Azra POV 10 Tahun Yang Lalu
"Aku kalo nembak Ida diterima nggak ya, Dul?" Hafid bertanya sendu (Dulu, waktu masih di Jogja, Hafid ngobrolnya masih aku - kamu an, cute kan?).
Azra dan Hafid hari ini kebagian piket membereskan ruang OSIS sehabis rapat serah terima jabatan ke ketua OSIS yang baru. Mereka nanti akan mengurangi kegiatan OSIS nya karena sudah kelas tiga.
"Diterima sih, tapi kayaknya kamu babak belur dulu, Dul." Azra mengambil kanebo dan mulai mengelap meja rapat.
Hafid melanjutkan menyapu dengan lesu. "Tapi masa mau friendzone terus? Apa bedanya kaya kamu sama Icha?"
"Lha si, aku dibawa - bawa?"
"Kamu kapan mau nembak Icha? Mau temenan aja terus sampe Embah - embah? Betah?" Hafid memberondong. Aslinya mencari teman menggalau. Dia tahu Azra sudah lama suka sama Icha. Mungkin malah aslinya cinta pada pandangan pertama. Tapi Azra nya cemen, maunya posesif tapi nggak kasih kepastian, s
Azra Current POV Dia terkekeh melihat Icha yang menutup wajahnya yang memerah malu. Nggak heran sih, kelakuan mereka dulu memang…. Seperti itu. Padahal itu udah yang normal dan keren banget. Entah kenapa kalau diceritain sekarang jadi nggak keren sama sekali dan malah terdengar menggelikan. Dia juga malu kalau ingat kelakuannya dulu yang semangat mengejar Icha, tapi Icha nya malah polos banget entah tahu maksdnya atau enggak. "Aku nggak nyangka tingkahku sekocak itu, dulu." Ucapnya masih memegangi pipinya yang mungkin masih terasa panas karena malu. Azra tergelak di sebelahnya. "Kamu, aku, kita semua, Cha." Icha terlihat ragu - ragu sesaat, tapi kemudian mengagetkan Azra dengan pengakuannya. "Aku... tau kok kalau waktu itu kamu mau ngomong sesuatu sama aku." Katanya sembari memandangi ujung sepatunya. Dia kaget. Jadi Icha tau? Beneran tau? Dia nggak menghindar karena dia nggak nangkep sinyal Azra?! Terus? Kenapa sekar
Azra POV 10 Tahun Yang Lalu Hari pertama masuk sekolah setelah libur semester. Azra berangkat lumayan pagi dari rumah. Pinginnya nanti setelah sampai sekolah bisa langsung cegat Icha di depan kelas. Kangen tau, udah dua minggu nggak ketemu. Tapi harapan tinggal harapan. Azra bertemu Anjani lebih dulu di gerbang sekolah. Gadis itu seperti sengaja menunggu di sana. Dia menghampiri Azra masih dengan senyum lebar yang mengerikan itu. Bisa gitu ya, orang senyum tapi serem? "Pagi, Azra." Azra diam membiarkannya. "Ikut yuk." Dia melangkah mendahului Azra ke belakang gedung perpustakaan. Seperti yakin Azra akan mengikutinya. "Nggak lupa kan sama yang semalem? Aku udah jaga - jaga sih", dia menunjukkan ponselnya di tas. Azra kaget dengan kenekatan Anjani. Di sekolahnya, para murid tidak diperbolehkan membawa ponsel. Hukumannya bisa sampai skorsing kalau ketahuan. Dan ini Anjani dengan santainya membawa benda itu ke sekolah? Kan gila!
Icha current POV Icha bangun pagi sekali. Kebiasaan sih. Setelah menyelesaikan ritual paginya, dia turun ke bawah, berniat membantu Mama yang sudah sibuk di dapur. Azra dan Jijah? Mungkin masih tidur hahaha. Dia merasa tidak enak juga kalau tidak membantu, walaupun kalau di rumah, dia suka mager di kamar sampai saatnya bersiap ke kantor jika mood nya sedang tidak bagus. Ibu membiarkannya saja. Dia memang seperti itu. Saat mood nya sedang tidak bagus, dia hanya ingin sendiri, tidak ingin ditegur atau pun diajak berinteraksi. Nanti jika sudah membaik sendiri, dia akan melakukan tugasnya tanpa disuruh. Membantu Ibu? Beres! Siapin bekal? Siap! Bantuin Bapak siram tanaman di halaman depan dan belakang? Kecil! Main PS sama Mas Eka? Siapa takut! Bantuin Dek Io bikin PR? Hayuk! "Ma, ada yang bisa Icha bantu?" Dia bertanya saat memasuki dapur. Mama berbalik, agak kaget karena melihatnya di sana. "Mama berisik banget,
