Beranda / Fantasi / The North Compass / Catatan Kedua: Harga Kepala Seorang Putri Kematian

Share

Catatan Kedua: Harga Kepala Seorang Putri Kematian

Penulis: Boo Tao
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-10 14:57:46

Kertas pengumuman terbaru mengenai uang-hadiah atas kepala seorang Putri Kematian baru selesai ditempel di papan pengumuman kamp Aliansi Pemburu Hadiah. Jumlah fantastis yang ditawarkan oleh pemerintah pusat kontinen barat Beta Urora, Alice Nebula, berhasil menarik minat para pemburu yang selalu haus akan harta. 

Jumlah ini tentu saja belum termasuk hadiah menggiurkan yang ditawarkan oleh pihak lain di penjuru kontinen barat. Seperti misalnya provinsi Rami menawarkan material langka pembuat pedang; baja Damascus. Lalu Kota Pelabuhan Bargescrow akan memberi sisik milik monster laut; Leviathan, dan beberapa saudagar kaya di Olprone menawarkan sejumlah uang yang tidak kalah besarnya dengan uang hadiah yang ditawarkan Alice Nebula.

Dengan jumlah hadiah yang begitu fantastis, lantas bagaimana cara mengalahkan sang Putri Kematian dan membawa pulang kepalanya dengan penuh kebanggaan? Pembahasan itu tak pernah menemukan titik terang hingga suatu hari, seseorang menyebut North Compass.

“Jika ingin menang melawan Putri Kematian, carilah North Compass. Pusaka primitif itu menyimpan kekuatan besar yang jauh melebihi kekuatan kematian Alvi Veenessa Endley.” Begitulah ucapan sosok laki-laki misterius yang menyembunyikan wajahnya di balik tudung jubah coklat.

Kala itu, dia duduk seorang diri di tengah-tengah aula kamp yang pengap dan pekat akan aroma alkohol. Ia tampak sangat tenang meski dikerubungi puluhan tatapan tak bersahabat. Memang mereka berada dalam satu kamp aliansi, namun tidak ada yang namanya teman atau rekan. Semua adalah pesaing yang saling berebut target dan uang hadiah. 

“Jika benar ada pusaka primitif sehebat itu, kenapa kau sendiri tidak pergi mencarinya? Kenapa kau memberitahu pada kami semua?” Moris Rome, seorang pemburu hadiah kelas hiu bersuara. Rambut merah gelap dan mata sipit adalah ciri khasnya. Ia memiliki pembawaan adem dan lembut. Sama sekali tak terlihat seperti seorang pemburu hadiah. Tapi kiprahnya di aliansi pemburu hadiah tidaklah setenang pembawaannya. Orang-orang secara otomatis bergerak menyingkir setiap kali ia kembali ke kamp. Tak seorang pun yang mau berurusan dengan si Hiu Putih. Sebutan untuknya.

“Bukankah kalian mengincar uang hadiah atas kepala Putri Kematian?” Sosok bertudung itu membalas dengan intonasi yang tetap tenang walau orang-orang sekeliling telah menghindar sejauh mungkin.

Moris mendekat. Ia ingin tahu siapa pria misterius yang berani bicara lancang di kamp ini. “Uang hadiah adalah alasan kita semua ada di sini. Maka tempat ini disebut Aliansi Pemburu Hadiah. Tak terkecuali kau.” 

Dengusan kecil terdengar dari sang pria bertudung. Ia meletakkan kembali cangkir di tangannya. “Aku tidak tertarik dengan uang hadiah yang ditawarkan untuk kepala Putri Kematian. Risiko kehilangan nyawa tidak sebanding dengan bayaran yang ditawarkan.”

“Setelah menarik perhatian kami dengan semua omong besarmu, rupanya kau hanya seorang pengecut,” celetuk salah seorang pemburu hadiah dari meja lain. Jaket denim tanpa lengan yang ia kenakan tampak memamerkan otot-otot lengan yang terbentuk sempurna. 

“Aku memang pengecut dan terlalu takut untuk membalas kematian kedua orang tuaku. Karena itulah aku memberitahu kalian cara menghadapi Putri Kematian,” balas pria bertudung.

