Beranda / Fantasi / The Peacemaker / Bab 1. Kematian Ayah, Ibu, dan Adik Arga

Share

The Peacemaker
The Peacemaker
Penulis: riwidy

Bab 1. Kematian Ayah, Ibu, dan Adik Arga

Penulis: riwidy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-22 14:44:02

"Kekacauan karena ulah  manusia menyebabkan amburadulnya sistem keseimbangan alam."

Bumintara berubah dalam bak sekejap mata,  menjadi keping-keping tak bermakna, membuat lara merana. 

Andaikata bumi itu bernyawa, niscaya dia sudah menangis dalam diam. Dalam derita tak berkesudahan yang tak lagi berdaya disuarakan. Karena suara itu sendiri sudah  kehilangan maknanya sejak lama.  

Kali ini bumintara membawa penghuninya ikut menderita. Para manusia yang tak berdosa merasakan kekejaman teknologi kekinian yang diusung manusia lainnya yang tak berhati.  

Satu keluarga nampak sekarat menunggu saatnya tiba. Ayah Ibu dan dua anaknya.  Berhari-hari tersiksa tanpa kejelasan nasib, nyawa yang sudah mengintip di balik tipisnya kulit nampak gelisah. 

"Arga,  bagaiman kkkau,  Nak?"tanya wanita yang disebut ibu  oleh Arga itu.

"Aku sementara ini masih baik-baik saja,  Bu.   Ibu ... Apa yang bisa Arga lakukan?" Arga yang saat ini sebenarnya juga dalam  keadaan payah, dengan nafas satu dua, berusaha membangkitkan semangat bundanya tercinta. 

"Kita tak bisa melakukan apa-apa, Arga. Semua ini jadi takdir bagi keluarga kita. Lihat adikmu,  dia sudah mendahului kita semua, padahal paling muda huhuhu. Ibu sangat benci pada pembuat kerusakan bumi ini.  Bisa bahagiakah mereka?  Diatas penderitaan sesamanya?" Ibu Arga terus menangis terisak dengan wajah pucat pasi. 

Arga tak bisa menjawab apa-apa.  Dia hanya bisa memegangi tangan ibunya dengan perasaan hancur.  Di sana,  di posisi paling sudut, dekat pintu,  adiknya yang baru berusia 20 tahun sudah lepas nyawanya beberapa menit yang lalu tanpa banyak protes. 

"Ayah,  bagaimana Ayah?" Arga merangkak mendekati ayahnya yang sudah terdiam. Tubuh ayahnya memang sudah lemah dari sebelum serangan ini datang.  

"Ayahmu sudah sangat dekat ajalnya,  Nak.  Hiks huhuhu.  Kasihan beliau." Ibu Arga memegangi tangan anaknya yang bertubuh kurus tinggi dan wajah  biasa ini. 

"Kasihan ayah,  ya Bu?" tanya Arga sambil menjambaki rambut keritingnya,  berusaha menahan rasa sesak yang membelenggu dadanya.  Dia sangat sedih, bencana ini sangat terkutuk! Manusia sesamanya yang membuatnya benar-benar tak ada hati!

Tiba-tiba,  mata pria tua itu terbuka,  dia mencari sosok anak sulungnya.  Meski sebentar saja,  ucapannya sangat tegas penuh kemarahan. 

"Arga,  bertahanlah hidup,  Nak.  Coba kau pakai masker pelindung rancangan ayah seadanya di kamar kerja.  BALASKAN DENDAM masyarakat sesama kita yang miskin dan terbunuh ini,  Arga!  Jangan me...  nye... rah! Ibu ...  Arga. Maaf ...  kan ayah,  tak bisa melindungi kita semua ya?" Tubuh pria tua itu menggelepar,  seperti mendapat serangan jantung hebat. Lalu tubuhnya semakin berkurang getarannya, sampai akhirnya benar-benar terdiam untuk selamanya.  

Ibu Arga dan Arga cuma bisa menangis tanpa bisa melakukan bantuan apapun.  Mau minta bantuan ke siapa?  Semua tetangga sudah mengalami hal yang sama.  Aparat sudah tidak bisa diharapkan lagi, karena sudah jelas mendukung program teknologi baru dari tujuh penguasa itu. 

