Share

The North Compass
The North Compass
Author: Boo Tao

Catatan Pertama: Wanita yang Dijuluki Putri Kematian

“Itu dia!!! Di atas sana! Serang! Serang sekarang juga!!!” Jeritan bernada memerintah terdengar nyaris bercampur aduk dengan letupan meriam beserta bunyi senjata api yang ditembak secara bertubi-tubi.

Timah panas secara serentak meluncur bagai kilat menuju hanya kepada satu sasaran di atas bangunan berlantai lima. Namun sebelum peluru-peluru itu menembus, mencabik daging segar sasarannya, api berwarna hitam telah lebih dulu membara, menyambar, sekaligus melumpuhkan serangan tersebut. Tak satu pun peluru yang lolos. Semua habis disantap oleh api kematian yang identik akan warna hitam pekat. 

“Percuma saja! Serangan kita tidak mempan!” Seorang prajurit menyahut dengan suara putus asa. Bagaimana pun usaha mereka, tidak ada satu pun yang berhasil melukai sosok yang berdiri di atap bangunan di depan sana.

“Kalau kau punya waktu meratapi kegagalan, lebih baik kau pakai waktumu itu buat terus menembak!” Komandan batalion yang sebelumnya memberi perintah merespons. Meski hanya ada secercah kecil harapan untuk memenangi pertempuran ini, tapi ia tidak menyerah. Apa pun caranya, wanita yang dijuluki Putri Kematian itu harus ia taklukkan di sini, di kontinen timur Beta Urora ini!

Alvi Veenessa Endley, sosok wanita pemilik api kematian yang menjadi lawan tunggal dari tiga batalion yang bersenjatakan meriam dan senjata api, menatap datar dengan wajah kaku tanpa ekspresi. Ia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan bola api kematian seketika terbentuk di atas telapak tangan yang terbuka. Energi hitam pekat yang terkesan amat sangat berbahaya berkumpul mengitari bola api tersebut. Alvi masih menahan serangannya sembari mengamati wajah-wajah ketakutan dari cacing-cacing kecil di bawah sana. Tanpa sadar ia tersenyum menikmati.

Api kematian adalah wujud kekuatan api berwarna hitam pekat yang mampu membakar habis apa saja hingga tak menyisakan sebutir debu pun. Tak peduli itu makhluk hidup atau pun benda mati. Naif jika berpikir meriam atau senjata api mampu melumpuhkannya.

“Sudah cukup main-mainnya.” Alvi akhirnya mengepal erat tangan kanan yang masih terangkat. Bola api kematian seketika meledak menjadi bunga-bunga api kecil ke segala penjuru arah bagai tetesan hujan. 

Api merah normal yang sebelumnya mewarnai setengah wilayah pertempuran, perlahan-lahan memudar akibat dominasi api hitam kematian. Butuh beberapa detik saja sampai seluruh warna merah membara berubah menjadi hitam pekat muram dan hanya menyisakan satu-satunya cahaya terang milik bulan purnama di malam itu.

Melalui cahaya bulan itulah para pasukan batalion bisa menyaksikan sendiri pemandangan mengerikan akan kebangkitan rekan-rekan sesama prajurit yang seharusnya telah gugur akibat kekuatan kematian kedua milik sang Putri Kematian. Kekuatan korosif yang mampu membusukkan apa saja. Alvi Veenessa Endley tampak membangkitkan mereka yang setengah raganya telah dilahap kekuatan itu dan menjadikan mereka sebagai bagian dari pasukan mayat hidupnya. 

Walau jiwa tak lagi bersemayam di tubuh prajurit-prajurit malang, meski wajah telah rusak dan raga tak lagi sempurna, namun mereka bergerak dan terlihat seolah-olah hidup. Mayat-mayat yang baru saja dibangkitkan itu mengangkat senjata masing-masing dan mulai menyerang jiwa-jiwa yang masih bernapas. Menyerang rekan sesama prajurit batalion yang dulunya pernah berjuang bersama-sama.

“Argghh—!!!”

“Jangan! To—Tolong!!!”

“Komandan!!! Komandan!!!” 

“Ada apa ini!? Apa yang terjadi!!!?” 

Pekik panik bercampur dengan suara tembakan ragu-ragu di baris belakang memecah konsentrasi lelaki yang berkumis tipis di baris depan. Beberapa lencana kehormatan terjurai di dada seragam hijau lumutnya sementara tanda pangkat terlihat menghiasi bahu. Dia adalah komandan utama atas tiga batalion yang total berjumlah tiga ratus lima puluh pasukan bersenjata lengkap. Gori Shelder adalah namanya. Dia didatangkan dari pemerintah pusat kontinen timur Beta Urora dan ditugaskan untuk menghentikan invasi Putri Kematian. 

“Jangan panik! Tetap pada formasi kalian dan jangan ragu untuk melepas tembakan!” perintahnya seraya berusaha menganalisis perubahan situasi. 

Sial! Ada berapa banyak kekuatan kematian yang wanita itu miliki? Gori Shelder bertanya-tanya. Bahkan informasi dari pemerintah pusat kontinen timur maupun Alice Nebula—pusat kontinen barat Beta Urora—tidak pernah mencatat mengenai kebangkitan mayat. Kabar yang selama ini beredar di kontinen timur pun hanya sebatas api kematian semata. Gori harus lebih ekstra memutar otaknya mencari cara untuk menang.

“Terlalu lambat.” Alvi menurunkan tangan kanannya memberi perintah tanpa kata. Mayat-mayat hidup seakan mendapat lampu hijau dari sang pencipta dan serentak melesat liar menerkam prajurit batalion yang ada di baris depan.

Kebrutalan serangan yang begitu mendadak mengejutkan prajurit Gori Shelder. Mereka tidak sempat bereaksi sewaktu jemari tangan yang hanya berlapis kulit keriput mencengkeram kasar wajah mereka. Tangan lain bergerak gesit menembus dada dan menarik keluar jantung yang masih berdetak.

Darah merah segar dengan cepat membanjiri tanah. Pekik pilu terdengar silih berganti dan Gori Shelder cuma bisa menyaksikan tanpa mampu berbuat banyak. 

Pertempuran ini mustahil dimenangkan...

Segera, kontinen timur Beta Urora akan jatuh ke tangan Putri Kematian. Ke tangan seorang Alvi Veenessa Endley.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status