“Intinya abang gak suka kamu berhubungan sama Janu, Lila.” Tegas Adam yang sedari tadi berdebat dengan Kalila di dapur.
“Bang, masalah kalian udah lama banget. Kenapa gak di lupain aja, sih, bang?! Mas Janu baik banget sama aku.” Komentar Kalila
“Aku gak mau kamu di sakitin sama Janu. Kamu paham kan maksud abang? Abang gak mau kamu sampe terbuai dengan dia!!!” Teriak Adam
“Dia tulus sama aku!” Seru Kalila dan langsung membuang pandangannya dari Adam.
“Hei, hei. Kalian berdua kenapa ribut di dapur? Persedian beras masih ada kan?” Tanya Arwan, Ayah Kalila dan Adam dengan memberikan sedikit candaan.
“Ini, Pak. Aku larang Kalila berhubungan sama Janu. Tapi dia tetep gak dengerin.”
“Bang, masalah pribadi aku kenapa harus di atur, sih?” Kalila pun seketika meletakkan pisau yang di pegangnya dengan kasar di meja dapur.
“Sebentar… Janu siapa?” Tanya Arwan dengan bingung.
“Janu Sanjaya. Anaknya Gunadhya Sanjaya pemilik perusahaan tempat Bapak pernah kerja.” Jawab Adam menjelaskan.
Arwan terduduk di kursi dapur sembari menghela napas dalam “Lila… Lila sayang sama Janu?” Tanya Arwan lembut.
“Iya, Pak. Aku sayang sama Mas Janu.”
“Mereka gak setara sama kita, Nak. Bapak tau siapa Gunadhya itu. Bapak juga langsung di pecat sama dia sampe Bapak berbulan-bulan gak punya kerjaan untuk nafkahin kalian. Waktu itu kamu masih SMA. Sampe Adam kan yang nyari duit sampingan di samping dia harus kuliah waktu itu.” Jelas Arwan
“Iya! Gimana aku bisa terima kamu berhubungan sama Janu. Pertama aku punya masalah sama dia. Kedua, Bapak di pecat tiba-tiba sama Ayah Janu. Harusnya kalo professional, Bapak gak harus di pecat sama pemilik perusahaan, Lil. Udah ada divisi lain yang bertugas untuk itu.” Tegas Adam.
“Kali ini Bapak setuju sama abang kamu. Bapak minta kamu harus jauhin Janu pelan-pelan, ya, Lil.” Ucap Adam dengan nada bicara memohon kepada Kalila.
Mata Kalila mulai memerah saat Ayahnya memberikan penegasan itu. Dia sendiri tahu sekali bagaimana keadaan sulit menimpa keluarganya waktu Arwan di pecat dan belum memiliki pekerjaan waktu itu.
Ya, masa-masa sulit Kalila yang harus memutuskan untuk melanjutkan sekolah atau tidak. Sementara tabungan Arwan dan Widia semakin hari semakin menipis. Namun, dengan adanya Adam, Kalila pada akhirnya bisa melanjutkan sekolahnya. Kalila masih sangat mengingat jelas kejadian beberapa tahun lalu dan dia pun tidak akan pernah lupa akan masa sulit itu.
Kalila terpaksa mengangguk, menyetujui permintaan Arwan. Dia tidak bisa berbuat banyak untuk saat itu karena kenyatannya keluarga Janu memang sudah membuat keluarganya terpuruk.
***
Kalila menemui Janu di salah satu café dan menjelaskan kepada Janu bahwa hubungan yang mereka jalani tidak disetujui oleh keluarganya karena perbedaan sosial-ekonomi mereka dan juga permasalahan yang tercipta antara Arwan dan Gunadhya.
“Lila, aku mau ketemu sama Bapak kamu. Aku mau jelasin kalo aku sama Papa itu beda. Itu semua masalah kerjaan, Lil. Aku cuma gak bisa terima masalah kerjaan Papa aku di sangkut pautkan dengan hubungan kita.” Jelas Janu dengan tatapan frustrasi.
“Iya aku paham, Mas. Tapi untuk sekarang hubungan kita jangan sampe ketauan sama Bapak dulu ya. Pelan-pelan mungkin Bapak bisa terima.” Jelas Kalila sembari menggenggam tangan Janu erat.
“Iya, Lil. Maafin aku dan keluarga aku ya.” Janu pun langsung memeluk Kalila, seakan tidak ingin wanita itu lepas dari pelukannya.
