Beranda / Fantasi / The Peacemaker / Bab 2. Kematian Arga dan Sando

Share

Bab 2. Kematian Arga dan Sando

Penulis: riwidy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-22 14:46:43

"Bumintara mengutuk dan mengusir manusia yang membuat kerusakan di atasnya. Entah kini atau ... nanti."

Arga akhirnya terbangun dari pingsannya dan dia kaget mengetahui hari sudah gelap. Perlahan Arga merangkak masuk rumah. 

Arga merasa nyawanya seakan sudah di ujung mau lepas. Badannya terasa sangat sakit semua dan makin lemas. Sesak dadanya juga mulai timbul lagi. Arga berusaha menenangkan dirinya lagi. Dia belum boleh mati! Dia harus hidup! 

"Aku harus menambah tenagaku! Mungkin aku tidak boleh pesimis. Overthinking menderaku. Apa yang harus kulakukan, ya Alloh?" Arga menangis seperti anak kecil, toh tak ada lagi orang di sekitarnya, dia bebas berekspresi. 

Perlahan Arga menghampiri lemari kecil di dapur. Tempat biasa ibunya menyimpan bahan makanan. Ternyata hanya tersisa beberapa liter beras, kentang, dan ubi jalar. Juga ada beberapa cabe kering, ebi dan ikan asin. Tak apalah Arga merasa bersyukur. 

Arga hanya bisa membuat bubur dari bahan-bahan tersebut. Walau bubur buatannya tak seenak buatan ibunya, Arga merasa lega bisa makan dan menambah tenaga. 

Arga lalu meraih buku catatannya dan mulai menulis semua kejadian memilukan akhir-akhir ini. Semua dicatatnya dengan rapi. Dari penyebab, tujuan dan dendam yang membara di jiwa keluarganya.

"Aku harus menuliskan apa pesan ayah dan ibu juga. Pemikiran Arya juga dendamku. Semuanya!" Arga bertekad keras meski tubuhnya makin lemah.

"Semoga ada seseorang dengan kekuatan besar menemukan buku ini, sehingga bisa diketahui alasan dan betapa menderitanya kami oleh sistem teknologi yang dicanangkan oleh 7 penguasa. Lalu dia mau melakukan balasan atasnya, Aamiin." Arga berharap pasrah. 

Dia tahu saat ini kebanyakan saudara dan tetangga mati, bagaimana dia berharap ada keajaiban? Seseorang dengan kekuatan besar? Ini seperti mimpi indah di siang bolong saja. Sangat susah bisa jadi kenyataan.

Arga memang hanya berusaha, semaksimal dan sebisanya untuk meninggalkan jejak berupa catatan. Kejahatan 7 penguasa harus diungkap. Titik! 

Sampai tiga hari kemudian, Arga terus berusaha bertahan hidup. Dia hanya bisa memakan sedikit karena kemauannya hidup yang masih besar, telah semakin kalah dengan rasa sakit yang mendera fisik maupun psikisnya dengan kejam. 

"Hidupkan aku lagi, ya Alloh, meski sesaat kusyukuri. Sehingga aku bisa meneruskan perjuangan ini, membalaskan dendam orang-orang tertindas di bumintara!" bisik Arga melemah lalu dengan hentakan nafas terakhir dia meninggal di usianya yang ke-30. Tanpa siapapun menemaninya. 

***

Sementara itu di tempat yang berbeda, juga ada seorang pemuda yang juga sekarat. Di sisinya nampak seorang gadis muda menjaganya dengan uraian air mata yang semakin deras.

"Kak Sando, jangan tinggalin Maya!" Gadis berusia 17 tahun ini begitu mencintai pemuda miskin ganteng di hadapannya. Sudah dua tahun mereka menjalin hubungan diam-diam.

"Ma ... Maafkan kakak, May. Kakak sudah tidak kuat lagi. Ke ... Ka ...Kammuu harus hiiidupp ... yang baikkk ya?" Sando mulai bergetar dan putus-putus suaranya. Dia tak tahu serangan badai teknologi ini begitu keras dan sakit menghantam dadanya. 

