Share

The Horizon of Jiu
The Horizon of Jiu
Penulis: Sei_30

1. Ramalan Tua

“Apa yang dilakukan bocah ini?”

Seorang pria tua menendang kaki kecil seorang anak lusuh yang berdiri diam di tengah jalan. Para pejalan kaki hanya memandang sesaat, tidak peduli, lantas melanjutkan langkah menyusuri jalan. Malam di desa paling kumuh dalam kekuasaan Dinasti Zhou sangat dingin. Sebagian rakyatnya berusaha hidup dengan perut lapar. Termasuk anak kecil yang kini tidak kunjung bangun setelah ditendang pria tua tadi.

“Ma-maka ta-tampaklah… suatu tanda.” Bibir kering dan pucat itu bersuara lirih, mata hitamnya nampak kosong tanpa cahaya kehidupan. “Besar… di langit, seorang perempuan–”

‘–Berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya.’

“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya!”

Orang-orang sekitar sontak menatap anak lusuh itu. Bocah yang belum genap sepuluh tahun, dengan badan kurus kering. Tengah menatap bulan purnama di atas sana, berseru-seru, mengulang satu demi satu, kalimat misterius yang terus muncul dalam kepalanya.

“Dia sudah gila!” Herdik salah satu pedagang, lalu melemparinya dengan apel busuk.

Bocah itu tidak bergeming, masih setia pada posisinya menatap bulan. Dia bahkan sudah mengangkat kedua tangan, seakan baru saja menerima wahyu dari dewa. Terus mengulang kalimat itu sampai angin besar berhembus dari utara.

Para penduduk mengenal bayangan besar itu, dia adalah Tianlong. Naga langit yang bertugas menarik kereta para dewa dan menjaga istana-istana surga. Juga sebagai salah satu dari sembilan naga yang diturunkan ke bumi atas kemurahan hati sang pencipta.

“Aku diturunkan pada satu malam yang diberkahi. Namun manusia tidak pernah puas, selalu ingkar! maka sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari dewa untukmu!”

Suara berat penuh wibawa itu berasal dari Tianlong. Mata emasnya melirik sinis pada manusia-manusia di bawah kakinya. Tidak ada lagi kelembutan maupun keramahan setelah dewa memberikan perintah mutlak di hari itu.

Tianlong meraung keras, seakan mampu membelah langit malam. Tubuhnya bersinar putih lembut, lalu meliuk naik menembus awan, hilang. Sedetik kemudian tanah bergetar kuat, semua orang panik, dan keluar dari dalam rumah. Malam itu bencana besar terjadi, gempa bumi disertai letusan gunung berapi. Kiamat kecil tanpa ampun mengurangi populasi Dinasti Zhou sampai setengahnya.

Tidak hanya wilayah Dinasti Zhou, delapan wilayah yang dilindungi delapan naga lainnya mengalami kejadian serupa. Makhluk mitologi itu seakan lupa, bahwa mereka dulu pernah berhubungan baik dengan para manusia. Hingga pada akhirnya membuat tiap kerajaan merasa terpojok, dan terpaksa memerintahkan semua ahli bela diri untuk mengalahkan para naga.

“Sungguh tidak masuk akal perintah raja!” Teriak salah seorang ahli bela diri sambil memukul meja rapat. “Membunuh sembilan naga katanya? Berhasil mengalahkan salah satunya saja itu mustahil!”

“Benarkah itu mustahil?”

Lima orang temannya sontak menoleh pada pemuda yang duduk di ujung meja. Seorang laki-laki pertengahan dua puluh tahun, menatap mereka dengan senyuman percaya diri. Ada sorot keangkuhan dari sinar mata hitam cemerlangnya. Dia adalah salah satu ahli bela diri terhebat di zaman itu. Li Jia Xian, telah mencapai puncak dari kemampuan seni bela diri.

“Adik, kau anggap itu mustahil, karena belum ada manusia waras yang ingin menantang para naga.” Li Jia Xian berujar sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. “Untuk mengalahkan mereka, kau harus berlatih keras dan sedikit sinting! Aku malah gembira mendengar perintah raja, karena memang keinginanku untuk mengalahkan salah satunya.”