“It’s okay. Mas jangan sedih ya.” Ucap Kalila saat masih berada di pelukan Janu.
“Kamu juga jangan sedih.”
Kalila pun melepaskan pelukannya dari Janu “Aku gak sedih, Mas. Tapi aku laper.” Ucap Kalila mencoba mencairkan suasana.
Janu seketika terkekeh mendengar pernyataan wanita yang dia cintai itu “Hahaha ada-ada aja kamu. Sabar ya. Pesenannya juga lama banget nih datengnya. Aku panggil pelayannya dulu.”
Kalila menggenggam tangan Janu dan menghentikan langkahnya “Gapapa, Mas. Biarin aja. Aku bercanda.”
Janu menatap Kalila dengan tatapan tulus dan langsung mengecup kening Kalila di depan orang banyak.
“I love you, Lil.”
Semuanya terlihat hening saat Janu menceritakan kisah cintanya dengan Kalila di hadapan Radit, Dila, dan dokter Adrian di ruang makan.“Jadi dulunya keluarga Mama gak setuju?” Tanya Radit menginterupsi cerita Janu.“Iya, sayang. Tapi Papa benar-benar tulus mencintai Mama kamu.”“Salahnya Papa dimana? Dan yang buat Mama punya trauma tuh dimana?” Tanya Dila penasaran.“Dan, apa karna orangtua Mama dan Om Adam gak setuju yang menjadi alasan Mama dan Papa pernah cerai waktu itu?” Tanya Radit menatap Janu dengan tatapan interogasi“Mas Janu---” Teriak Kalila dari ruangannya dan sontak memotong penjelasan yang ingin dikatakan oleh Janu kepada Dila dan Radit.“Eh kayanya Mama bangun. Sebentar, sayang.” Janu pun bergegas berdiri dari duduknya dan mengambil tongkat untuk berjalan menuju ke kamar.“Gapapa, Pa. Aku aja.” Ucap Radit yang menghentikan langkah
Kalila terdiam di kursinya dengan wajahnya yang terlihat gugup. Ya, memang begitulah perasaan setiap mahasiswa tingkat akhir saat menunggu hasil keputusan tugas akhir mereka. Seketika Kalila terbelalak terkejut saat melihat Janu sudah di hadapannya dengan menggenggam bouquet bunga.“Hei, Sayang. Gimana sidangnya? Ini bouquet buat kamu.” Ucap Janu mengejutkan Kalila sembari memberikan bouquet bunga ke hadapan Kalila yang terlihat semakin gugup.“Mas, kenapa tiba-tiba ada disini?!” Tanya Kalila dengan meninggikan suaranyaKalila tidak suka jika terus-terusan di beri kejutan oleh Janu. Lagipula, Kalila adalah tipe yang memang sangat tidak suka dengan kejutan. Apalagi kejutan saat itu, akan sangat malu jika hasil sidang Kalila nantinya tidak sesuai harapan sementara Janu sudah terlihat menaruh harapan bahwa Kalila akan lulus.“Loh, kan kamu sidang hari ini. Jadi, aku bawain kamu bunga deh.” Jawab
Sudah kesekian kalinya Janu mengajak Kalila untuk pergi ke tempat clubbing sehingga membuat Kalila menjadi terbiasa dengan tempat seperti itu. Awalnya canggung namun semakin hari Kalila terlihat menikmatinya. Dia juga tampak sangat menikmati dance floor bersama Janu dan juga teman-teman yang lain.Walaupun Kalila sampai saat ini belum menyentuh minuman itu, namun tetap saja Janu sudah ingkar untuk menjaga Kalila. Janu terlihat tidak sadarkan diri karena terlalu banyak meneguk minuman beralkohol. Justru Kalila yang malah menjaga Janu dan mengantarnya kembali ke rumah ditemani oleh Reva dan Doni.Kalila merangkul tubuh Janu dan membaringkannya ke ranjang. Dia pun membuka sepatu Janu dan menyelimuti tubuh Janu yang sudah tidak sadar itu.“Lila, jangan pergi.” Seketika Janu menggenggam tangan Kalila namun matanya masih tertutup. Janu pun membuka matanya perlahan dan bergegas duduk. Dia tampak meraih tubuh Kalila dalam keadaan mabu
