Xavion memandangi surat lusuh di atas meja yang ditunjuk oleh Ezra. Ia merasa oksigen menghilang begitu saja dari dunia pada waktu membaca bagian yang menyatakan bahwa Hanae adalah anak dari Billy Young -ayahnya."Bacalah dari atas supaya kamu mengerti apa yang terjadi sebenarnya pada waktu itu," lirih Ezra. Ia tahu mengungkit tragedi ini menyakitkan bagi Xavion, tetapi sang sahabat harus melakukannya. Meski tak ingin, meski berat, tetapi kenyataannya Xavion membaca surat dari Violet Cheng pada sang adik bernama Lilac Cheng.Dear Lilac, adikku tersayang. Terima kasih karena selalu berada di sisiku selama kasus ini berlangsung. Aku yakin kamu tahu kalau aku tidak bersalah dalam pembunuhan Billy Young. Akan tetapi, biarlah aku menceritakan ulang semuanya padamu.Billy mengalami masalah dalam pernikahannya dengan Gladys selama dua tahun terakhir. Dia tidak pernah menceritakan dengan jelas masalahnya dengan Gladys, aku pun tak ingin mengusik privasin
Kilat menyambar tidak karuan di kepala Xavion. Ada genderang perang bertalu kencang di dalam dada. “Ezra di sini? Untuk apa dia di sini?”“Sorry, aku tidak bisa memberitahu detail kepadamu. You know, semua penyelidikan masih berupa rahasia sampai kami menemukan tersangka dan siap diajukan ke kejaksaan,” jawab Detektif Moratz.Senyum dingin menguar di bibir Tuan Muda Young. “Tidak apa. Aku akan menghubungi dia sendiri dan bertanya sedang apa dia di sini.”Detektif Moratz mengangguk, “Oke, aku akan kembali berkeliling dan melakukan tugasku. Jangan lupa sampaikan salam pada Tuan Thomas Black. Katakan padanya untuk menaikkan pangkatku menjadi kapten, ya?” canda sang detektif. Sudah menjadi rahasia umum mengenai kedekatan Xavion dengan ayah baptisnya, Thomas Black. Sudah menjadi rahasia umum pula kalau pamannya Chaiden itu memiliki kekuasaan besar di pemerintahan.Tuan Muda Young hanya tertawa datar mendengar candaan itu. Ia tidak bisa tertaw
Ezra mengambil surat dari laci Ma’am Lilac. Sekilas membaca bagian atas surat tersebut, tetapi kemudian orang-orang sudah berdatangan setelah mendengar dia berteriak beberapa detik sebelumnya.Teriakannya karena melihat ibu angkatnya tersungkur bersimbah darah di atas lantai membuat beberapa pengurus panti asuhan menjerit. Mereka sudah kembali dari membeli beberapa perlengkapan kebutuhan panti asuhan. Melihat kepala rumah yatim piatu tersebut dalam kondisi sekarat sontak membuat semua panik.Ezra cepat memasukkan surat usang tersebut ke dalam jasnya. Siapa sangka kekecewaan terhadap hubungan Hanae dan Xavion justru membawanya masuk ke dalam kasus pembunuhan paling mencengangkan.Sirine berbunyi dari kejauhan. Petugas polisi serta ambulans mulai datang sesuai panggilan telepon yang dilakukan oleh Ezra. Ia masih berada di ruangan tersebut, tak beranjak sama sekali hingga akhirnya terdengar suara dari pria memakai seragam medis. “Maaf, tetapi Nyonya
“Oh, kamu dulu juga anak panti asuhan di sini?”“Ya, aku kakak angkatnya Hanae. Kamu pasti kenal Hanae, ‘kan?” senyum Ezra dengan lirih.Lelaki tersebut tertawa kecil. “Oh, kamu dulu temannya Hanae? Ya, aku kenal Hanae. Aku sudah bekerja di sini selama tiga tahun.”“Hanae sudah pindah jadi pelayan di rumah orang kaya,” tandas sang lelaki.Ezra mengangguk, tersenyum getir. Dia tahu berita itu, dia di sana saat semua terjadi.“Ma’am Lilac ada di dalam?”“Ya, aku rasa Ma’am Lilac di ruang kerjanya.”Saat mereka berdua masih saling berhadapan, mendadak terdengar suara sepeda motor dinyalakan dan ban berdecit.Ezra melirik ke arah datangnya suara. Ada seorang lelaki memakai jaket kulit hitam melesat pergi terburu-buru dengan sebuah sepeda motor besar. “Aku masuk dulu. Senang mengobrol denganmu,” ucap Ezra, lalu melangkahkan kaki memasuki rumah panti asuhan. Baginya, sore ini berasa seperti sedang pulang kam