Saudara seperguruannya memandang sebelah mata. Mereka menatap Li Jia Xian seakan dia menjadi gila. Namun pemuda itu tidak peduli, alasan dia masuk ke salah satu sekte terkemuka adalah agar suatu saat mampu melawan satu dari sembilan naga. Dia menarik ujung bibir, tersenyum miring.

“Apa kalian tidak penasaran, jika kalian berhasil mengalahkan salah satunya. Bukankah itu artinya kalian satu tingkat di bawah dewa?”

Perkataan Li Jia Xian malam itu bagaikan api, merambat cepat dari telinga satu ketelinga lain. Hingga tidak butuh waktu lama, rumor mengatakan ‘kalau kau berhasil mengalahkan salah satu dari sembilan naga. Kau akan mendapatkan kekuatan setara tingkat dewa.’ Sungguh buah bibir tidak masuk akal. Namun kerajaan tidak peduli, mereka malah menyiram minyak demi menambah semangat pejuang murim.

Semenjak itu, para seniman bela diri selalu menantang sembilan naga. Entah secara individu maupun berkelompok. Salah satu dari mereka adalah Li Jia Xian, pemuda itu datang menantang Naga Shenlong.

“Aku Li Jia Xian, murid tingkat kelas atas sekte Kuil Lingyin meminta sebuah duel!” seruan keras pemuda itu terdengar hingga menggema di sekitar Gunung Tianzi.

Pegunungan bebatuan ini adalah tempat Naga Shenlong beristirahat. Bebatuannya berwarna hijau dan dekat dengan lembah Suoxi dimana Naga Huanglong tinggal. Butuh sekitar dua jam untuk mendaki gunung terjal tanpa rumput ini. Namun semua itu bukanlah masalah bagi Li Jia Xian.

Setelah menunggu sekitar lima menit, dari balik kabut tebal mulai terlihat pergerakan. Sisik berwarna biru kehijauan berkilat saat terpantul cahaya mentari siang ini. Kebetulan sekali matahari sudah berada di atas kepala. Sungguh cuaca bagus untuk menantang sang naga, yang dikenal mampu mengendalikan angin dan hujan.

“Keberanianmu menantangku seorang diri pantas untuk hargai, wahai anak manusia.”

Suara berat dari balik kabut terdengar, bersama sepasang mata buas keemasan muncul di depan Li Jia Xian. Pemuda itu menyeringai gugup, berusaha tidak menunjukan bahwa dirinya sedikit terintimidasi oleh hawa keberadaan sang naga.

“Suatu kehormatan bagiku, menerima sanjungan dari Naga Legendaris!”

Shenlong mendengus, nafas panasnya bagai hembusan angin padang pasir. Sorot matanya tajam, namun tidak terlihat bengis seperti yang diceritakan orang-orang. Li Jia Xian memegang erat gagang pedang dan mulai mengalirkan aura untuk melapisi senjatanya.

Kuda-kuda terbentuk dengan Li Jia Xian memposisikan pedang ke arah bawah. Keheningan menyelimuti sampai detik berikutnya, sosok pemuda itu menghilang. Lompatan tinggi telah dilakukan, begitu cepat sehingga tidak terbaca oleh mata manusia awam. Detik berikutnya, Li Jia Xian sudah berada di depan moncong Shenlong.

Suara clang! dari pertemuan senjata tajam dengan sisik Shenlong terdengar nyaring. Li Jia Xian terpental, namun berhasil menjejakan kakinya di tanah salah satu anak Gunung Tianzi. Lompatan kedua kembali dia lakukan, kali ini pedangnya bertemu dengan empat cakar Shenlong.

Cukup dengan sekali gerakan, Shenlong seakan tengah menyentil Li Jia Xian dengan cakarnya. Menangkis serangan pemuda itu dengan mudah. Kali ini dia berhasil tidak terpental seperti sebelumnya. Tanpa membuang waktu, walau serangannya ditangkis, Li Jia Xian menyerang bertubi-tubi.

“Hiyaaaaahhh!!”

Suara dari ledakan tekanan terdengar keras, bersama hembusan angin kuat. Dengan menggunakan tubuh panjang naga Shenlong sebagai tumpuan, Li Jia Xian terus menyerang. Pertarungan yang semula berada di lereng gunung, berubah menjadi di atas langit.

Naga itu meliuk di udara, tidak lupa memberikan perlawanan. Li Jia Xian merespon dengan salah satu teknik dari sekte Kuil Lingyin.