“Aku tidak butuh pusaka atau apa pun untuk mengalahkan Putri Kematian. Lihat saja, aku akan  pulang membawa serta kepala wanita itu untuk kalian!” Pria berotot kekar bangkit berdiri dan berjalan keluar. Kelompok pemburunya menyusul ikut di belakang.

Setelah gangguan singkat berlalu, Moris Rome kembali pada pria bertudung yang masih duduk tenang di tempat. “Kau berasal dari kontinen timur?” tanyanya berusaha bersikap ramah demi menggali informasi lebih.

Sejak kontinen timur runtuh dan menjadi Tanah Penghakiman, banyak pengungsi datang ke kontinen barat. Sebagian besar mencari perlindungan ke Alice Nebula, Rami dan Kota Pelabuhan Bargescrow, namun tak sedikit yang datang ke desa Caarcara ini untuk menjadi pemburu hadiah untuk sekedar menyambung hidup.

Moris sudah banyak menjumpai pemburu yang berasal dari kontinen timur. Tapi ia tidak pernah bertemu dengan yang satu ini. Misterius dan memberi aura kuat yang tak bisa dideskripsikan.

“Untuk apa kau bertanya? Sudah tidak ada yang tersisa di sana kecuali Putri Kematian dan pasukan mayat hidupnya.” Pria bertudung menjawab.

“Aku ingin mengajakmu bergabung ke kelompok pemburuku,” ajak Moris cukup tiba-tiba. Tawaran itu seketika mengheningkan suasana aula kamp yang beberapa detik lalu mulai ramai. Jarang-jarang seorang Hiu Putih mengajak seseorang untuk bergabung.

“Kalau kau mengajakku bergabung demi menggali informasi lebih mengenai North Compass, kau sudah salah langkah, Hiu Putih.” Pria bertudung itu meneguk habis sisa minuman di cangkir lalu bangkit berdiri. 

“Aku sendiri tidak tahu banyak kecuali potongan informasi di kertas ini.” Pria itu menyerahkan selembar kertas kecil yang terlipat dua. “Mungkin kontinen tenggara bisa memberi petunjuk lebih karena di sana ada Kerajaan Ishlindisz yang sudah berkuasa berabad-abad lamanya.”

Moris menerima kertas itu dengan ekspresi curiga. “Kau tahu banyak tapi juga menyembunyikan sangat banyak, teman asing,” balasnya dengan suara setengah berbisik sehingga hanya dirinya dan sang pria bertudung saja yang bisa dengar.

“Perburuan lebih asyik jika kau pergi dan mencari tahu sendiri, sobat.” Pria bertudung melewati Moris dan melangkah pergi meninggalkan aula kamp yang mulai sibuk dengan diskusi masing-masing.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Tujuh: Catatan Kaki

    Raka Gilbert Vaiskyler membawa Vania En Laluna Ishlindisz ke sisi lain halaman. Walau jarak dengan pantai tidak sedekat tempat sebelumnya, namun pemandangan akan hamparan lautan masih bisa terlihat jelas. Vania menyentak ringan bahu kanannya sambil mengambil langkah kecil memisahkan diri dari Raka. Tadinya ia sengaja mengikuti skenario yang sengaja diciptakan Raka untuk menjauhi Fhillipe. Namun sekarang akting itu sudah tidak diperlukan. Raka yang sadar diri segera melepas rangkulannya. Dengan sedikit canggung laki-laki itu memasukkan kedua tangan ke saku jaket abu-abu berbahan katun. Matanya mengikuti arah pandang Vania menuju gelombang pasang surut air pantai. “Dulu aku tidak sempat pamit denganmu. Jadi hari ini aku datang untuk mengucapkan salam perpisahan.” Raka bersuara memecah kebisuan di antara mereka. Vania tidak merespons. Matanya menatap sendu pada pantulan semu bulan pada permukaan air laut. “Aku juga berutang maaf dan sepenggal ucapan selamat... atas pernikahanmu.” Su

