"Selamat pagi, Sayang. Hari ini aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Aku yakin kamu pasti bakal suka. Tunggu aku di rumah kamu." Sebuah surat dibuka oleh Kalila dari Janu saat Kalila tengah mengecek kotak surat yang ada di depan rumahnya.
Kalila tersenyum saat membaca surat dari Janu. Dia begitu senang dengan setiap sikap manis yang di berikan oleh laki-laki itu. Saat Kalila masih berdiri di dekat kotak surat sembari memegang surat dari Janu, seketika mobil Rolls Royce pun mendekat ke arah Kalila.
Kalila mematung saat laki-laki bertubuh tinggi dengan dada bidang, hidung mancung, kulit sawo matang, dan memiliki brewokan tipis itu menghampirinya. Ya, dia adalah Janu yang baru saja keluar dari Rolls Royce miliknya. “Kamu udah baca surat aku, kan? Kita pergi yuk.” Ucap Janu dengan tatapannya yang membuat Kalila selalu terpesona.
“I-iya, Mas. Tapi, aku belum izin sama Ibu. A—”
“Ya udah, aku bakal minta izin sama Ibu kamu. Boleh aku masuk?” Jawab Janu memotong pembicaraan Kalila.
“Hmm-- Boleh, Mas.” Jawab Kalila gugup sembari menghela napas dalam.
“Kamu kenapa gugup?”
“I-iya habisnya aku baru pertama kali kenalin laki-laki sama keluarga aku. Dan, mas juga baru pertama kali kan ke rumah aku? Aku agak gugup, sih.”
“It’s okay. Aku bakal jaga sikap kok.” Ucap Janu memberikan senyuman lebar kepada Kalila.
Saat Janu tengah duduk di ruang tamu, seketika dia terkejut melihat Adam, kakak kandung Kalila yang tengah menatapnya dengan tatapan sinis.
“Ngapain lo disini?” Tanya Adam ketus.
“Gue mau jalan sama Kalila. Lo ngapain disini?” Tanya Janu dengan tatapan sinisnya.
Adam tertawa sinis “Haha, ini rumah gue. Kalila adik kandung gue. Ada hubungan apa lo sama adik gue? Sejak kapan lo mau berhubungan sama orang kaya kita?” Tanya Adam sembari melipat kedua tangannya.
Janu menghela napas. Bagaimana bisa dia mencintai adik musuhnya sendiri. Ya, Adam dan Janu sudah bermusuhan saat mereka masih duduk di bangku SMA. Mereka pun pernah berada di kelas yang sama sampai mereka terlibat perkelahian tentang status sosial-ekonomi.
Parahnya, Adam di keluarkan dari sekolah akibat perkelahiannya bersama Janu. Sementara Janu tidak di keluarkan karena keluarganya bisa dengan mudah membereskan masalah tersebut dengan uang. Padahal Janu sendiri yang awalnya menciptakan pertengkaran dengan Adam.
“Kalila pacar gue. Gue sayang sama Kalila.” Jelas Janu padat dan jelas. Dia pun langsung membuang pandangannya dari Adam.
“Lo sayang dengan orang yang salah. Kita gak setara---”
Janu menoleh dan menatap Adam dengan sangat dalam “Adam… Gue mohon, jangan ungkit masalalu. Itu zaman SMA. Apa pun bisa berubah. Sekarang lo lagi koas, kan? Lo udah sukses juga dan sebentar lagi jadi dokter. Kenapa lo masih mengungkit masalalu? Gue rasa udah saatnya kita saling memaafkan. Kita udah sama-sama dewasa.” Jelas Janu.
Adam tertawa sinis mendengar jawaban Janu yang seakan meminta Adam untuk melupakan masalah mereka begitu saja “Gue udah maafin lo. Tapi, gue masih gak terima aja Kalila berhubungan sama orang kaya lo.”
“Gue mencintai Kalila dengan tulus. Gue mau lo bersikap objektif sama gue!” Komentar Janu
Adam masih tidak terima dengan permohonan Janu. Dia ingin laki-laki angkuh itu segera memutuskan hubungan dengan adik tersayangnya. Lagipula, Adam tahu betul sikap Janu yang bisa saja akan menyakiti Kalila suatu saat nanti.
“Mas, maaf—” Seketika Kalila terkejut melihat Adam dan Janu masing-masing berhadapan dengan wajah yang sangat serius “Loh, abang udah lama disini? Kenalin bang, dia Janu pacar—”
“Iya abang tau.” Jawab Adam memotong pembicaraan Kalila dengan masih menatap Janu sinis.
“Oh—Kalian udah kenalan ya?” Tanya Kalila memastikan.
“Kita temen SMA, sayang. Pernah sekelas.” Jelas Janu memberikan senyum lebar kepada Kalila sembari bergegas berdiri dari duduknya.