"Pergilah,  Arga huhuhu.  Ambil masker pelindung yang ayahmu buat. Tunaikan rasa dendam kita semua.  Huhuhuhu hiks." Ibu Arga merasa semakin lemas,  dadanya rasanya seperti terbakar.  

"Apa ada fungsinya, Bu?  Arga juga sudah lemah saat ini,  semua sudah terlambat." Arga mengusap air matanya yang seakan tak pernah mengering.  

"Tak apa-apa, Nak. Tidak ada yang benar-benar berakhir sampai semua memang sudah berakhir.  Ada kesempatan membalikkan keadaan dalam setiap detik.  Berusahalah keras sampai detik akhir dalam hidup ... mu. Sel ... lamat ting ...  nggal anakku,  Arga, keep fighting! Allohu Akbar!"Ibu Arga pun meninggal dalam keadaan tersiksa.  Tidak ikhlas dan jauh dari rasa damai. 

Arga menangis keras.  Dia kini hanya sendirian.  Benar-benar tinggal sendirian dalam rumah kecil sederhana ini.  Betapa naas nasibnya!  Penguasa tujuh terkutuk!  

Kesederhanaan alias kemiskinan akut yang membuat mereka tak mampu membeli masker pelindung. Sebuah masker yang bisa melindungi dari efek penerapan teknologi itu. 

Masker yang sebenarnya sudah disediakan tujuh penguasa, tetapi berharga fantastis dan tak lebih hanya terasa semacam ejekan bagi orang-orang pinggiran seperti keluarga Arga.  

Kembali merangkak,  Arga menggeserkan tubuhnya merayap mendekati kamar ayahnya untuk mengambil masker ala-ala buatan ayahnya sendiri. Arga sebenarnya tak yakin,  dia hanya berusaha hidup sampai kematian  menghampiri.  Melakukan apa yang Ayah dan ibu pesankan terakhir dalam hidup mereka.  

Selama masa meregang nyawa tadi mereka berempat memang berkumpul tergeletak di ruang tengah dan menelan pilu bersama, saat nyawa pelan-pelan pergi dari satu persatu tubuh orang kesayangan. 

Arga memakai masker itu.  Memang bentuknya sangat biasa,  berbeda jauh dari mode masker keluaran penguasa tujuh.  Tapi ajaib,  Arga bisa merasakan nafasnya kini lebih lega,  tak menyakitkan dan sesak seperti tadi. 

Ayah Arga almarhum memang pandai.  Sayangnya Arga tak banyak menuruni sifat kecerdasan ayahnya, mungkin adiknya Arya akmarhum yang lebih menuruninya.  Arga menuruni sifat bekerja keras tanpa menyerahnya ayahnya saja.  

Arga lalu terbaring sejenak untuk mengembalikan tenaganya.  Sementara pikirannya jauh mengelana memikirkan langkah selanjutnya.  

Setelah beberapa jam terbaring, Arga berniat menguburkan tiga jenasah keluarganya dengan lebih mnusiawi.  Dengan sisa tenaga yang tak banyak dan makin berkurang, serta rasa sesak di dada yang mulai timbul lagi,  pelan-pelan Arga membuat lubang yang tak terlalu dalam di belakang rumahnya.

Satu demi satu diseretnya tubuh adik,  ayah dan ibunya dengan penuh cucuran air mata.  Dibaringkannya dalam lubang tersebut ketiganya sekaligus, karena Arga tak mampu menggali lubang lagi.  

Arga berdoa dalam tangisan pilu, saat menghantarkan ketiga orang tercintanya itu.  Lalu cepat ditutupinya dengan beberapa kayu agar tak digali hewan,  lalu juga dilapisi gundukan tanah tersisa sampai semua rapi tertutup.  

Saat semua berakhir,  Arga pun jatuh pingsan di dekat makam keluarganya. 

***

Sementara itu keadaan Bumintara makin kacau.  Tidak hanya banyak orang-orang miskin meninggal,  tapi juga keadaan bumi yang banyak mengalami kerusakan. 

Apakah para 7 penguasa itu tidak memikirkan teknologi baru yang mereka agung-agungkan itu bisa sangat percuma keberadaanya?  Apabila orang-orang yang  seharusnya bisa menikmatinya malah banyak yang meninggal?  