Amyra Current POV (Cuma keluar sekali biar nggak plot hole) Amyra masuk ke mobil dan menunggu empunya mobil berpamitan dengan anak - anaknya. Tatapannya terpaku pada cewek asing yang baru ditemuinya pagi ini. Icha tadi katanya. Siapa? Azra nggak pernah aku - kamuan sama dia, padahal sudah selama ini dia kenal dengan Azra. Dan dia manggil Tante Ayu, Mama? Ada sesuatu menggeliat di dadanya. Rasanya sesak dan tidak nyaman. Dia kira, dari semua cewek - cewek yang ingin lebih dekat dengan Azra, dialah yang menang. Tidak ada yang lebih dekat dengan Azra daripada dia. Dia tau dimana rumahnya, dia akrab dengan keluarganya, dan Azra tidak pernah menolaknya. Dia sangat yakin bahwa jika dia bersabar sebentar lagi saja, maka Azra akan melihat kesungguhannya. Azra akan tahu kalau dia adalah yang selama ini Azra cari. Tante Ayu memutari mobil dan duduk di balik kemudi. Dia menoleh saat kaca mobil di turunkan, dan ikut melambai. Mood nya agak jelek
Icha current POV "Hari ini kamu cantik." Suaranya yang lembut membuat Icha menoleh untuk bersitatap dengan manik hitamnya. Agak kaget saat menyadari Azra sudah terlalu dekat dengannya. Jantungnya tanpa dikomando mulai berdentam kencang memukul rongga dadanya dari dalam. Entah siapa yang memulai, kepala keduanya sudah mendekat hingga bibir mereka bersentuhan. Masih pelan seperti sebelumnya, tapi rasanya entah kenapa lebih manis dan lembut daripada yang diingat Icha. Icha menyentak nafasnya saat Azra menggigit bibir bawahnya, masih selembut saat bibir mereka bertemu tadi. Sentakan nafasnya tadi membuat mulutnya agak terbuka, dan membuat Azra dengan leluasa masuk, mengabsen giginya, menyapa langit - langit mulutnya dan juga membelit lidahnya. Di pangkuannya, tangannya mengepal erat, dadanya berdegup kencang, kepalanya terasa enteng seakan melayang, membuatnya ingin melenguh. "Mmh... " Dia kaget sendiri saat terde
Azra’s Current POV “Jadi gimana?” Hafid bertanya, memperhatikan Azra yang sedang memperhatikan Icha dan Ida di sudut lain ruangan. “Ntar malem juga Ida pasti cerita sama lo.” Hafid mendengus. “Mana ada dia cerita sama gue.” Oh iya, dia lupa. Hubungan Hafid dan calon istrinya Ida bahkan lebih rumit dari hubungannya dengan Icha. Mereka berdua lagi ndagel, sok acting di depannya dan di depan Icha, di depan orang lain. Padahal dia tau persis yang terjadi. Nggak tau sih apakah yang lain nyadar atau nggak, tapi bagi Azra, masalah Ida dan Hafid, apapun itu, terlihat jelas banget di permukaan. “Paling lo juga ntar tau sendiri dari group chat.” “Capek, tinggal mangap aja berbelit – belit lo. Capek gue jadi agen ganda gini. So she said yes?” “No.” “Lah?” Dia memperhatikan Ida yang menarik Icha masuk kembali ke kamarnya. "Boys, kita ke kamar ya! Girls thing, nggak boleh ngintip!"
Azra Current POV "Lo ngapain ke sini?" Azra dan Icha sedang bersiap untuk ke stasiun. Azra membantu Icha menurunkan kopernya, tapi baru setengah jalan turun tangga langkahnya terhenti, membuat Icha yang di belakangnya menabrak punggungnya. Amyra ada di sana, di ruang makan, sambil tersenyum lebar. Ngapain sih, dia datang lagi? Seminggu ini dia udah tiga kali datang ke rumah. Alasannya ada aja. Bukan gimana – gimana, tapi kan dia udah bilang sama Amyra dan dia juga udah lihat sendiri kalau dia lagi ada tamu. Hargai lah Icha di sini sebagai tamu Azra. "Mau nganter lo ke stasiun dong. Susah payah ini tadi ijin sama Mbak Asti hehehe." Ini yang dia kurang suka dari Amyra. Memang dia kenal Azra dan Mama. Tapi bersikap nggak professional itu nggak bisa diterima. KPI nya tahun lalu jelek, sampai bikin Asti nyaris mengeluarkan SP 3, tapi ditahan sama Mama. Walaupun saat itu riskan sekali karena tindakan Mam
Azra's Current POV Kereta sudah berangkat sejak tiga jam yang lalu. Di sampingnya, Icha dengan susah payah menahan kantuk. Pemandangan di luar sudah hilang, diganti dengan pekatnya malam. Seperti biasa, karena mabuk, Icha langsung meminum obat tidurnya sebelum naik kereta. Efeknya, dia sekarang linglung dan ngantuk luar biasa. Azra lagi - lagi nggak habis pikir. Gimana jadinya kalau gadis ini sedang bepergian sendiri? Apakah seberbahaya ini? "Sini, nyender ke sini. Ngantuk banget?" Dia menyelipkan tangannya di belakang kepala Icha dan mendorong lembut kepalanya agar bersandar di bahunya. "Lumayan." Icha menjawab dalam gumaman kecil. "Kalo pergi sendiri juga suka minum pil itu?" Azra bertanya. Tangannya memainkan rambut Icha yang dicepol ke atas. "Separoh. Biar nggak langsung tidur." "Terus kalo udah tidur?" "Jadinya nggak mabok." Dia menjawab dengan suara mengantuk. "Kalo ada orang rese