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Enam: North Compass

    Satu-satunya ruang rapat di lantai tujuh berhasil disulap menjadi seperti kapal pecah oleh Rihan Daniel. Tumpukan buku menggunung di atas meja panjang di tengah ruangan, sementara sampah kertas terlihat bertebaran di lantai beralas karpet. Coretan tulisan berupa detail kejadian demi kejadian yang berlangsung selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir tampak ditempel di atas peta seluruh Beta Urora yang dipampang sangat besar dan mencolok di dinding sebelah kiri dari pintu masuk. Rentetan kisah itu sangat panjang dan tak mungkin habis dalam satu malam jika harus diceritakan.Ada beberapa catatan yang diperoleh Vania dan yang lain setelah selesai dari ruang di lantai tujuh itu. Tentang North Compass maupun kejadian yang terjadi selama dua lima puluh tahun terakhir—atau mungkin lebih lama dari itu, menurut pengakuan Nega Vaiskyler; sang naga api yang terjebak dalam raga anak perempuan manusia.

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Lima: Batas Buram antara Hidup dan Mati (5)

    Rihan mengayunkan pedangnya dengan sangat beringas ke arah Alvi Veenessa Endley. Bilah pedang tajam berwarna hitam dengan ornamen kuning di tengah tampak melesat menuju dada sang Putri Kematian yang tak terlindungi. Namun mau sekuat apa pun Rihan menyerang, sebuah pelindung tak kasat mata selalu berhasil menghentikan amukan pedangnya.“Percuma saja,” ujar sosok yang sedang mengendalikan tubuh Alvi. Ia tidak meremehkan lawannya tapi juga tidak sepenuhnya menganggap serius.Lagi, bola-bola transparan misterius yang sebelumnya juga sempat bangkit dari balik lantai teras mulai terbentuk dan melayang ke antara jarak sempit di tengah kedua orang itu.Rihan seketika melompat mundur menghindari benda menyebalkan yang sewaktu-waktu bisa meledak. Meski sudah mencoba dan gagal beberapa kali, tapi tidak ada gu

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Empat: Batas Buram antara Hidup dan Mati (4)

    Rihan Daniel berdiri seorang diri di teras atas bekas markas Samsara seraya melempar pandangan jauh ke arah lautan. Ia sudah mematung di sana selama hampir dua jam lamanya, seakan tiupan angin laut yang begitu kencang membawa serta dirinya untuk berkelana jauh ke berbagai hal di masa lalu.Namun segala ketenangan yang menyelimuti wilayah paling selatan dari Beta Urora terusik oleh raungan samar seekor naga di kejauhan. Tak lama, makhluk berukuran raksasa yang tinggi hampir setara dengan bekas markas Samsara bertingkat tujuh itu mendarat tepat di samping bangunan bekas markas Samsara. Salah satu sayapnya segera terlipat sempurna, namun satunya lagi hanya terlipat setengah. Ketiga penumpang yang ia bawa di punggungnya pun segera turun dan menapakkan kaki ke atas bangunan dengan memanfaatkan setengah sayap yang terlipat sebagai jembatan.“Vania En Laluna Ish

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Tiga: Batas Buram antara Hidup dan Mati (3)

    “Daniel.” Vania En Laluna Ishlindisz memanggil sambil menjulurkan kepala keluar pintu kamar. Suasana lorong di depan pintu kamar terasa amat sepi dan hening.“Lily?” panggilnya lagi karena sang macan tutul salju juga tak tampak. Bahkan Robo yang selalu siaga di lorong pun tak kelihatan batang hidungnya.Aneh, ada apa dengan mereka? Apa yang sedang Rihan Daniel rencanakan?Vania ragu selama beberapa waktu, mempertimbangkan apakah dirinya harus memanfaatkan kesempatan ini untuk lari atau tidak. Segala kemungkinan yang berhasil dipikirkan tidaklah memberinya alasan untuk tetap tinggal. Keberadaan Alvi sendiri yang belum diketahui semakin membulatkan tekad Vania untuk pergi dari sini selagi bisa.Degup jantung berdetak kencang sewaktu Vania berhasil m

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Dua: Batas Buram antara Hidup dan Mati (2)