Pagi itu, Kalila di sibukkan dengan menjadi moderator di acara kampusnya dengan Janu yang menjadi pembicara. Ya, rutinitas yang membawakan takdir Kalila dan Janu bersatu.Menjadi moderator di pagi itu suasananya pasti sangat berbeda bagi Kalila. Dimana waktu itu Janu dan Kalila hanya manusia yang saling bertegur sapa tanpa adanya ikatan cinta di dalam diri mereka.Janu menatap Kalila terus-terusan dari sudut panggung dengan beberapa dekan fakultas dan juga rektor yang duduk di dekatnya. Menurutnya, dia adalah laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan wanita cerdas, cantik, dan pekerja keras seperti itu. Sementara Kalila tengah memberikan kata sambutan kepada peserta yang mengikuti seminar dengan kemampuan komunikasinya yang tidak diragukan lagi.“Baiklah, saat ini kita kedatangan pembicara hebat loh. Pengusaha muda sukses dan udah buka beberapa cabang usahanya di Indonesia. Mau tau kan gimana perjalanannya beliau? Kita langsung saja memberikan waktu kepada
“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal per
Mentari pagi tampak memantulkan cahayanya di jendela kamar Kalila sehingga membuat wanita itu terbangun. Namun, Kalila tampak tidak sedang baik-baik saja.Kalila merasa mual dan pusing dengan wajahnya yang juga terlihat pucat. Seketika dia berlari kecil ke kamar mandi akibat mual yang semakin menjadi-jadi."Kamu kenapa, Nak?" Tanya Widia yang tengah memasak di dapur saat mendengar Kalila mual dari dalam kamar mandi yang jaraknya sangat dekat dengan dapur mereka."Aku gak enak badan, Bu." Teriak Kalila dari dalam kamar mandiKalila merasa mual yang dia rasakan itu tidak wajar. Mengingat hubungannya dengan Janu yang sudah kelewat batas dan sudah beberapa kali melakukan hubungan yang tidak wajar itu, Kalila bergegas ke puskesmas yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya untuk memastikan apakah dia sedang mengandung anak Janu atau tidak.Beberapa menit setelah Kalila menunggu di ruang tunggu puskesmas, dokter yang memeriksa Kalila pun menyatakan
"Assalamualaikum." Arwan memberikan salam sembari memasuki rumah dengan wajah yang terlihat sangat lelah."Walaikumsalam… Eh bapak udah balik. Gimana kerjaan?" Tanya Widia menghampiri Arwan sembari mengambil tas yang tengah di pegang olehnya."Ya begitu lah, Bu. Hari ini kerjaannya lumayan banyak.” Jawab Arwan menghela napas dalam “Oh iya. Anak-anak dimana? Adam udah balik koas? Kalila juga udah balik dari tempat magang belum? Terus Rangga?” Tanya Arwan kepada Widia yang selalu menjadi rutinitasnya saat kembali bekerja.“Mereka lagi di ruang makan, Pak. Lagi siapin makan malam. Kita ke ruang makan yuk. Kasian anak-anak juga udah pada nungguin.” Jawab Widia.Saat semua keluarga Arwan tengah asik menyantap makanan, seketika Kalila merasakan mual dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi. Sontak jantung Widia berdegup kencang melihat reaksi Kalila seperti itu di hadapan keluarga."Kamu kenapa, Lil?" Tanya Arwan s
Kalila berjalan perlahan dengan menangis terisak-isak. Dia memegangi kopernya sembari menangis setelah Arwan mengusirnya dari rumah. Dia tak tahu harus pergi kemana lagi. Dia ingin sekali pergi menemui Janu namun sepertinya laki-laki itu belum kembali dari Malaysia.Hujan pun tiba-tiba mengguyur kota Jakarta dan terpaksa Kalila harus berteduh di salah satu ruko yang sudah tutup. Kalila melihat arloji, dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak ada satu orang pun yang lewat dan berada di sana. Sementara hujan masih saja menampakkan wujud di hadapannya.Wanita malang itu benar-benar tidak tahu harus pergi kemana lagi. Bahkan Kalila tidak memegang uang sepeser pun.Kalila menatap hujan dengan pikiran kosong sembari memegang perutnya. Sementara itu, tampak dua orang laki-laki berpakaian jaket kulit, memakai kalung, dan memakai celana jeans sobek tengah mendekat kehadapan Kalila. Dari penampilannya, sudah di pastikan mereka adalah seorang preman