"Jadi hanya ini permintaan mereka?" tanya Drew kepada penanggung jawab operasional restoran, Abie. Kertas putih dengan beberapa poin penting di pegang Drew.
"Ya Drew, mereka meminta kau menyiapkan hidangan untuk lima puluh tamu. Mereka meminta kau menyediakan daging sapi kobe, bagaimana caramu menyediakannya? Kita harus import dan itu, tak mungkin."
Abie bersedekap. Perut buncitnya semakin terlihat besar. Drew berpikir sejenak. Ia lalu teringat, jika keluarga Jena memiliki usaha peternakan sapi dan buah-buahan terbesar di negara bagian lain.
"Hubungi mereka, tawarkan dan bujuk untuk mau memakai sapi lokal. Aku akan membuat hidangan spesial. Satu minggu lagi bukan, masih ada waktu untuk ku berburu daging itu." Drew masih duduk bersandar di sofa ruang kerja
Sejak pagi, Jena terbangun dengan perasaan berbeda. Mengingat kejadian semalam, membuatnya menggigit bibir bawahnya dan bersembunyi di balik selimut. Ia masih tak percaya dengan statusnya kini sebagai kekasih koki dan model terpanas yang luar biasa terkenal.Ia bergegas mempersiapkan diri untuk ke restoran, kali ini tugasnya menyiapkan buah-buahan untuk makanan pencuci mulut, buah-buahan sudah datang semalam, salah satu pekerja menghubungi Jena.Sambil bersenandung, Jena membuat sarapan sederhana, pisang, sereal jagung dan yogurth. Ia sudah tampil cantik di pagi hari itu. Ponselnya berbunyi, nama Drew muncul di layar. Dengan jantung berdebar, Jena menggeser layar hijau."Good Morning
"Apa aku harus memakai gaun itu? Modelnya tampak begitu terbuka, Drew? Kau ingin bagian ... emm ... bagian tubuh atasku terkespos? Kau, tidak risih jika banyak yang menatapku?"Jena menatap gaun yang di kirim Drew untuknya, acara penghargaan top model pria menjadikan Drew salah satu nominasinya, dan pria itu akan mengajak Jena menghadirinya."Kau akan sangat cantik, Jen, kau sadar jika kekasihmu ini seorang yang sangat terkenal?"Suara Drew di ujung ponsel yang tertempel di telinga kanan Jena membuat wanita itu hanya menjawan dengan dehaman."Kau yakin akan mengajakku? Apa kata mereka jika kekasihmu hanya seorang asisten dapur? Bukan kelas yang sama denganmu?" Jena mendadak merasa tak percaya diri."Kau tetaplah dirimu Jena, wanita yang ku pacari. Bersiaplah, sayang, setengah jam lagi aku akan menjemputmu. I love you sweetheart ..."&nbs
Jena duduk di dalam mobil seorang diri, ia pulang tanpa Drew. Pria itu mengantarnya sampai ke dalam mobil dan meminta sang supir mengantarkan pulang. Tak ada pelukan hangat apalagi ciuman seperti sebelumnya. Tatapan Jena menjadi sendu, apa salahnya? Seharusnya bukannya ia yang kesal, pertama, karena Camil mencium bibir Drew yang tak di protes oleh pemilik bibir. Kedua, karena Drew mengabaikannya, tak mempedulikan jika ia kedinginan dengan pakaian yang dikenakannya."Terima kasih," ucap Jena kepada supir Drew, pria itu mengangguk. Jena melangkah cepat menuju ke unit apartemennya, begitu tak sabar untuk menanggalkan pakaian tak nyaman itu dan membersihkan diri dari semua mekap di wajahnya. Ia merasa seperti memakai topeng.Air dari shower membasahi tubuhnya dari atas hingga bawah. Ia berpikir juga bertanya-tanya, apa Drew punya tujuan lain menjadikannya seorang kekasih? Apa ada sesuatu.Tak lama, Jena sud
Jena membuka kedua matanya, ia tak mendapti Drew di sebelahnya. Jendela unit apartemen juga sudah terbuka lebar. Angin pagi begitu segar masuk mengganti sirkulasi udara. Jena beranjak, mencari Drew namun tak ia dapati sosoknya.Mungkin sudah pulang.Pikir Jena sambil berjalan ke dalam kamar mandi. Namun ia terkejut saat melihat Drew berdiri di dalam sana dengan wajah begitu segar dan juga lilitan handuk di pinggang yang membuat otot-otot tubuhnya tercetak sempurna."Pagi, Sayang," Drew mengecup kening Jena lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Jena terkejut, ia lalu buru-buru membersihkan diri. Cuci muka dan sikat gigi. Lalu kembali berjalan keluar dari kamar mandi."Drew! Ap-! Ya Tuhan!" Jena berbalik badan, Drew sedang telanjang bulat karena hendak berganti pakaian. Ia hanya tertawa melihat Jena yang terkejut. Jantung Jena bertedak tak karuan, Drew memang mampu membuatnya s
