Markus mengumpat. Itu alasan kenapa helikopter yang ia tunggu tidak datang. Kabar dari Johny juga tidak ada. Sialnya lagi, jejak Johny menghilang. Dapat dipastikan jika misi telah gagal. Kini ia mengakui betapa mengerikannya klan Dare Devil. Johny adalah agen terlatih. Bagian wilayah mana yang belum dia jelajahi. Bahkan Rossmoss berhasil meng-invasi beberapa klan berkat kerja keras Johny sebagai mata-mata. Tetapi, dia malah tertangkap oleh Dare Devil. Jelas Markus tahu hasil akhirnya. Johny akan dihabisi. Dua misinya gagal sekaligus, tidak mendapatkan kembali Rosene, dan satu anggota terbaiknya tewas. "Sialan!" Markus hanya bisa mengumpat. Untuk saat ini ia tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Ingin menyerang, apalagi itu. Ia tidak bisa menyerang tanpa strategi dari Rosene.Markus benar-benar kesal. Entah apa yang harus ia katakan pada Mathius nanti. Pria tua itu jelas tidak akan tinggal diam. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok wanita cantik dengan dress selutut motif bung
Rosene terbatuk-batuk. Aaron langsung mengelus punggung itu. "Kau tidak apa-apa?" Rosene menggeleng, ia memandang pengawal. Aaron pun sama halnya. Ia begitu penasaran dengan laporan anak buahnya itu. Namun, malah terganggu karena Rosene terbatuk. "Di mana dia sekarang." "Tuan Ben dan lainnya berhasil meringkusnya, sekarang di bawa ke markas." "Kita ke sana sekarang." "Tunggu ....." Rosene menahan lengan Aaron. Pria itu menatap tangan Rosene. Menyadari itu, Rosene langsung melepas jeratan tangannya dari lengan pria itu. "Kau ingin pergi." "Seperti yang kau lihat. Aku ada urusan." "Ya baiklah." Memangnya Rosene harus apa? Mana mungkin dirinya mencegah pria itu. Padahal ia sangat ingin ditemani. Tetapi, karena tidak ingin dianggap manja dan tidak ingin membuat Aaron besar kepala. Rosene mengiyakan saja. "Aku akan segera kembali." Rosene mengangguk. Tak masalah kalaupun tidak kembali. Tetapi, ia harus mengangguk saja. Ia tidak boleh membuat Aaron marah. Sebenarnya ia ingin bert
"Sialan!" Aaron mengumpat dan segera beranjak. "Ben, Diego kita pergi. Yang lain tetap di sini." "Baik, Tuan." Jekco menjawab. Aaron pergi bersama enam orang pengawal, Diego dan juga Ben. Rombongan itu segera menuju ke rumah sakit di mana Rosene dirawat. Dalam perjalanan, Aaron mencoba menghubungi Dokter El dan mempertanyakan keberadaan Rosene. Dokter El berkata bahwa Rosene masih ada ketika pria itu melakukan pemeriksaan. Itu artinya, wanita itu baru saja kabur. "Kita harus cepat." "Baik, Tuan." Ini lebih baik dari pada di dalam ruangan yang berbau desinfektan. Angin berhembus sedang. Dan Rosene suka aroma bunga. Rosene memang bukan tipe wanita yang menyukai bunga, tetapi ia suka aromanya. Cuaca juga cukup bagus. Betul-betul mendukung untuk bersantai dan menghabiskan waktu di tempat ini sangat cocok untuk itu. Taman ini cukup luas. Ada beberapa Castellucio tumbuh liar dan mendominasi taman. Pohon maple serta bunga aster. Itu adalah bunga kesukaan Melanie. Rosene jadi teringat
Permasalahan itu, tak cukup hanya dengan melenyapkan Alexa. Harus jelas semuanya dan diusut sampai tuntas agar tidak menimbulkan masalah di kemudian harinya. Setelah diselidiki. Ditemukan zat kimia berbahaya dalam cream pemutih tersebut. Jelas ini perbuatan seseorang dan Aaron harus tahu siapa dalang dibalik semua ini. Aaron memanggil pelayan yang mengurus Alexa. Mereka berdua berkemungkinan besar menjadi pelaku. Berta jelas tidak akan melakukan kecerobohan semacam itu."Siapa yang melakukannya?" Aaron duduk dengan angkuh di single sofa dengan dua pelayan yang berlutut di hadapannya. "Bukan saya, Tuan. Sungguh!" Pelayan yang berada sebelah kanan berucap. "Benar, Tuan. Kami melakukannya seperti biasa." Yang satu lagi menimpali. "Tuan, ini jelas bukan kesalahan kami." Aaron mengurai kaki yang telah ditumpuk kemudian memajukan tubuh mendekati mereka. "Lalu kalian pikir semua itu perbuatan hantu? Begitu?" Kedua pelayan itu tertunduk takut. Tidak ada yang menjawab. Keduanya betul-bet
