Share

Sebuah Takdir

Clara terbangun dari tidurnya dengan rambut yang acak-acakan. Ia terkejut saat melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.

"Astaga! Aku kesiangan!" teriak Clara dan langsung bergegas ke kamar kecil. Ia pun menggosok giginya dan membasuh wajahnya hanya dengan air tanpa mandi terlebih dahulu. Dengan panik Clara mengambil pakaian yang ada ditumpukkan pakaian kering. Dengan mengoles make up tipis, Clara menyetrika pakaiannya yang kusut dengan setrika uap. Ia pun menggulung poninya dan meluruskan rambutnya dengan catokkan kecil. Mengoleskan lisptik berwarna pink dan membubuhinya dengan glitar agar lebih mengkilap. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak agar tidak kentara bahwa ia belum mandi.

Setelah itu, Clara berlari dengan menggunakan heelsnya menuju kantor yang hanya berjarak lima menit itu. Ia berhenti di gerobak roti bakar pinggir jalan dan membeli dua lembar roti bakar. Clara kembali berlari sambil mengunyah roti bakar seharga lima ribuan itu dan melepas rol rambutnya. Ia melihat jam di tangannya yang menunjukkan jam tujuh kurang lima menit.

Sesampai di pintu masuk kantor, Clara langsung menempelkan id card miliknya dan kembali berlari pada lift yang hampir menutup.

"Tunggu!" teriak Clara dan membuat seseorang di dalamnya menahan pintu lift itu. Clara pun berhasil masuk ke dalam lift dan menghela napas lega.

"Hahh ... syukurlah."

"Kau terlambat," ucap seseorang.

"Tidak!" seru Clara dan terkejut saat melihat Rio yang menatapnya dengan penampilan yang sangat memukau. Tentu saja hal itu membuat Clara kembali berdegup.

"Kenapa wajahmu merah? Apa kau masih mabuk?" tanya Rio dan berjalan mendekat. Di dalam lift hanya ada mereka berdua. Clara menelan ludahnya sedikit takut dan teringat akan apa yang terjadi semalam.

“Ayo aku antar saja,” ucap Brian dan menarik tangan Clara. Hingga Clara tertarik ke arah Brian. Sementara Rio menahan tangan Clara dan menariknya hingga Clara kembali tertarik ke arah Rio. Terjadilah keduanya saling tarik-menarik dengan cukup sengit.

Clara terhentak kaget dan melotot pada Rio.

"Apa? Kenapa kau melototiku seperti itu?" tanya Rio bingung.

“Terimakasih. Kalau pacar apa kau sudah punya?” tanya Brian memberanikan diri.

“Apa? Pacar?” tanya Clara balik dan melirik ke arah Rio yang sudah menatap keduanya dengan perasaan tidak enak. Clara dan Rio pun saling tatap dengan diam. Clara memalingkan wajahnya ke arah Brian.

“Aku ... tidak punya pacar,” jawab Clara tersenyum ke arah Brian. 

"Tidak mungkin," gumam Clara menutup mulutnya. Rio semakin heran dengan tingkah aneh Clara itu.

“Apa ... aku boleh menyukaimu?” tanya Brian.

"Kau sangat sesuai dengan tipeku,” akui Clara dengan perasaan berbunga.

Clara semakin bingung dengan semua ingatan yang berputar dalam benaknya itu. Bahkan saat dirinya tersenyum pada Brian dan melambaikan tangannya dengan perasaan yang berbunga.

"Pak Rio," panggil Clara dan mengejutkan Rio.

"Apa lagi? Kau kenapa sih?"

"Apa ... aku sangat mabuk kemarin? Bagaimana bisa, aku bersikap tidak malu seperti itu semalam?" tanya Clara seolah bicara sendiri. Rio menatap tajam dan mulai mendekat ke arah Clara kembali.

"Kau benar! Bagaimana bisa kau begitu pada pria yang baru saja kau temui hah? Kenapa kau sangat tidak punya malu huh? Jika dia bukan temanku, aku tidak akan mau menolongmu," ucap Rio dengan nada marah.

"Kau marah padaku sekarang?" tanya Clara tidak mengerti.

"Siapa yang marah? Aku tidak marah!" teriak Rio dan langsung keluar dari lift saat pintu lift terbuka. Clara semakin bingung dengan sikap Rio yang sangat tidak jelas itu.

