“Aku benci kamu, Mas Janu. Pergi dari sini!!!” Teriak Kalila kepada Janu sementara Radit menahan tubuh Kalila yang sedari tadi ingin memukuli Ayahnya.
“Lila, aku sayang kamu. Kita udah baikan, sayang. Aku gak pernah tinggalin kamu lagi.” Lagi-lagi, Janu tidak pernah menyerah menyebutkan kalimat itu.
Dila mendekati Kalila dan Radit yang tengah susah payah menahan tubuh Kalila.
“Kamu siapa?” Kalila melontarkan pertanyaan itu kepada Dila dan sontak hal itu membuat Dila terbelalak terkejut.
“Aku Dila, Ma. Anak Mama.” Ucap Dila sembari mencoba menyentuh tangan Kalila.
“Nggak!” Seru Kalila sembari menghempaskan tangan Dila kasar “Anak aku Cuma Radit. Kamu pasti orang suruhan Mas Janu buat ambil Radit dari aku, ‘kan?”
Dila menatap Kalila dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Kalila hanya mengingat Radit? Apakah dari dulu Radit memang selalu jadi anak kesayangan Kalila? Di
Tidak terasa sudah beberapa tahun Kalila dan Janu menjadi suami istri sah dan juga tinggal di rumah Janu yang megah itu. Hingga saat ini, anak mereka yang kedua, yaitu Dila. Harus pergi meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan gelar sarjananya di London, mengikuti jejak Radit.“Ma, Pa… Dila pergi dulu, ya.” Ucap Dila sembari memeluk Janu dan juga Kalila.“Hati-hati, ya, sayang. Titip salam sama Mas kamu.” Jelas Kalila yang selalu saja mengingat Radit. Dila pun pergi ke bandara dengan sopir pribadinya yang sudah menunggu di halaman rumah.Janu menghela napas saat mobil yang mengantar Dila sudah tidak lagi terlihat dari halaman rumah mereka “Aku seneng banget bisa lihat perkembangan anak kita sama-sama yang bahkan udah merantau sekarang. Makasi ya sayang udah mau ngerawat dan ngejaga anak kita khususnya Radit.” Jelas Janu sembari merangkul Kalila dengan mata Kalila yang tampak sembab akibat melepas anak perempuannya untuk
“Lila… Makan dulu, yuk. Aku coba buatin kamu sup ayam.”“Kalila… kamu kecapean ya? Mau makan nanti aja?” Tanya Janu sembari mengusap kepala Kalila. Namun Kalila belum juga bangun dari tidurnya.“Lila…” Ucap Janu lembut. Janu merasa aneh dengan tubuh Kalila yang sedari tadi tidak merespon apa pun, wajahnya pucat serta tubuhnya terasa sangat dingin.“Kalila….”“Dokter Adrian, Kalila kenapa???” Teriak Janu dan sontak dokter Adrian dan suster pun bergegas menuju ke kamar Kalila diikuti dengan Radit dan Dila“Sebentar, Pak.” Ucap Adrian dan langsung memeriksa Kalila.Dokter Adrian menghela napas, dia menatap Janu dengan tatapan iba, seakan tidak tega untuk memberitahu kebenaran kepada pria yang berumur tujuh puluh tahun itu. “Pak Janu…” Ucap Dokter Adrian dengan bersusah payah menelan ludahnya “Ibu Kalila sudah pergi mening
Kehilangan pasangan hidup untuk selamanya bukanlah hal yang mudah. Hal itu pula yang saat ini di rasakan oleh Janu. Saat ini, kehilangan Kalila adalah suatu hal yang paling tidak mungkin untuk di cari.Sudah beberapa hari dari kepergian Kalila, Janu tidak pernah melahap makanannya. Hanya satu sampai dua sendok saja untuk menahan lapar.Setiap harinya, Janu selalu menghabiskan waktu di kamar dengan memandangi foto Kalila dan juga album kenangan yang mereka ciptakan bersama.“Pa, makan dulu. Nanti Papa sakit.”“Papa cuma butuh Kalila.”“Pa, jangan kaya gini. Ikhlasin Mama. Mama udah nulis di surat itu kalo Papa harus ikhlasin Mama.” Tegas Radit kepada Janu.“Mama kalian cantik banget, ya. Selain itu dia wanita yang kuat, tulus, sabar. Papa beruntung punya Kalila di hidup Papa.” Ucap Janu tanpa merespon pernyataan Radit sembari mengusap foto Kalila.“Iya, Pa. Kita paham. Papa makan du
"Istri anda terkena penyakit demensia, Pak Janu." Jelas Dokter Adrian"Maksudnya bagaimana, Dok?" Tanya Janu bingung saat mendengar pernyataan dokter Adrian yang berada di hadapannya itu.Adrian menjelaskan penyakit demensia yang tiba-tiba menyerang Kalila, istri Janu, yang sudah berumur enam puluh lima tahun itu.Ya, penyakit demensia, penyakit yang memang tidak bisa di pungkiri selalu menyerang lansia. Demensia merupakan penurunan kognitif otak dalam mengingat, penurunan kemampuan untuk bertingkah laku, dan penurunan kemampuan berbicara. Tanda-tanda penyakit ini pun antara lainnya adalah kehilangan ingatan, kesulitan berkomunikasi, sulit melakukan kegiatan sehari-hari, bingung atau lupa akan waktu dan tempat.Bukan itu saja, demensia pun menunjukkan tanda-tanda Psikologis yang terlihat dari perubahan perilaku, suasana hati, kehilangan inisiatif pada hal yang sebelumnya selalu di kerjakan, mengalami halusinasi, paranoia, depresi, dan gelisah.&nbs