Ataukah keberadaan teknologi itu memang hanya diperuntukkan bagi orang kaya saja?  Itu sungguh naif dan egois. Karena sejatinya teknologi digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,  tanpa memandang jenis kekayaan rakyatnya.  

Apakah para 7 penguasa lupa dengan kekuatan manusia besar yang ada pada 70% rakyat Bumintara yang malangnya tergolong biasa dan miskin ini? Sejatinya teknologi secanggih apapun bisa dikalahkan oleh otak manusia yang lebih banyak.  

Terlalu banyak yang bisa terjadi dengan kekuatan penyatuan manusia,  apalagi yang dalam keadaan tertekan,  kehilangan,  marah dan tertindas!

Mungkin memang saat ini 7 penguasa masih di atas angin.  Dan mereka telah lupa darimana mereka dulu berasal.  Dan niscaya kesombongan atas keadaan yang 'menang' ini hanya bersifat sementara. Kekuatan lain tak terlihat mulai menyusun rencana menggulingkannya!  

Dan itu bisa dipastikan dimulai dari sesosok lemah anak manusia seperti Arga. 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
teknologi apa ya?
goodnovel comment avatar
Akselia Ivona
semangat kak.........
goodnovel comment avatar
Joshie_djw
Bisa di jadiin buat sindir pemerintah juga nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • The Peacemaker   Bab 74. Kelihaian Maya Teruji

    "Seseorang yang pernah teruji akan selalu mendapatkan ujian tersulit dan lebih mudah untuk menghadapinya dan lolos darinya."Bau desinfektan yang dingin dan aroma metalik yang menusuk seolah mengukir pengalaman pahit di indera penciuman Maya, melebur dengan dendam yang mendidih di dalam dirinya. Pintu kamar berderak tertutup, mengunci ia dalam sangkar emas, namun sekaligus mengobarkan api revolusi dalam jiwanya. Pergelangan tangannya masih terasa perih, sebuah pengingat fisik akan cengkeraman ‘Sando’ dan kebrutalan papanya. Air mata telah kering, digantikan oleh kilatan tekad yang membara. Ia tidak akan tinggal diam.Maya melangkah menuju jendela anti-peluru, menatap siluet kota Bumintara yang benderang di bawah sana. Kota yang papanya klaim sebagai miliknya, namun yang jiwanya telah ia cemari. Sebuah ide mulai terbentuk di benaknya, rumit, berbahaya, namun satu-satunya jalan keluar.“Sistem kontrol kamar,

  • The Peacemaker   Bab 73. Maya Tertangkap

    "Peperangan selalu menyebabkan korban dan masyarakat biasa tanpa perlindungan yang paling banyak menderita."Bau ozon yang pekat masih menempel di hidungnya, bercampur dengan aroma logam dingin dari interior kendaraan gelap yang melaju cepat, seolah mengukir pengalaman buruk itu di indera penciumannya. Maya duduk terpaku, pergelangan tangannya terasa perih di tempat cengkeraman 'Sando' mendarat. Ia tahu ia tidak seharusnya terpaku, ia tahu ia harus berontak, tapi pikirannya masih berputar-putar, terjebak di antara kengerian melihat kekasihnya menjadi boneka dan kemarahan tak terbatas pada papanya. Air mata yang sempat mengalir deras kini mengering, menyisakan jejak asin di pipi. Kendaraan itu berhenti dengan sentakan pelan. Pintu terbuka, memperlihatkan lorong-lorong berlampu redup yang sangat familiar, namun kini terasa asing dan dingin. Ini adalah salah satu markas tersembunyi Mr. Albert, tempat ia sering dibawa papanya saat kecil untuk ‘melihat pekerjaan Papa’. Maya digiring mas

  • The Peacemaker   Bab 72. Kekejaman Teknologi

    "Teknologi adalah pilihan : akan dibawa untuk kebaikan atau kerusakan lebih lanjut?"Arga segera menarik Maya ke belakang meja kontrol, melindunginya. “Siapkan pertahanan! Aktifkan semua perisai energi!”Dari layar monitor, terlihat beberapa sosok berseragam hitam dengan perlengkapan tempur lengkap menyusup ke dalam kompleks markas. Mereka bergerak cepat, terkoordinasi, menonjolkan pelatihan militer tingkat tinggi.Tapi yang membuat Arga dan Ryan merinding adalah sosok di paling depan. Pria dengan perawakan atletis, mengenakan pakaian gelap tanpa seragam, dan masker yang menutupi separuh wajahnya. Matanya… sama persis dengan yang mereka lihat di video.“Itu dia…” desis Maya, suaranya penuh kengerian. “Sando.”“Tidak, Maya. Itu bukan dia,” Arga meyakinkan, namun keraguan mencengkeram hatinya. Jika itu benar Sando, bagaimana mereka bisa melawannya?