    Sebuah kamar tidur di lantai paling atas memiliki pencahayaan serta pemandangan menghadap laut yang paling strategis. Sinar matahari pagi akan langsung menyongsong masuk melalui jendela serta pintu kaca balkon. Sementara pada malam hari, akan ada pemandangan lautan bintang berkelap-kelip di langit gelap, menciptakan ilusi indah yang tak pernah disaksikan Vania bahkan di istana Kerajaan Ishlindisz sekali pun.Suasana bekas markas Samsara yang senyap di wilayah paling selatan Beta Urora sungguh memberi ketenangan tersendiri pada Vania. Wanita itu bahkan sudah tidak ingat kapan terakhir kalinya ia merasa rileks dan sedamai ini. Mungkin sebelum kekacauan di kontinen tenggara terjadi, atau mungkin jauh sebelumnya sewaktu dirinya masih seorang remaja naif. Tapi, duduk bersandar di tempat tidur sambil menikmati pemandangan di luar jendela... apakah dirinya masih pantas mendapatkan kemewahan ini?

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh Satu: Batas Buram antara Hidup dan Mati (1)

    Suara pertarungan. Jeritan frustrasi Alvi.Tawa Kirra Anggriawan.Semua itu bersahut tak karuan di dalam kepala Vania mengiringi sisa-sisa kesadaran yang ia miliki. Tubuhnya mati rasa. Luka fatal yang membelah dadanya tak lagi terasa sakit. Bahkan hangatnya genangan darah yang mengalir keluar sudah tidak dirasakan. Lalu, rasa dingin mulai menjalar. Suara langkah kaki terdengar mendekat lalu berhenti. Vania ingin bersuara, ingin menyampaikan kalau ia masih hidup. Namun ambang batas antara hidup dan kematian begitu dekat dengannya. Vania tak bisa berbuat apa-apa selain terus menatap cahaya kecil yang perlahan-lahan menjauh dan memudar. Ia sekuat tenaga mengangkat tangan, berusaha menjangkau cahaya redup yang menjadi satu-satunya alasan untuk bertahan.“Nyawa Alvi Veenessa Endley adalah segala-galanya. Kali ini aku tidak akan melepaskan tanganku lagi.” Rihan Daniel berkata bersamaan dengan tarikan pelan di ujung kaos lengan panjang yang ia kenakan.Laki-laki itu refleks berbalik dan se

  • The North Compass   Catatan Keempat Puluh: Langit Barat

    Sambut tak menyenangkan yang diberikan oleh naga-naga Waldermar disaksikan secara diam-diam oleh raja Kaum Naga itu sendiri. Laki-laki yang terlihat masih sangat muda itu menatap datar menyaksikan perlakuan Kaumnya pada para tamu asing. Bahu kirinya bersandar rileks pada sebatang pohon, sementara kedua tangannya terlipat di depan dada.“Aku akan menghentikan mereka.” Julius Aditya Kane tak kuasa menahan diri melihat perbuatan para Waldermar. Ia telah maju selangkah ketika tangan kanan Raka Gilbert Vaiskyler menghentikannya.“Tunggu sebentar,” pinta sang raja Kaum Naga tanpa melepas pandangan. Ada suatu hal yang ingin ia pastikan, dan momen ini adalah kesempatan satu-satunya.Dari jauh Alvi tampak bangkit dan melesat sangat cepat hingga Raka sendiri spontan mengernyit takjub. Laki-laki itu ham

  • The North Compass   Catatan Ketiga Puluh Sembilan: Setelah Pertarungan

    Vice Kyle jatuh berlutut dengan napas tersengal-sengal. Sesuatu yang sepintas terjadi barusan hampir menguras habis seluruh tenaga dan kekuatannya. “Sial, mau sampai kapan kau keras kepala seperti ini?” gumamnya setengah kesal, setengah lega.Mayat hidup yang tersisa di kawah tinggal kurang dari tiga puluh. Seharusnya Vice bisa menyelesaikan dengan lebih cepat seandainya hal mendadak itu tidak terjadi.Satu gerakan melingkar secara horizontal dari senjata rantai panjang mengakhir pertarungan tak seimbang di dasar kawah ini. Senjata berwarna hitam keseluruhan itu menyusut menjadi lebih pendek dan tampak seolah-olah hidup karena bergerak luwes kembali pada Vice. Tingkahnya seperti anak kecil yang meminta pujian setelah melakukan tugasnya dengan sangat baik.Vice mengusap lembut puncak mata rantai yang berb

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status