Seketika Janu melihat wanita berumur sekitar lima puluh tahun lebih berada di samping Kalila “Ibu, ibunya Kalila, ya? Saya Janu, Bu.” Ucap Janu sembari bersalaman dengan Ibu Kalila.
“Betul, Nak.” Jawab Ibu Kalila ramah.
“Oh iya, ini adik aku, namanya Rangga, Mas.” Kalila pun memperkenalkan Rangga kepada Janu.
“Kalo boleh tau Bapak ada dimana, Bu?” Tanya Janu yang sedari tadi melihat di sekeliling rumah Kalila. Tetapi, dia belum juga mendapati Ayah Kalila di rumah itu.
“Bapak lagi kerja, Nak. Mungkin baliknya nanti malam.” Jelas Widia, Ibu Kalila.
“Oh, oke deh. Mungkin di lain waktu aku bakal ketemu sama Bapak. Oh iya, Bu. Aku mau ajak Kalila keluar. Boleh?”
“Oh boleh, Nak Janu. Tapi jangan kemalaman ya.”
Janu dan Kalila pun berpamitan kepada Widia, Adam, dan Rangga. Saat Janu berhadapan dengan Adam, Adam masih bersikap dingin dan menatapnya dengan sinis.
“Lila, kamu jangan lama-lama ya. Ada yang mau abang omongin sama kamu.” Jelas Adam dan langsung bergegas menuju ke kamarnya.
Janu tertawa sinis, laki-laki itu pasti akan mempengaruhi Kalila untuk meninggalkannya dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Karena, mendapatkan wanita yang sempurna seperti Kalila bukanlah hal yang gampang.
Saat berada di mobil dengan Janu yang tengah menyetir, dia menceritakan masalah yang pernah dia alami bersama Adam kepada Kalila. Bagaimana pun juga Kalila harus tahu hal ini dari Janu langsung sebelum Adam memberitahunya dan malah memaksa Kalila memutuskan hubungan dengannya.
“Ohh—Pantes aja tadi kalian mukanya serius banget. Hmm—Iya aku paham kok. Lagian itu kan masih zaman SMA. Sekarang Mas dengan Bang Adam juga kan udah kerja. Bahkan aku bentar lagi lulus. Masalah itu udah lama banget. Aku gak akan bawa masalah itu ke hubungan kita, Mas.” Jelas Kalila dengan lembut.
Janu menghela napas lega karena akhirnya wanita yang ada di sampingnya itu tidak menyimpan dendam kepada dirinya. Ya, kepada Janu yang sudah membuat abangnya di keluarkan dari sekolah “Syukurlah. Aku takut kamu bakal ninggalin aku, Lil.”
“Nggak akan, Mas. Aku bukan orang yang masih hidup di masalalu. Just forget about it.” Tegas Kalila.
Kehilangan pasangan hidup untuk selamanya bukanlah hal yang mudah. Hal itu pula yang saat ini di rasakan oleh Janu. Saat ini, kehilangan Kalila adalah suatu hal yang paling tidak mungkin untuk di cari.Sudah beberapa hari dari kepergian Kalila, Janu tidak pernah melahap makanannya. Hanya satu sampai dua sendok saja untuk menahan lapar.Setiap harinya, Janu selalu menghabiskan waktu di kamar dengan memandangi foto Kalila dan juga album kenangan yang mereka ciptakan bersama.“Pa, makan dulu. Nanti Papa sakit.”“Papa cuma butuh Kalila.”“Pa, jangan kaya gini. Ikhlasin Mama. Mama udah nulis di surat itu kalo Papa harus ikhlasin Mama.” Tegas Radit kepada Janu.“Mama kalian cantik banget, ya. Selain itu dia wanita yang kuat, tulus, sabar. Papa beruntung punya Kalila di hidup Papa.” Ucap Janu tanpa merespon pernyataan Radit sembari mengusap foto Kalila.“Iya, Pa. Kita paham. Papa makan du
“Lila… Makan dulu, yuk. Aku coba buatin kamu sup ayam.”“Kalila… kamu kecapean ya? Mau makan nanti aja?” Tanya Janu sembari mengusap kepala Kalila. Namun Kalila belum juga bangun dari tidurnya.“Lila…” Ucap Janu lembut. Janu merasa aneh dengan tubuh Kalila yang sedari tadi tidak merespon apa pun, wajahnya pucat serta tubuhnya terasa sangat dingin.“Kalila….”“Dokter Adrian, Kalila kenapa???” Teriak Janu dan sontak dokter Adrian dan suster pun bergegas menuju ke kamar Kalila diikuti dengan Radit dan Dila“Sebentar, Pak.” Ucap Adrian dan langsung memeriksa Kalila.Dokter Adrian menghela napas, dia menatap Janu dengan tatapan iba, seakan tidak tega untuk memberitahu kebenaran kepada pria yang berumur tujuh puluh tahun itu. “Pak Janu…” Ucap Dokter Adrian dengan bersusah payah menelan ludahnya “Ibu Kalila sudah pergi mening