Sejak saat itu, Drew tampak lebih sering diam. Ia kembali menjadi sosok angkuh dan dingin, bahkan saat di dapur. Lucunya, Jena tampak biasa saja, ia justru asik menteraktir para karyawan restoran dengan membelikan kopi. Jena ingin berbagi rejeki sebelum ia pergi dari sana beberapa hari lagi.Keputuaan Jena untuk lebih cepat berhenti bekerja dari perjanjian sebelumnya, membuat Abie cukup terkejut dengan hal itu. Bahkan ia menanyakan apa Drew dan Jena sedang bermasalah. Jena justru tertawa dan menolak pendapat Abie.Drew berjalan di belakang Jena saat wanita itu sedang berbincang dengan pelayan restoran sambil ke arah pintu belakang. Tanpa menyapa, Drew berjalan cepat melewati Jena. Wanita itu melirik ke arah Drew, kemudian lanjut berbicara dengan rekannya itu.***Malam begitu larut, suara denting gelas berisi wine mahal terdengar dari beberapa pria yang sedang bercengkrama satu sama
Drew menepati janjinya, ia sudah mengosongkan jadwal selama satu minggu. Dave sudah mengatur itu sedemikan baik. Bahkan, Dave merasa heran dengan model di bawah asuhannya itu, Jena memberi perubahan di hidup Drew begitu cepat.Tas koper besar sudah di bawa Jena, ia berdiri di depan bangunan apartemennya untuk menunggu Drew yang janji menjemputnya. Tak lama, mobil truk modern berjenis Sierra menghampiri. Pengemudi itu turun, tersenyum menampilan deretan gigi putihnya sambil berjalan menghampiri Jena. Kaos pres body warna hitam melekat di tubuhnya begitu seksi. Sapaan dan kecupan singkat di bibir Jena diberikan Drew. Ia membantu membawa tas koper Jena kemudian meletakkan di bagasi belakang.Beberapa paparazi mengabadikan momen mereka itu, Jena tampak risih, namun Drew menenangkan dengan merangkul sambil membawanya masuk ke dalam mobil. Tak lupa, Drew menyapa ramah para paparazi itu."Aku lupa jika dirimu
Jena tak berani menyahut panggilan ibunya, akhirnya justru Drew yang beranjak dari tempat tidur guna menjawab panggilan itu. Jena mewanti-wanti untuk tidak memberitahu jika ia berada di dalam kamar Drew. Pria itu merapikan kaosnya, lalu mengecup singkat bibir Jena sebelum berjalan ke arah pintu, sementara Jena kembali memasang bra yang sudah terlempar entah ke mana, begitu pun dengan baju tidurnya. Ulah Drew membuat Jena malu sekaligus terkejut karena tak pernah ia melakukan hal itu kepada pria mana pun.“Drew! Apa kau lihat putriku?” suara ibu terdengar, Jena masih diam berdiri di balik pintu kamar, sedangkan Drew mengalihkan pencarian ibu dengan berbincang di lantai satu rumah. Jena membuka pintu perlahan lalu menyusul ke lantai bawah tak lama setelah Drew berbincang.“Sapi yang mana, Bu?” sambar Jena, Drew tersenyum saat melihat wanita itu sudah tampak rapi.“Sapi yang di kandang
Suara langkah kaki Jena menuruni anak tangga terdengar jelas di telinga keda orang tuanya. “Hai anak cantik Ayah!” sapa ayah saat melihat Jena sudah berdiri di dekat pintu menuju ke ruang makan. Wanita itu berjalan mendekat dan merangkul leher ayahnya, lalu berganti memeluk ibunya.“Ada apa? Mimpinya indah sepertinya?” tanya ibu. Jena mengambil gelas dan ia isi dengan kopi yang sudah berada di teko alat mesin pembuat kopi otomatis lalu menambah sedikit gula diet bubuk.“Apa aku terlihat bahagia, Dad .. Mom?” lirik Jena. Kedua orang tua mereka saling melirik dan tersenyum. Jena duduk, melihat meja makan sudah berisi banyak makanan, roti gandum dengan selai jeruk hasil panen buah perkebunan, sudah menjadi ciri khas keluarga Jena. Matahari sudah meninggi, jam di dinding juga sudah menunjukan pukul Sembilan pagi. Kedua mata Jena bahkan mencari sosok kekasih hatinya.“Jika kau mencari