Janu menemui Kalila yang sudah terbaring di ruangannya dengan tidak sadarkan diri. Janu menatap kekasihnya itu, tanpa sadar, air matanya pun mulai menetes. Terlihat Janu membuka kacamata dan menghapus air matanya yang tak dapat lagi tertahankan.Janu terduduk dengan tatapan kosong, dia bertanya-tanya mengapa kekasih sejatinya bisa mengidap penyakit seperti ini. Sebentar lagi Kalila bisa saja lupa sepenuhnya dengan dirinya.Beberapa menit setelah Janu berada di ruangan, Kalila pun tersadar dan membuka matanya dengan perlahan. Dia melihat setiap ruangan yang tampak begitu asing. Lalu, tatapannya terhenti kepada Janu yang berada di sampingnya."Mas..." Ucap Kalila lemah kepada Janu"Iya, sayang?" Tanya Janu sembari mengusap puncak kepala Kalila."Kita ada dimana?""Di rumah sakit, sayang.""Aku kenapa, Mas?""Kamu lagi di rawat karna tiba-tiba kamu lupa ingatan waktu ada di mall. Kata dokter kamu mengidap penyakit demensi
Mentari pagi mulai menemani hiruk pikuk kota Jakarta yang selalu memadati jalan raya setiap harinya. Kalila harus bergegas ke kampus untuk mengikuti bimbingan skripsi karena dua minggu lagi dia akan mengikuti sidang akhir untuk Skripsi, sebuah mata kuliah akhir yang menentukan kelulusan bagi setiap mahasiswa yang tengah mengambil gelar sarjana."Kalila, kamu jadi bimbingan?" Tanya Janu yang seketika sudah berada di samping Kalila saat Kalila terlihat berjalan dengan buru-buru.Kalila terbelalak terkejut melihat Janu sudah berada di sampingnya "Ya ampun! Mas Janu ngagetin aku. Jadi, Mas. Ini aku mau ke ruangan dosen. Mas ngapain di kampus aku?” Tanya Kalila dengan menyipitkan matanya."Aku disuru ngisi seminar untuk anak Fakultas Manajemen Bisnis. Kamu gak jadi moderator?” Tanya Janu memastikan kepada Kalila.Pertemuan Kalila dan Janu terjadi ketika Kalila menjadi moderator seminar yang diadakan di kampusnya. Terlihat Janu seringkali menjadi pe
"Selamat pagi, Sayang. Hari ini aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Aku yakin kamu pasti bakal suka. Tunggu aku di rumah kamu." Sebuah surat dibuka oleh Kalila dari Janu saat Kalila tengah mengecek kotak surat yang ada di depan rumahnya.Kalila tersenyum saat membaca surat dari Janu. Dia begitu senang dengan setiap sikap manis yang di berikan oleh laki-laki itu. Saat Kalila masih berdiri di dekat kotak surat sembari memegang surat dari Janu, seketika mobil Rolls Royce pun mendekat ke arah Kalila.Kalila mematung saat laki-laki bertubuh tinggi dengan dada bidang, hidung mancung, kulit sawo matang, dan memiliki brewokan tipis itu menghampirinya. Ya, dia adalah Janu yang baru saja keluar dari Rolls Royce miliknya. “Kamu udah baca surat aku, kan? Kita pergi yuk.” Ucap Janu dengan tatapannya yang membuat Kalila selalu terpesona.“I-iya, Mas. Tapi, aku belum izin sama Ibu. A—”“Ya udah, aku bakal min
“Intinya abang gak suka kamu berhubungan sama Janu, Lila.” Tegas Adam yang sedari tadi berdebat dengan Kalila di dapur.“Bang, masalah kalian udah lama banget. Kenapa gak di lupain aja, sih, bang?! Mas Janu baik banget sama aku.” Komentar Kalila“Aku gak mau kamu di sakitin sama Janu. Kamu paham kan maksud abang? Abang gak mau kamu sampe terbuai dengan dia!!!” Teriak Adam“Dia tulus sama aku!” Seru Kalila dan langsung membuang pandangannya dari Adam.“Hei, hei. Kalian berdua kenapa ribut di dapur? Persedian beras masih ada kan?” Tanya Arwan, Ayah Kalila dan Adam dengan memberikan sedikit candaan.“Ini, Pak. Aku larang Kalila berhubungan sama Janu. Tapi dia tetep gak dengerin.”“Bang, masalah pribadi aku kenapa harus di atur, sih?” Kalila pun seketika meletakkan pisau yang di pegangnya dengan kasar di meja dapur.“Sebentar… Janu siapa?&rdqu