"Kakakkkkk! Maafkan Maya! Seharusnya Maya mengirimkan masker ini lebih cepat. Maafkan kealpaan dan kebodohanku, Kak." Maya kebingungan dan berusaha menggosok jemari tangan kekasihnya, tetapi tak ada guna. Semua sudah terlaku dingin.

"Bu ... Bub ... bukan salahmuuu, Sayang. Senyumlah dan ... dan terus  ... ber ... bersemangat ya? Selamat tinggal, Maya. Kalau memang ... kita ... berjodoh ... kita pasti akan bertemu ... lagiii! Aaaarghhh." Sando terkulai lemas kehilangan nyawanya. 

"Kakakkkkk! Kenapa Kakak Sando meninggalkan Maya? Huhuhuhu. Aku memang bodoh! Aku benci mereka yang menyebabkanmu sangat menderita begini, Kak!" Maya terus menangis tanpa henti. Wajah cantiknya jadi demikian kacau hari ini.

Hari-hari kelabu Maya di mulai hari itu. Sepanjang hidupnya sebagai Putri konglomerat, membuatnya tak mengerti arti kesedihan sama sekali. Apalagi setelah hari bahagia bersama kasih Sando. 

Baru kali ini, hari ini, dia merasakannya dan membuatnya terus menyimpan dendam. Sebuah dendam kepada keluarganya sendiri yang adalah penguasa nomer 7!

"Beristirahatlah dengan tenang, Kak Sando. Maya janji akan menyusun kekuatan mulai hari ini,  untuk membalaskan dendam di hati kita!" Maya mengusap wajah kekasihnya dengan sepenuh rasa cinta.

Baginya kasih Sando sangat berarti bagi hidupnya selama 2 tahun terakhir ini. Sikap dewasa kekasihnya juga kesabarannya membimbing Maya yang temperamental dan manja sangat membekas. Tak ada teman dari keluarga kaya yang bisa mempesonanya seperti Sando. 

"Kak Sando, selamat jalan. Tunggu Maya di sana. Maya akan menyusulmu segera setelah membalaskan dendam ini. Tunggu ya, Kak?" Maya terus bersedih, bermuram durja dan menganyam dendam.

***

Kerusakan ternyata bukan hanya terjadi di kediaman masyarakat miskin. Dampak penerapan teknologi ini juga mengguncang sisi keanggunan kaum elite. 

Mungkin memang bukan kematian yang abadi  menyakitkan, tetapi ada beberapa kejadian memilukan yang terjadi seperti kejadian terpisahnya sepasang kekasih Maya Sando. Itu bukan masalah sepele karena menimbulkan trauma bagi Maya dan berefek pada keluarga besarnya di kemudian hari.

Beberapa kaum elite juga tak suka, kini mereka banyak kehilangan pekerja yang sehari-hari membantu pekerjaan berat di rumah atau di sawah. Lalu siapa lagi bisa jadi pembantu? Saat mereka banyak yang mati? Tentu sesama kaum elite tak sudi jadi pembantu bagi lainnya. 

Hanya orang tertentu, yang bermurah hati memberikan masker cuma-cuma kepada para pekerjanya, masih bisa bertahan dengan tenang. Mereka juga mengutuk diam-diam kebijakan 7 penguasa yang dinilainya sangat gegabah. 

"Bagaimana bisa mereka berpikir seegois itu? Demi kekayaan yang makin banyak? Cuihhh! Kita orang kaya juga butuh orang di bawah kita! Apa mereka terlalu pintar sehingga lupa berpikir hal sesederhana ini? Dasar manusia buas!" gumam kesal penguasa ke-8 yang memang selalu anti dengan tindakan sewenang-wenang seniornya. 

Di tempat mewah yang berbeda, juga ada kesibukan tersendiri, dari penguasa ke-9. Usianya yang masih muda, karena kekayaan ini peninggalan ayahnya, membuatnya bisa berpikir seperti anak muda berpendidikan layaknya. 

