama-sama tertawa.Citra yang memandangi hal itu hanya tersenyum sambil terenyuh. "Kamu aja sayang banget sama anakmu mas, kok bisa kamu ngelarang aku berhenti kerja demi egomu?" tanya Citra yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri, ia tidak ingin memulai perteng

  • The Fact That He is My Hope   Keputusan

    Keesokan paginya Citra sudah bangun lebih awal dan memutuskan untuk segera mandi karena baik Danis dan Citra masih harus bekerja, begitu selesai mandi Citra melihat Danis sudah terbangun dalam keadaan bingung, ia juga terlihat pusing. “Cit semalem kita ngapain?” tanyanya pada Citra karena melihat dirinya tak dibalut dengan benang sehelai pun kecuali dengan selimut yang menutupinya. Menanggapi pertanyaan tersebut Citra membalasnya dengan tenang sambil tersenyum. “Kamu ngga inget?” Mendengar jawaban Citra tentu saja Danis paham bahwa mereka telah melakukannya semalam.Meskipun mereka telah sah menjadi suami istri, terlebih lagi selama 3 tahun baru kali ini Danis menyentuh istrinya seharusnya itu bukanlah masalah baginya, akan tetapi melakukannya dalam keadaan tidak sadar tentu saja membuat perasaan Danis menjadi kurang nyaman. “Kamu masih pusing mas? Semalem kamu pulang dalam keadaan mabok, kamu mau tetep berangkat kerja? Atau absen

  • The Fact That He is My Hope   Nafkah batin yang terpenuhi

    ⚠ Adult content, 18+ only. Citra masih berada di kamar keluarga Cokroaminoto setelah segala rangkaian pernikahan mereka selesai. Ketika sudah tidak ada lagi tamu yang berdatangan ke rumah mertuanya karena tidak sempat hadir di tempat resepsinya, Citra duduk menghadap cermin dan mulai menuangkan remover ke kapas untuk menghapus sisa-sisa make upnya, dan beranjak untuk mandi setelah memastikan sudah tidak ada lagi make up yang tersisa di wajahnya. Begitu kembali dari kamar mandi Citra pun bersiap menggunakan lingerie untuk ritual malam pertamanya, begitu selesai menggunakan lingerienya pintu kamarnya pun terbuka dan memunculkan Danis yang hendak masuk ke kamar di balik pintunya, Citra pun tersenyum memandang Danis, namun begitu Danis melihat Citra sudah menggunakan lingerie itu Danis justru melemparkan pertanyaannya.“Kamu ngapain pake itu Citra?” Senyum Citra yang semula merekah pun memudar, tentu saja ia bingung, bukankah umumnya sepasa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status