“Gerakan Retret Jiwa…,” Li Jia Xian bergumam pelan. “GERAKAN KESEMBILAN RETRET JIWA!!”

Shenlong memperhatikan seksama ketika ledakan cahaya terbentuk, usai Li Jia Xian menyerukan nama salah satu teknik seni bela dirinya. Ayunan pedang pemuda itu sangat cepat, seakan tengah menebas udara hingga menimbulkan ilusi seperti dia tengah memotong cahaya menjadi pecahan kecil. Serpihan itu terlihat serupa dengan bola-bola energi yang terkumpul dari jiwa-jiwa manusia.

Salah satu dari bola itu mengenai badan Shenlong dan detik itu juga ledakan besar terjadi. Dari satu ledakan menjadi ledakan susulan, teknik yang kuat dari Li Jia Xian. Untuk pertama kalinya, dia berhasil memberikan kerusakan berarti pada naga biru.

“Tidak buruk,” puji Shenlong. “Tapi itu tidak cukup untuk mengalahkanku!”

Naga dengan sisik biru kehijauan itu membuka mulut. Setitik cahaya kecil perlahan membesar menjadi bola cahaya keperakan. Shenlong menembak Li Jia Xian dengan peluru cahaya. Serangan sederhana itu berhasil menjatuhkan sang pemuda menuju dasar Gunung Tianzi.

Dan seperti itulah akhir dari pertarungan Li Jia Xian dengan Naga Shenlong.

Seratus tahun berlalu tanpa ada perubahan berarti.

Sembilan naga masih menyebabkan bencana di sana sini. Tanpa ada satupun ahli bela diri yang mampu mengalahkan mereka. Perkumpulan dari sembilan sekte kian lama mengalami kemunduran. Tidak sanggup menanggung rasa malu dan tekanan dari kerajaan.

Di masa tergelap bagi umat manusia, sebuah harapan muncul dari tempat yang tidak pernah mereka duga. Seorang anak yatim piatu menjadi buah bibir dikarenakan kelakuannya yang tidak waras. Bocah itu muncul ketika rombongan sekte Kuil Ci’en melewati jalan perkotaan menuju kerajaan. Anak laki-laki kurus dengan tatapan kosong.

“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya!”

“Usir bocah itu!” seruan dari salah satu penjaga terdengar.

Pemimpin sekte, Qin Xiang menahan gerakan penjaga dan menatap lamat-lamat bocah itu. Ada perasaan ganjal di hati, serta suara hatinya mengatakan bahwa inilah kepingan terakhir yang selama ini dia cari. Akhirnya dengan otoritasnya, Qin Xiang memungut anak itu dari jalanan.

“Panggil seluruh ahli ramalan untuk datang kemari. Suruh mereka untuk menafsirkan kata-kata anak ini, mau berapa lama pun tidak masalah!” titahnya.

Sikap pimpinan sekte Kuil Ci’en sempat ditanggapi sebelah mata. Tidak ada yang percaya dengan bualan anak jalanan. Sampai salah satu dari ahli ramalan terkemuka menyatakan pendapatnya.

“Perempuan ini adalah jawaban dari masalah kita selama ini. Dialah yang mampu mengalahkan sembilan naga.”

Sepuluh pemimpin sekte saling pandang, tidak percaya sebenarnya. Namun tidak ada yang berani meragukan kata-kata Tetua Tai Yin. Selama hidupnya, perkataan Tetua Tai Yin selalu benar selalu jadi kenyataan. Setelah perundingan lama, akhirnya Seluruh pemimpin sekte sepakat untuk membentuk tim pencari. Tugas mereka adalah mencari gadis dalam ramalan.

“Pemimpin sekte!!”

Pintu ruang rapat dibuka paksa oleh salah satu murid kelas menengah. Raut wajahnya pucat dengan mata bergetar cemas.

“Sikapmu sungguh kurang ajar! Berani sekali kau menyerbu masuk, murid Huang Yi!”

“Mohon maaf atas sikap kurang ajarku, pemimpin sekte! Tapi aku mendapat kabar kalau Naga Shenlong dan Naga Huanglong muncul di perbatasan dan menghancurkan desa.”

Remaja berambut hitam itu kemudian mengangkat wajahnya, “Tidak hanya itu, disana muncul seorang gadis misterius dengan pakaian aneh!”

Continue…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status