Dia mengumpulkan banyak pegawai dan keluarganya yang selamat dari bencana yang lalu dalam satu rumah besar di belakang rumah utamanya. Tak sayang dia memborong banyak masker untuk melindungi tak hanya pegawainya tapi juga keluarganya. 

"Apa kalian baik-baik saja? Bagaimana keluarga kalian?"

"Baik semua alhamdulillah, Tuan Alan. Terimakasih Tuan sudah demikian murah hati menolong kami sekeluarga. Kami janji, kemanapun akan ikut Tuan," jawab salah satu wakil para pegawai itu.

"Syukurlah kalau kalian sekeluarga baik-baik saja. Aku tak rugi apapun, hanya berusaha melindungi keluargaku sendiri. Pegawaiku seperti keluargaku sendiri bagiku. Kasihan sekali banyak dari mereka yang tak tertolong di luar sana. Teman, tetangga atau saudara kalian telah  meninggal secara mengenaskan! Memang tindakan 7 penguasa benar-benar biadab dan tak dipikirkan dampaknya!" Alan nampak gemas, marah dan mengepalkan kedua jemari tangannya. 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Peacemaker   Bab 74. Kelihaian Maya Teruji

    "Seseorang yang pernah teruji akan selalu mendapatkan ujian tersulit dan lebih mudah untuk menghadapinya dan lolos darinya."Bau desinfektan yang dingin dan aroma metalik yang menusuk seolah mengukir pengalaman pahit di indera penciuman Maya, melebur dengan dendam yang mendidih di dalam dirinya. Pintu kamar berderak tertutup, mengunci ia dalam sangkar emas, namun sekaligus mengobarkan api revolusi dalam jiwanya. Pergelangan tangannya masih terasa perih, sebuah pengingat fisik akan cengkeraman ‘Sando’ dan kebrutalan papanya. Air mata telah kering, digantikan oleh kilatan tekad yang membara. Ia tidak akan tinggal diam.Maya melangkah menuju jendela anti-peluru, menatap siluet kota Bumintara yang benderang di bawah sana. Kota yang papanya klaim sebagai miliknya, namun yang jiwanya telah ia cemari. Sebuah ide mulai terbentuk di benaknya, rumit, berbahaya, namun satu-satunya jalan keluar.“Sistem kontrol kamar,

  • The Peacemaker   Bab 73. Maya Tertangkap

    "Peperangan selalu menyebabkan korban dan masyarakat biasa tanpa perlindungan yang paling banyak menderita."Bau ozon yang pekat masih menempel di hidungnya, bercampur dengan aroma logam dingin dari interior kendaraan gelap yang melaju cepat, seolah mengukir pengalaman buruk itu di indera penciumannya. Maya duduk terpaku, pergelangan tangannya terasa perih di tempat cengkeraman 'Sando' mendarat. Ia tahu ia tidak seharusnya terpaku, ia tahu ia harus berontak, tapi pikirannya masih berputar-putar, terjebak di antara kengerian melihat kekasihnya menjadi boneka dan kemarahan tak terbatas pada papanya. Air mata yang sempat mengalir deras kini mengering, menyisakan jejak asin di pipi. Kendaraan itu berhenti dengan sentakan pelan. Pintu terbuka, memperlihatkan lorong-lorong berlampu redup yang sangat familiar, namun kini terasa asing dan dingin. Ini adalah salah satu markas tersembunyi Mr. Albert, tempat ia sering dibawa papanya saat kecil untuk ‘melihat pekerjaan Papa’. Maya digiring mas

  • The Peacemaker   Bab 72. Kekejaman Teknologi

    "Teknologi adalah pilihan : akan dibawa untuk kebaikan atau kerusakan lebih lanjut?"Arga segera menarik Maya ke belakang meja kontrol, melindunginya. “Siapkan pertahanan! Aktifkan semua perisai energi!”Dari layar monitor, terlihat beberapa sosok berseragam hitam dengan perlengkapan tempur lengkap menyusup ke dalam kompleks markas. Mereka bergerak cepat, terkoordinasi, menonjolkan pelatihan militer tingkat tinggi.Tapi yang membuat Arga dan Ryan merinding adalah sosok di paling depan. Pria dengan perawakan atletis, mengenakan pakaian gelap tanpa seragam, dan masker yang menutupi separuh wajahnya. Matanya… sama persis dengan yang mereka lihat di video.“Itu dia…” desis Maya, suaranya penuh kengerian. “Sando.”“Tidak, Maya. Itu bukan dia,” Arga meyakinkan, namun keraguan mencengkeram hatinya. Jika itu benar Sando, bagaimana mereka bisa melawannya?

