Share

6. TRIK KUNO

Putri Sekar Ayu sedang berlatih pedang bersama beberapa prajurit pilihan di halaman belakang istananya. Semakin hari kemampuan bela diri dan ilmu pedang yang ia kuasai semakin mumpuni. Gerak tangan dan kaki lincahnya membuat para prajurit kuwalahan menghadapinya. Gemulai indah gerakannya saat mengayunkan pedang membuat lawan-lawannya kehilangan fokus. Saat mereka lengah, saat itulah putri langsung melumpuhkan mereka dengan mudah. 

Putri Sekar Ayu memang berbeda. Jika para putri kerajaan biasanya lebih suka menghabisakan waktu di keputren, melakukan aktifitas sebagaimana seorang putri pada umumnya, maka Putri Sekar Ayu lebih tertarik dengan pedang, berkuda atau memanah. Itu bukan berarti ia tak bisa melakukan tugas-tugas sebagai seorang putri, ia tetap melakukannya namun ia menginginkan sesuatu yang lebih dan ingin terlihat berbeda dari putri-putri lain di istana. 

"Prajurit pilihan ? kemampuan kalian tak ada seujung jariku," kata Putri Sekar Ayu pada salah satu prajurit setelah berhasil ia kalahkan.

"Hebat ... hebat," kata seseorang datang sambil bertepuk tangan setelah diam-diam menyaksikan proses latihan putri bersama para prajurit.

"Terimakasih, Senopati," kata putri dengan raut bahagia setelah mendapatkan pujian itu.

"Tapi, haruskah Gusti memakai trik kuno itu ?" gurau Senopati Ageng.

"Itulah senjata paling ampuh yang kumiliki, Senopati," jawab putri membalas gurauan Senopati Ageng.

Trik kuno yang senopati maksud adalah mengalahkan lawan dengan kecantikan yang putri miliki. Memang benar, siapa yang tak terpukau dengan kecantikan putri. Bahkan kecantikannya itu akan bertambah berkali-kali lipat saat ia memegang sebilah pedang di tangannya. Putri pun paham betul akan hal itu, maka tak ada salahnya menjadikan kecantikannya sebagai salah satu senjata andalan yang ia miliki.

"Kalau begitu segeralah kembali ke keputren, Gusti. Jangan biarkan kecantikan Gusti itu luntur karena terik matahari."

"Haha ... Oh ya Senopati, aku sangat menyukai pedang ini."

"Mpu Geger memang tidak pernah mengecewakan, Gusti."

"Aku berniat mengirimkan hadiah untuknya." 

"Kebetulan sekali Gusti, besok Mpu Geger mantu putri keempatnya." 

"Oh ya ?" tanya putri antusias. "Galuh, kemarilah." Putri memanggil kepala dayang di istananya.

"Hamba, Gusti," kata Galuh menghadap. 

"Siapkan sutera terbaik sebagai hadiah pernikahan untuk putri Mpu Geger. Mungkin aku juga akan datang besok."

"Sendiko, Gusti."

"Kau bermain pedang lagi, Putri ?" kata Ibu Suri Suhini, nenek Putri Sekar Ayu tiba-tiba datang berkunjung ke istananya.

Putri terlihat gugup, ia tahu setelah ini neneknya pasti akan memarahinya habis-habisan karena lagi-lagi ia ketahuan berlatih pedang. Menurut ibu suri, seorang putri harus selalu tampil menawan dan terhormat. Memegang pedang bagi seorang putri dianggap menyalahi kodrat. Berkali-kali ibu suri melarangnya namun putri tetap tak mau menurut. Putri malah melakukan kegemarannya itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan ibu suri. Kali ini ibu suri benar-benar telah kehilangan kesabarannya. 

"Aku sedang merenggangkan otot saja, Eyang," kilah Putri Sekar Ayu sambil memanja pada neneknya.

"Entahlah apa dosaku hingga kau lebih sayang pada pedang dan kudamu."

"Jangan bicara seperti itu Eyang, aku sangat menyayangi Eyang."

"Kali ini aku tak bisa tinggal diam. Kau harus dihukum, Putri. Kau dilarang meninggalkan keputren sebelum mendapatkan ijin dariku."

"Tapi, Eyang ..."

"Galuh awasi putri," kata ibu suri tanpa bisa dibantah lagi. 

"Ampun Gusti, hamba ..." sela Senopati Ageng, namun segera dipotong oleh ibu suri.

"Besok temui aku di kediamanku, Senopati," kata ibu suri sebelum pergi. Ia sudah mengetahui bahwa Senopati Ageng lah yang selama ini melatih putri bermain pedang.

"Apa yang harus kulakukan, Senopati ?" keluh putri.

"Untuk saat ini turuti saja, Gusti. Nanti hamba pikirkan cara lain."

"Baiklah."

Putri nampak kesal, namun tak ada pilihan lain selain menuruti perintah eyangnya itu. Ia dapat membantah semua orang di dalam istana tapi tidak dengan eyangnya, ia sangat menghormatinya. Bukan hanya putri, semua anggota keluarga kerajaan juga sangat menghormatinya. Ketegasannya serta tatapan dingin yang ia miliki menjadikannya orang yang sangat disegani di istana. Semua kebijakan kerajaan tak akan terlaksana tanpa persetujuannya. Kekuasaan ibu suri bahkan melebihi raja yang seharusnya memiliki peran utama dalam sebuah kerajaan. Sebesar itulah kekuasaan ibu suri, usia sama sekali tak menghalangi sepak terjangnya di kerajaan.

Ibu Suri dulunya adalah selir dari kakek Putri Sekar Ayu. Dari Ibu Suri Suhini lahirlah Raja Widharma dan tiga saudaranya. Sedangkan Putri Sekar Ayu adalah keturunan dari neneknya yang seorang permaisuri, mendiang Ratu Sawitri. Ratu Sawitri hanya memiliki seorang putra, yakni ayah Putri Sekar Ayu. Ratu Sawitri telah lama tiada jauh sebelum putri lahir, jadi Putri Sekar Ayu hanya dapat merasakan kasih sayang seorang nenek dari ibu suri saja. Setelah kematian Ratu Sawitri, ibu suri lalu menggantikannya sebagai permaisuri. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status