Share

Part 6

Terjadi lagi!

Sihir kalung ini membuatku berjalan tanpa sadar mengambil payung yang terselip di dekat meja belajarku. Seperti biasa aku hanya pasrah.

“Apa ini?” batinku heran. Memang sedang hujan deras di luar. Air hujan yang telah membasahi pepohonan dan tanaman serta bunga yang ada di halaman luas rumah mewah ini.

Aku memoyongkan bibirku dan agak kesel membayangkan Aron datang di saat hujan deras seperti ini.

“Aku ingin di kamar saja,” keluhku. Namun, aku malah menuruni puluhan anak tangga lalu melangkah keluar pintu besar rumah ini dengan payung di tanganku.

Sebuah mobil putih berhenti di hadapanku. Aku membuka payung itu lalu menghampiri mobil itu.

Siapa lagi kalau bukan Aron yang aku payungi. Aku bukan bodyguardnya tapi selalu setia saja kalung ini mengendalikanku.

Bodohnya lagi. Aku memastikan pria yang lebih tinggi dariku ini agar tak terkena setetes pun air hujan. Saking tingginya aku memegangi payung sambil berjinjit. Namun aku yang basah kuyup karena hanya memayungi tamu tak diundang ini.

“Aku sangat senang kamu datang,” kataku riang.

Tapi bohong. Haha.

“Bodoh!” katanya datar dan belalu melewatiku. Namun ia melepas jaket yang dikenakannya lalu melemparnya padaku.

Mengapa ia malah baik lagi hari ini. Hatinya mudah sekali berubah.  Dia sangat sulit ditebak.

Sebenarnya Aron sudah seperti anak di rumah ini. Jika dia datang dan Ibu ada di rumah maka dia akan lebih dimanja. Dia bahkan tanpa izin bebas keluar masuk ke rumah ini.

“Cepat ganti bajumu,” perintahnya. Aku menatapnya kesal karena seenaknya menyuruhku.

“Nyonya Mellie ingin kamu ikut makan bersama,” katanya membuatku mulai paham.

Nyonya Mellie adalah Ibu Aron. Sejak pertama kali aku bertemu dengannya, tak pernah sekalipun aku mendengarnya memanggil wanita itu dengan sebutan ibu.

Jadi saat itu kupikir Nyonya Mellie adalah ibu angkat Aron. Namun saat aku bertanya pada ibuku. Bahwa ia juga tak tahu.

Ya sudah. Aku tak begitu suka mencampuri urusan orang. Jadi aku tak bertanya padanya.

****

Rumah tempat Aron tinggal itu juga begitu mewah. Namun tak ada satupun foto keluarga yang terpajang di dinding rumah itu. Sepertinya keluarga ini tak harmonis.

Namun terdapat foto mesra Nyonya Melie dan Ayahnya Aro tau suaminya. Disekitar kerah kemeja putihnya. Seperti dia mengenakan kalung yang mirip dengan yang kugunakan. Apakah ini kebetulan?.

Saat melangkah menuju dapur terdengar suara yang aku kenal.

“Alexa,” kataku. Tampak tante Mellie sedang berbincang pada Alexa. Keluarga Aron juga sangat dekat dengan keluarga Alexa.

“Eh Irene sudah datang,” Tante Mellie memanggilku yang sedang memasak untuk makan malam bersama Alexa.

Sejujurnya aku tak pandai memasak karena ibu tak pernah mengajariku. Dia sangat sibuk sehingga tak banyak waktu yang kumiliki saat bersamanya. Namun telingaku sepertinya akan pecah mendengar pujian tentang Alexa yang bertubi-tubi.

Jadi aku hanya menonton mereka. Sepertinya Alexa mencoba mencuri hati Ibunya Aron. Dan terlihat jelas usahanya berhasil. Dia hanya harus membuat Aron menyukainya.

Tante Mellie tampak memiliki wajah yang mempesona. Karena ia tak tampak tua diumurnya yang seumuran dengan Ibuku. Wanita itu masih tampak seperti wanita 20 tahun di umurnya yang ke 40 tahun. Dia sangat cantik.

****

Sebelum makan malam itu dimulai. Ayah Aron  akan  makan bersama kami. Ia menarik kursi untuk diduduki Istrinya itu layaknya seorang ratu. Hingga saat ini dia selalu melayani istrinya. Seperti menaruh nasi di piring dan memberinya makanan kesukaannya. Dan sangat peduli pada istrinya.

Dan mereka bahkan selalu bertingkah mesra.

“Wah mesra sekali,” sahut Alexa yang duduk di sebelahku.

Namun aku tak merasa begitu. Seharusnya seorang Istri yang melayani suaminya. Namun dia hanya duduk saat Suaminya bersamanya.

Entah apakah ini hanya perasaanku. Nasibku dan ayah Aron sama persis. Ia seperti terkendali oleh kalung yang dipakainya.

Bahkan Ayah Aron selalu menatapku. Meski aku merasa aneh. Namun, seperti ada yang ingin dikatakannya namun sulit ia lontarkan.

Aron duduk di hadapanku. Alexa memberinya juga makanan kesukaannya. Dia juga memanjakan pria itu.

“Aku harap aku juga bisa seperti Ibu dan Ayah Aron,” kata Alexa namun Aron tak berkutik sedikitpun. Entah mengapa aku merasa senang dia terabaikan. Aku tersenyum tipis menahan tawa.

Wanita yang duduk di sampingku ini tak menyerah sedikitpun untuk menarik perhatian Aron. Namun Aron lebih bersikap dingin kepadanya. Setidaknya Aron lebih peduli kepadaku.

Aron menaruh ayam ada di piringnya ke piringku. Aku menatapnya heran. Tapi karena aku suka ayam maka tak ada larangan untuk menolak.

“Alexa kamu tampak serasi dengan Aron,” kata Tante Mellie. Membuatku tersedak oleh makanan yang kukunyah.

Tampak wajah Aron yang tak senang iya meletakkan sendok dengan keras di piring hingga berbunyi.

“Jangan pedulikan urusanku,” sinis Aron.

“Aron! bicara yang sopan pada Ibumu,” teriak Ayahnya pada Aron. Namun Aron hanya bersikap acuh tak acuh.

Terdengar bisikan kecil di telingaku. “Masa bodoh”

Suasananya berubah menjadi tegang dan hening. Sedangkan aku merasa sedang dalam masalah.

Rasanya aku akan terus menggeliat seperti cacing kepanasan di tempat dudukku ini. Sementara keadaan hening dan tegang membuatku tak nyaman untuk mengatakan sesuatu.

“Aku mau buang air kecil,” bisikku pada Aron. Wajah marah Aron berubah tenang saat melihatku. Karena ia tersenyum tipis ketika aku berbicara.

“Pergilah!” katanya.

Aku segera pergi mencari toilet rumah ini. Lalu aku masuk ke kamar Aron karena ia memiliki kamar mandi yang lebih dekat dari ruang makan.

Ketika aku mulai merasa legah setelah keluar dari kamar mandi. Kupandangi setiap pajangan yang ada di kamar Aron.

Aku tertuju pada sebuah foto lama di atas meja sebelah kasurnya. Ingatanku mulai kembali memutar ke masa lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status