  • The Peacemaker   Bab 71. Revitalisasi Genetik

    "Kekuatan terbesar yang diperbesar oleh kejahatan akan berakhir sia-sia pada akhirnya."Keringat dingin membasahi punggung Arga. Pertanyaan Maya menghantamnya seperti palu godam. Ia memang pernah mendengar tentang teknologi manipulasi pikiran yang dikembangkan oleh beberapa penguasa, tapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa seorang Mr. Albert, musuhnya nomer satu, sudah menguasai itu. Ini berita yang teramat buruk. Teknologi mutakhir di tangan orang jahat adalah bencana paling menakutkan.Jika memang nanti Sando benar-benar hidup kembali dengan ingatan yang diubah dan diatur untuk pro musuh, dan diarahkan untuk melawan mereka, itu akan menjadi senjata paling mematikan.Ryan, yang tadinya terdiam, kini berlutut juga di samping Maya. “Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi, Maya. Kita harus menemukan bukti tentang proyek ‘revitalisasi genetik’ itu. Kita harus tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Kau bilang ada fasilitas rahasia?”Maya mengangguk, sedikit tenang dalam pelukan Arga. “A

  • The Peacemaker   Bab 70. Kenangan Sando

    "Kehilangan seseorang dalam hidup membuat kita menyadari arti kehadirannya saat dia masih ada."Keheningan di markas bawah tanah Arga, pasca panggilan terputus dari Mr. Albert, terasa lebih mencekik dari biasanya. Jika sebelumnya hanya ancaman yang mengudara, kini bayangan kelam Sando, kekasih Maya yang telah tiada, melayang-layang, membangkitkan kengerian baru. Dinginnya ruangan, yang semula hanya masalah fisik, kini meresap ke dalam jiwa, membekukan harapan.Maya masih berdiri mematung di depan layar monitor, jemarinya terkepal erat pada botol air mineral yang telah penyok. Matanya berkaca-kaca, namun ada determinasi pahit yang tersirat di sana, seolah ia bersiap menghadapi hantu terburuk dari masa lalunya.“Sando… Papa tidak akan melepaskan kenangan tentang Sando begitu saja,” bisik Maya, suaranya parau.Ia menoleh ke arah Arga dan Ryan, sorot matanya yang biasanya penuh percaya diri kini d

  • The Peacemaker   Bab 69. Firasat Tajam Maya

    "Terbiasa tertekan dan bersikap berlawanan dengan hati nurani, membuat sesorang bisa berfirasat tajam jika ada lawan yang bersikap serupa."“Papa tahu, satu-satunya cara untuk menghancurkanku, untuk membuatku ragu, adalah dengan mengungkit kembali Sando-ku,” Maya menjelaskan, suaranya bergetar. “Ia bisa memutarbalikkan fakta, menciptakan narasi palsu yang menempatkan kita dalam posisi bersalah atas kematian Sando, atau bahkan mencoba mengklaim bahwa ia peduli terhadap Sando.”“Itu tidak masuk akal,” Ryan menyahut, nada suaranya tak percaya. “Bagaimana mungkin ia peduli? Ia yang menyebabkan Sando meninggal!”“Bagi Papa, logika dan kebenaran adalah alat yang bisa dibengkokkan sesuai kebutuhannya,” Maya menimpali, senyum miris terukir di bibirnya. “Ia adalah master dalam menciptakan ilusi. Ia bisa menyebarkan propaganda bahwa Sando adalah korban dari ‘kecerobohan pemberontak’ atau bahkan bahwa Arga adalah dalang di balik semua kekacauan yang menewaskan Sando dan ribuan lainnya. Ini aka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status