Share

4. Gadis Kecil yang Baik Hati

Dengan masih gemetaran Lintang mengatur napas.

“Iya, maaf, Pak. Maaf …” Lintang membungkuk, lalu cepat-cepat dia menyeberang, sedikit menyeret Wulan. Wulan pun tampak panik dan sedikit pucat karena terkejut dengan kejadian tiba-tiba itu. Sampai di pinggir jalan, Lintang masih sempat menoleh pada pemilik mobil itu yang sudah masuk lagi dalam mobilnya.

Pria itu, si dokter muda tampan, kembali fokus dengan kemudi. Tapi dia tidak segera pergi. Dia meminggirkan mobil dan memperhatikan dua gadis itu. Seorang kira-kira berusia tujuh belas tahun, satu lagi sepuluh tahun. Masing-masing membawa tas di punggung. Terlihat lusuh. Mereka jelas tergesa-gesa, sampai tidak begitu memperhatikan jalan.

"Hm, mau ke mana mereka? Seperti buru-buru," gumam David. Dia terus memperhatikan keduanya. Gadis yang lebih besar menuntun yang kecil. Rasa iba muncul di hatinya. Melihat kedua gadis itu membuat terenyuh saja.

"Banyak sekali orang yang hidup sulit, kalau saja aku bisa berbuat sesuatu," bisik hati David.

Ponsel David berdering. Dia cepat menerima panggilan itu.

“Ya, aku on the way. Sepuluh menit lagi sampai.” David mematikan telpon.

Dia kembali menoleh ke seberang jalan. Kedua gadis tadi berjalan di taman kota yang tampak lengang. Baguslah, mereka baik-baik saja. David segera menjalankan kendaraannya. Dia ditunggu untuk operasi pagi ini. Dia tidak boleh terlambat.

Di taman cantik dan luas itu, yang terasa asri dan segar, Lintang dan Wulan berdiri memandang sekeliling.

"Boleh aku main? Mau lihat kolam itu," kata Wulan lagi, sambil menunjuk kolam di tengah taman.

"Iya, jangan jauh-jauh. Kamu harus tetap bisa lihat Kakak,ya?" pesan Lintang.

Wulan tersenyum. Dia berlari kecil mendekati kolam. Dia senang sekali. Lintang menarik nafas dalam, memandang sekeliling. Taman kota ini cantik. Ibu pernah membawanya ke sini. Tapi yang dia ingat tidak seperti ini dulu. Keadaannya sudah lebih bagus. Jam segini tidak terlalu ramai. Karena hari masih pagi. Jika sore, mungkin akan lebih ramai.

Lintang memperhatikan Wulan yang berlari mengejar burung dara yang banyak di taman. Burung-burung itu turun di ubin taman mencari makanan. Saat Wulan mendekat, burung-burung itu terbang naik ke pohon atau ke sarangnya. Wulan begitu gembira. Sesekali dia melihat Lintang sambil tersenyum. Lintang lega, melihat Wulan bisa kembali tersenyum, sungguh membuat dia terharu. Ya, sejak Mito pulang, senyum Wulan hampir tak pernah muncul di bibir mungilnya. Wulan terus tersenyum, lebar, sambil berlari ke sana sini mengejar burung di taman yang indah.

*****

Operasi selesai dan berjalan lancar. Sebelum pulang David menyempatkan menjenguk pasiennya, seorang gadis kecil sebelas tahun yang menderita DBD. Kakaknya seorang gadis berusia lima belas tahun, terlihat sabar menemani adiknya yang berbaring lemah. Dia berusaha membuat adiknya mau makan, sambil dia bercerita, sesekali adiknya tersenyum lebar.

Sejak si adik masuk rumah sakit, si kakak seperti tidak mau pergi dari sisinya. Padahal anak seusia itu biasanya akan lebih senang jalan di luar, bertemu teman, ke mall, atau nonton. Tapi dia setia menemani adiknya. Apalagi jam begini orang tuanya masih bekerja.

Melihat mereka berdua, David teringat dua gadis yang hampir dia tabrak tadi pagi. Entah kenapa David merasa dua gadis itu menjalani yang hidup sulit. Dari pakaian dan tas yang mereka bawa tampak lusuh. Padahal jika diperhatikan mereka cukup cantik. Mungkin jika mereka hidup lebih baik dan bersekolah, mereka murid yang cerdas.

"Semoga mereka baik-baik saja." Dalam hati David bicara. Dia beranjak meninggalkan kamar itu, dia akan segera pulang setelah ini.

"David!” Mendengar panggilan itu David menoleh.

"Ya, Mas?" David menghentikan langkah menunggu dokter yang memanggilnya.

"Nanti jam tujuh malam aku ada operasi. Bisa dampingi tidak?" tanya dokter itu.

"Mas Thomas bukan dijadwal sama Dokter Lio?" balas David.

"Dokter Lio dapat kabar orang tuanya sakit. Beliau baru berangkat ke Purwokerto, menengok ke sana," jawab Thomas.

"Hm, baiklah. Aku bisa," jawab David. Dia memang baru selesai operasi siang ini, tapi karena sore tidak harus ke klinik dia kira cukup waktu untuk istirahat.