***

Rio masuk berjalan ke arah mejanya dan membanting tasnya dengan kesal. Ia menatap tajam pada Clara yang berjalan dengan menunduk, takut. Saking kesalnya, Rio pun melonggarkan dasinya dan langsung duduk di kursinya. Semua memperhatikan keduanya yang tampak aneh tapi tidak berani berkomentar apapun. Clara pun langsung duduk di kursinya dan menutup wajahnya, malu.

Jam makan siang, Rio keluar bersama dengan rekan-rekannya. Clara pun sama hingga mereka bertemu di kantin. Tapi, Rio langsung berjalan begitu saja tanpa berkata apa-apa dan terkesan sangat sombong. Sementara yang lain saling menyapa. Clara semakin merasa tidak enak.

Kini Clara dan temannya duduk berhadapan.

"Clara, kau ... apa yang sudah terjadi diantara kalian berdua?" tanya Firda disela makan siang.

"Apa maksudmu?" tanya Clara tidak mengerti.

"Kau dan Pak Rio. Semua orang membicarakan kalian. Seolah kalian sedang bertengkar. Maksudku, seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Apa kau ketahuan selingkuh?" jelas Firda dan membuat Clara tersedak.

"Uhuk ... uhuk ... kau gila?" seru Clara dan melihat pakaiannya yang terkena minuman orangenya.

"Ah ... jadi kotor kan!" keluh Clara menatap kesal.

"Maaf. Tapi, itu benar. Kalian kelihatan sangat aneh."

Clara yang tidak mau mendengar apa-apa langsung bangkit dan membawa ponselnya.

"Kau mau kemana? Makananmu belum habis!" tanya Firda dengan berteriak.

"Toilet! Aku sudah kenyang," ucap Clara. Rio yang tak jauh dari keduanya melirik dengan wajah datarnya.

***

Di toilet, Clara  menunduk sedih. Ia tak mengerti dengan sikap Rio yang sangat aneh hari ini. Clara pun membasuh kemejanya yang terkena orange jus untuk menghilangkan nodanya. Tapi, sudah berapa kali dikucek, tetap saja tak menghilangkan noda orange jus itu.

"Ish, kenapa gak bisa hilang sih!" seru Clara kesal.

Dert ... Dert ...

Ponselnya bergetar dan Clara pun langsung mengangkatnya.

"Halo, siapa ya?" tanya Clara yang bingung karena ada nomor asing yang menelpon dirinya.

"Clara, ini aku. Brian," sapa Bria yang ternyata menelpon Clara dengan perasaan yang senang.

"Apa? Bagaimana kau bisa mendapatkan nomor teleponku?" tanya Clara heran.

"Kau ada dimana? Apa masih makan siang?" tanya Brian tak menjawab pertanyaan Clara.

"Aku? Aku sudah selesai makan siang. Kenapa?"

"Ayo kita ketemu. Bagaimana dengan minum kopi? Jam istirahatmu masih ada lima belas menit lagi bukan? Aku tunggu di kafe depan kantor ya," ucap Brian dengan menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Clara.

Brian yang baru saja sampai tersenyum senang dan menaruh ponselnya dalam saku. Brian pun langsung masuk ke kafe tak jauh darinya.

"Apa-apaan dia? Bagaimana bisa dia bertanya tapi tidak mendengar jawabanku?" ucap Clara kesal tapi tetap pergi menemui Brian.

***

Clara masuk ke sebuah kafe dengan celingukkan.

"Clara!" panggil Brian dan melambaikan tangannya dengan senyuman lebarnya.

"Kenapa kau berteriak seperti itu? Aku bisa melihatmu dari sana," ucap Clara menaha malu.

"Apa tidak boleh?" tanya Brian polos.

"Hah ... sudahlah. Lupakan saja. Kenapa mengajak bertemu?" tanya Clara tak mau melanjutkan melihat wajah polos Brian itu.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang lewat sini dan ingin meminum kopi bersamamu. Aku sudah memesan kopi cappuchino. Karena takut terlalu lama jika menunggumu tiba. Minumlah," jelas Brian dan terus tersenyum menatap Clara.

"Kau aneh. Ah bajumu sedang aku cuci ditempat laundry. Karena takut merusaknya, jadi aku pikir lebih baik dibawa kesana saja," ucap Clara dan menikmati kopinya."

"Padahal tidak perlu sampai begitu. Tapi, apa kau menumpahkan jus orange pada kemejamu?" tanya Brian melihat noda orange jus pada kemeja Clara.

"Apa? Ah ini, bukan apa-apa kok."

"Sepertinya aku memang sudah ditakdirkan untuk datang kesini," ucap Brian tersenyum dan membuat Clara menatapnya bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status