  • The Peacemaker   Bab 71. Revitalisasi Genetik

    "Kekuatan terbesar yang diperbesar oleh kejahatan akan berakhir sia-sia pada akhirnya."Keringat dingin membasahi punggung Arga. Pertanyaan Maya menghantamnya seperti palu godam. Ia memang pernah mendengar tentang teknologi manipulasi pikiran yang dikembangkan oleh beberapa penguasa, tapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa seorang Mr. Albert, musuhnya nomer satu, sudah menguasai itu. Ini berita yang teramat buruk. Teknologi mutakhir di tangan orang jahat adalah bencana paling menakutkan.Jika memang nanti Sando benar-benar hidup kembali dengan ingatan yang diubah dan diatur untuk pro musuh, dan diarahkan untuk melawan mereka, itu akan menjadi senjata paling mematikan.Ryan, yang tadinya terdiam, kini berlutut juga di samping Maya. “Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi, Maya. Kita harus menemukan bukti tentang proyek ‘revitalisasi genetik’ itu. Kita harus tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Kau bilang ada fasilitas rahasia?”Maya mengangguk, sedikit tenang dalam pelukan Arga. “A

  • The Peacemaker   Bab 70. Kenangan Sando

    "Kehilangan seseorang dalam hidup membuat kita menyadari arti kehadirannya saat dia masih ada."Keheningan di markas bawah tanah Arga, pasca panggilan terputus dari Mr. Albert, terasa lebih mencekik dari biasanya. Jika sebelumnya hanya ancaman yang mengudara, kini bayangan kelam Sando, kekasih Maya yang telah tiada, melayang-layang, membangkitkan kengerian baru. Dinginnya ruangan, yang semula hanya masalah fisik, kini meresap ke dalam jiwa, membekukan harapan.Maya masih berdiri mematung di depan layar monitor, jemarinya terkepal erat pada botol air mineral yang telah penyok. Matanya berkaca-kaca, namun ada determinasi pahit yang tersirat di sana, seolah ia bersiap menghadapi hantu terburuk dari masa lalunya.“Sando… Papa tidak akan melepaskan kenangan tentang Sando begitu saja,” bisik Maya, suaranya parau.Ia menoleh ke arah Arga dan Ryan, sorot matanya yang biasanya penuh percaya diri kini d

  • The Peacemaker   Bab 69. Firasat Tajam Maya

    "Terbiasa tertekan dan bersikap berlawanan dengan hati nurani, membuat sesorang bisa berfirasat tajam jika ada lawan yang bersikap serupa."“Papa tahu, satu-satunya cara untuk menghancurkanku, untuk membuatku ragu, adalah dengan mengungkit kembali Sando-ku,” Maya menjelaskan, suaranya bergetar. “Ia bisa memutarbalikkan fakta, menciptakan narasi palsu yang menempatkan kita dalam posisi bersalah atas kematian Sando, atau bahkan mencoba mengklaim bahwa ia peduli terhadap Sando.”“Itu tidak masuk akal,” Ryan menyahut, nada suaranya tak percaya. “Bagaimana mungkin ia peduli? Ia yang menyebabkan Sando meninggal!”“Bagi Papa, logika dan kebenaran adalah alat yang bisa dibengkokkan sesuai kebutuhannya,” Maya menimpali, senyum miris terukir di bibirnya. “Ia adalah master dalam menciptakan ilusi. Ia bisa menyebarkan propaganda bahwa Sando adalah korban dari ‘kecerobohan pemberontak’ atau bahkan bahwa Arga adalah dalang di balik semua kekacauan yang menewaskan Sando dan ribuan lainnya. Ini aka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status