"Belum ada rencana malam mingguan, kan?" Mereka berjalan bersama menyusuri lorong rumah sakit.

"Belum, Mas," sahut David. David paham ke mana arah percakapan Dokter Thomas.

"Dua perawat cantik itu masih berharap kelihatannya. Satu tinggi, kulit putih, hidung mancung, sabar dan lembut. Satu lagi sawo matang, ga terlalu tinggi, tapi cekatan dan sangat cerdas. Ga tertarik?" ujar Thomas.

David nyengir. Dokter Thomas tidak pernah bosan mengganggu David agar cepat dapat pendamping. Selalu ada saja komentar Thomas tentang para perawat yang naksir David.

"Kalau sama-sama tenaga medis, terlalu sibuk di rumah sakit dua-duanya, aku takut komunikasi kami ga sehat," jawab David.

"Masih kebayang mantan?" tanya Thomas. "Listy?"

David hanya mengurai senyum. Dia tidak menjawab, tapi Thomas bisa paham. Sebenarnya Thomas sengaja selalu menggoda David agar dia mau membuka diri. Sudah bukan waktunya David tenggelam dalam sedihnya karena Listy. Listy sudah sukses dan bahagia di Jakarta. Lalu David? Dia pun seharusnya mengejar kebahagiaannya juga.

*****

David menuju ruang operasi. Tidak lama lagi operasi akan segera dimulai.

"Sore, Dokter." Seorang perawat yang masih muda dan berwajah manis menyapa David.

"Sore, Tan." David tersenyum. "Dokter Thomas sudah datang?"

"Mungkin sebentar lagi. Saya sedang menyiapkan semuanya. Apalagi yang kurang, Dok?" tanya Tanti. Dia salah satu perawat terbaik di rumah sakit itu.

David memeriksa standar kelengkapan mereka. "Oke, ga masalah."

Tanti tersenyum. Manis. Dia menatap David dengan tatapan berbeda. Dia sangat bersemangat bisa melakukan operasi dengan dokter paling tampan di rumah sakit ini. Cukup banyak yang suka Dokter David. Tanti salah satu yang tidak bisa tahan untuk tidak mengejar dokter ganteng itu.

"Hmm-mmm ...." Seseorang berdehem di belakang mereka.

David dan Tanti menoleh. Thomas masuk ruangan.

"Sore, Dokter," sapa Tanti.

"Sudah, fokus kerja. Tanti, jemput pasiennya," kata Thomas.

"Baik, Dok." Tanti cepat keluar ruangan. Dengan satu perawat lain Tanti menuju ke kamar pasien.

"Wajah Tanti merona kalau dekat kamu," ujar Thomas pada David.

"Sudah, Mas, ga usah mulai," tandas David.

Thomas tersenyum. Terus saja dia menganggu David. Thomas benar-benar penasaran, setelah pisah dengan Listy, belum ada yang bisa merebut lagi hati David. Wanita seperti apa yang akan bisa membalut luka dokter itu.

Tak lama kemudian operasi mulai. Pasien mereka seorang bapak setengah baya. Seorang anggota kepolisian. Terkena usus buntu. Sampai hampir empat jam operasi berjalan. Lumayan lelah. Dari jam tujuh hingga jam sebelas malam.

Thomas dan David keluar ruangan, masuk ke toilet. Mereka membersihkan tangan dan wajah mereka. Seperti biasa Thomas akan dengan semangat bercerita tentang keluarganya. Dia sedang kasmaran dengan istrinya sendiri, Agnes. Dia bangga bisa punya seorang istri yang menyayanginya dan dua anak lucu serta pintar.

Dia tidak segan bercerita, awalnya bukan hal mudah bisa menerima Agnes hingga akhirnya dia benar-benar cinta pada istrinya. Akhirnya hubungan mereka selalu mesra layaknya orang pacarana saja. David merasa iri sebenarnya dengan Thomas. Meskipun seolah tak peduli, di hati yang terdalam, tentu David mendambakan cinta yang tulus buat dirinya.

Mereka meninggalkan rumah sakit. Malam makin larut. Sudah hampir tengah malam. Sampai di rumah David membuat jahe hangat. Jika sedang tidak melakukan apa-apa dia sesekali masih teringat Listy. Dia makin sadar, dia dan Listy memang tidak mungkin bisa bersama. Semakin ke sini gambaran wanita idaman pendamping dirinya, makin jauh dari karakter Listy. Tidak ada lagi penyesalan karena perpisahan dengan Listy. David makin tahu seperti apa wanita yang dia cari.

"Tuhan, terima kasih. Ya, akhirnya aku bisa berterima kasih untuk perpisahan dengan Listy. Aku tahu seperti apa gadis yang akan jadi pendamping hidupku. Tunjukkan padaku, bawa dia padaku," doa David di hati.

Selesai itu, dia masuk ke kamar. Mengganti baju dengan pakaian tidur dan merebahkan badan. Dia tersenyum membayangkan gadis imut yang lembut dan baik hati. Gadis itu pun membalas tersenyum manis padanya.

"Di mana bisa ketemu gadis seperti itu?" bisik hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status