Amarah Aaron langsung mereda mengingat niat kedatangannya kemari. Ia tidak boleh terpancing emosi. Ia melirik benda pecah yang berserakan di lantai lalu menatap Rosene. Sungguh gadis yang penuh kejutan. "Aku mengganggu tidurmu." "Ya." Memang Rosene harus mengatakan apa. Memang itu kenyataan. Tetapi, Aaron malah menampakkan ekspresi keberatannya."Saya mendengar suara tembakan." "Apa yang ingin kau ketahui. Kau tahu 'kan aku ini siapa dan orang seperti apa? Jadi jangan membantahku." Sekarang Rosene yang jadi kesal sendiri. Ia memang terbiasa diperintah. Tetapi, Markus tidak pernah memaksa dirinya. Terlebih untuk melayani di atas ranjang. "Ada apa Tuan kemari?" Perasaan Rosene tidak enak sejak kedatangan pria itu. "Kau bilang butuh pekerjaan. Aku akan memberikannya." "Sebagai apa?" "Pelayan pribadiku." Ekspresi yang ditampakkan Rosene, membuat Aaron menarik sudut bibirnya. "Mulai besok kau bisa mulai bekerja. Pelayan akan menyiapkan segalanya." "Tuan sudah memiliki banyak pela
Pas sekali, Aaron tidak memakai baju dan hanya bertelanjang dada. Jadi Rosene dapat melihat bentuk otot perut yang sudah mirip seperti roti sobek itu. Aroma tubuh Aaron menyentuh indera penciuman Rosene. Kejadiannya begitu cepat. Sampai-sampai Rosene tidak bisa menghalau serangan itu. "Apa yang kau lakukan?" tanya suara berat itu. "A-aku, emm sa-saya sedang membangunkan Tuan.""Membangunkan apa? Kau tahu, yang kau lakukan itu bukan hanya membangunkan diriku, tetapi juga membangun adikku." "Adik?" Rosene terdiam sesaat. Berta menggigit lidah agar tawanya tidak meledak. Lima menit, Rosene baru paham tentang adik yang dimaksud Aaron. Secepatnya ia beranjak dari posisinya. Aaron pun sama halnya, karena sudah bangun. Maka ia akan turun. Rosene memalingkan wajah. Sialan Aaron ini, bisa-bisanya dia tidur hanya dengan mengenakan celana dalam saja. "Saya akan siapkan air hangat," kata Berta. Rosene diam saja. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Aaron meraih gelas berisi air putih yang mema
Seketika suasana menjadi gaduh. Ben berdiri dari duduknya. Senjata api ditarik. Kemudian mengacungkan ke arah Rosene. Semua yang ada di ruangan tersentak. "Apa yang kau lakukan pada Tuan?" "Hentikan!" Aaron berteriak. "Ben turunkan senjata atau aku yang akan menembakmu!" Ben jelas kaget dengan sikap Aaron yang malah membela Rosene yang jelas-jelas ingin mencelakainya. Rosene langsung mundur ke belakang, bersembunyi di belakang tubuh Berta. Ia harus melindungi diri. "Tapi, Tuan. Anda tersiram air panas." "Hanya air hangat. Aku tidak selemah itu." Aaron menoleh. Ia memandang Rosene. "Seret wanita itu, bawa dia ke kamarku." Mendengar perintah itu, pengawal berbadan besar yang siap siaga di sana langsung bergerak. Rosene diseret menuju ke kamar yang tadi sempat ia singgahi. Tubuhnya dilempar di lantai. Setelah itu, pengawal pergi meninggalkan Aaron bersama dirinya. Pintu ditutup, dan dikunci. Tawa pria itu berderai. Aaron mendekat kemudian berjongkok. Ia harus membuat dirinya seja
"Apa yang kau lakukan, Nona." Ben langsung menangkap tangan itu. Sejak dulu, Ben tidak suka Lucia. Kenapa wanita itu berpikir ingin menggoda dirinya. "Menjijikkan!" Lucia tersentak mendengarnya. Matanya melotot. Lekas ia menarik diri menjauh dari Ben. Rupanya, usaha merayu Ben gagal. Ben tidak seperti yang ia kira. "Berani menyentuhku, kupatahkan tanganmu!" Ben melenggang pergi setelah mengatakan itu. Lucia mendecak, serta menghentakkan kakinya di tanah sebanyak dua kali. "Sial!" Lucia mengumpat. Dua orang dalam sehari ini yang ingin mematahkan tangannya. Tetapi, Lucia tidak akan takut hanya dengan gertakan sekecil itu. Berta tidak akan melakukan itu, demikian pula dengan Ben. Aaron tidak akan membiarkan dua orang itu menyakiti dirinya. Karena sampai sekarang, dirinya masih berstatus sebagai wanita kesayangan Aaron. Sementara itu. Rosene betul-betul melakukan perintah Aaron. Untuk kesekian kalinya, ia melakukan hal yang belum pernah ia lakukan. Memandikan seorang pria yang berus