Tidak terasa sudah beberapa tahun Kalila dan Janu menjadi suami istri sah dan juga tinggal di rumah Janu yang megah itu. Hingga saat ini, anak mereka yang kedua, yaitu Dila. Harus pergi meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan gelar sarjananya di London, mengikuti jejak Radit.“Ma, Pa… Dila pergi dulu, ya.” Ucap Dila sembari memeluk Janu dan juga Kalila.“Hati-hati, ya, sayang. Titip salam sama Mas kamu.” Jelas Kalila yang selalu saja mengingat Radit. Dila pun pergi ke bandara dengan sopir pribadinya yang sudah menunggu di halaman rumah.Janu menghela napas saat mobil yang mengantar Dila sudah tidak lagi terlihat dari halaman rumah mereka “Aku seneng banget bisa lihat perkembangan anak kita sama-sama yang bahkan udah merantau sekarang. Makasi ya sayang udah mau ngerawat dan ngejaga anak kita khususnya Radit.” Jelas Janu sembari merangkul Kalila dengan mata Kalila yang tampak sembab akibat melepas anak perempuannya untuk
“Aku benci kamu, Mas Janu. Pergi dari sini!!!” Teriak Kalila kepada Janu sementara Radit menahan tubuh Kalila yang sedari tadi ingin memukuli Ayahnya.“Lila, aku sayang kamu. Kita udah baikan, sayang. Aku gak pernah tinggalin kamu lagi.” Lagi-lagi, Janu tidak pernah menyerah menyebutkan kalimat itu.Dila mendekati Kalila dan Radit yang tengah susah payah menahan tubuh Kalila.“Kamu siapa?” Kalila melontarkan pertanyaan itu kepada Dila dan sontak hal itu membuat Dila terbelalak terkejut.“Aku Dila, Ma. Anak Mama.” Ucap Dila sembari mencoba menyentuh tangan Kalila.“Nggak!” Seru Kalila sembari menghempaskan tangan Dila kasar “Anak aku Cuma Radit. Kamu pasti orang suruhan Mas Janu buat ambil Radit dari aku, ‘kan?”Dila menatap Kalila dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Kalila hanya mengingat Radit? Apakah dari dulu Radit memang selalu jadi anak kesayangan Kalila? Di
Kalila akhirnya menikah dengan Janu, namun bukan pernikahan seperti ini yang di impikannya dulu. Dia memimpikan pernikahan dimana keluarganya masih ada di sampingnya. Satu-satunya keluarga yang dia punya saat ini hanyalah Rangga, Adiknya.Pernikahan Janu dan Kalila di adakan di rumah orangtua Janu, rumah Rostiana dan juga peninggalan Gunadhya. Pernikahan yang di gelar pun tampak sederhana dan hanya beberapa kerabat terdekat saja yang hadir dalam acara pernikahan itu, seperti permintaan Kalila. Bertolak belakang dengan Janu yang menginginkan pernikahan yang mewah. Namun, apa pun itu, dia menurunkan egonya, yang terpenting dia bisa hidup bersama Kalila.“Hei, kak. Kenalin ini pacar aku. Namanya Mentari.” Ucap Rangga yang sudah berada di hadapan Kalila dengan menggenggam tangan MentariKalila pun terbelalak terkejut melihat adiknya itu menggandeng tangan seorang wanita di hadapannya “Loh… Bukannya---” Seketika pembicaraan Kalila
Ruangan sidang pengadilan, sebuah ruangan dimana setiap orang selalu mengadu nasib atas permasalahan yang di hadapi dan juga nasib mereka yang berada pada keputusan hakim yang selalu memutuskan setiap perkara yang mereka miliki.Ya, Kalila sedari tadi tengah memperhatikan penjelasan Rangga yang sedang menyelesaikan kasus kliennya. Mereka berdua terlihat sangat professional tanpa memandang latar belakang sebagai keluarga.Setelah persidangan selesai, Kalila dan Rangga pun bertemu di salah satu restaurant untuk makan siang bersama seperti yang sudah mereka janjikan."Kakak yakin balikan sama Mas Janu?" Tanya Rangga saat dia tengah mengunyah nasi ayam."Iya. Aku balik demi Radit." Ucap Kalila namun tatapannya kosong.Rangga bukanlah anak kemarin sore yang bisa di bodoh-bodohi dan di bohongi seperti itu. Apalagi, tuntutan pekerjaan Rangga yang sudah menggeluti dunia hukum dan bertemu banyak kasus akan sangat mudah sekali melihat hati Kalila ba