Hanae terkejut luar biasa saat mendengar suara Ezra di luar kamar hotelnya. Ia terengah sendiri, bingung apakah harus membuka pintu atau tidak. Langkah kaki diayun perlahan menuju pintu, melongok dengan mata memicing melalui bundaran kaca kecil di tengah pintu. Benar adalah Ezra yang ada di luar pintu kamar hotelnya. Deburan gamang menyerang, antara takut Xavion marah, tetapi juga takut lelaki itu kecewa kalau dia tidak bukakan pintu. “Hanae! Aku harus berbicara denganmu! Kenapa kamu tidak bisa dihubungi sama sekali!” seru Ezra kembali menekan bel, bahkan kali ini menggedor pintu sedikit lebih keras. “Aku tahu kamu di dalam sana! Buka pintunya!” Hanae menggeleng bingung, tetapi akhirnya dia buka juga pintunya. Ezra adalah sosok yang selama ini baik padanya, menolong bahkan saat Xavion sendiri menggila dan hendak mencekiknya. Begitu pintu dibuka, Ezra segera menyerbu masuk. Keduanya berhadapan, menatap dalam diam. Akan tetap
Dua suara menjerit kencang terdengar bersahutan di kamar hotel. Bila Hanae meneteskan air mata, Ezra justru terhentak dan nyaris tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Terengah, rengkuhan tangannya dilepas dari jemari Hanae. Ia mundur satu langkah. Mata yang sudah sama-sama basah menatap lekat, datar, bingung.“Ka-kalian ... kalian adalah sepasang kekasih?” engah Ezra benar-benar terbata tak percaya.Hanae mengangguk, lalu mengusap matanya yang ramai ditetesi butiran bening. “Iya, Ezra. Aku dan Xavion adalah kekasih. Kami sengaja menyembunyikannya. Tapi ... tapi kamu terus memintaku meninggalkannya. Aku terpaksa mengatakan ini semua, aku tidak bisa pergi darinya.”Remuk sudah hati Ezra mendengarnya. Adik angkat yang selama 15 tahun terakhir selalu ia pikirkan, selalu ia bayangkan seperti apa wajahnya saat ini, dan yang selalu menghadirkan rasa sesal bersalah. Setelah bertemu kembali, ternyata begini keadaannya?Sambil
Hanae menggeleng, lalu membalas ciuman mesra di bibirnya. “Aku akan selalu bersamamu selama kamu masih menginginkan aku.”Pelukan Xavion menjadi semakin erat, “Aku selalu meginginkanmu, Little Rabbit. I love you.”Keduanya kini larut dalam pagutan mesra, mencurahkan asa rindu setelah tadi sempat terpisahkan dalam kemarahan dan kehancuran batin selama beberapa menit. Di mana perpisahan tersebut terasa seperti sekian tahun lamanya. “Tidurlah, kamu harus istirahat agar segera membaik,” bisik Xavion sambil membelai-belai pipi Hanae. “Aku akan tetap ada di sini saat kamu bangun, aku berjanji.”Mengangguk, wanita yatim piatu tersenyum lirih. “I love you ....”“Love you too, Little Rabbit.”***Keduanya terus bersama di kamar hotel selama weekend. Akan tetapi, saat hari Senin tiba maka waktunya Xavion kembali ke kantor karena pagi ini dia kembali harus menghadiri sidang melawan Maurice Zambrota, tangan kanan Don Francesco.
Sakit ... sungguh sakit terasa. Setelah sekian juta memori tercipta dalam waktu singkat, setelah cinta tumbuh menghunjam dalam waktu singkat, tetapi semua harus berakhir.Xavion tak menginginkan Hanae lagi setelah tahu kalau wanita itu adalah putri dari Violet Cheng, orang yang telah membunuh ayahnya. Menginginkan perpisahan, kini karyawan magangnya tersebut berjalan keluar menyeret koper ....Seperti ia sedang menyeret separuh jiwa untuk pergi dari kamar hotel. Cintanya pada Xavion tak pernah tak tulus, tetapi sepertinya sulit untuk dipercaya.Maka, Hanae berjalan tertatih dengan lemas. Hari ini sungguh hari terburuk dalam hidupnya. Setelah pagi disiksa hingga tangan mengalami luka bakar parah, malam masih mengalami siksaan lagi pada jiwanya.Tiap langkah yang ia ayun menjauh dari kamar Xavion menjadi langkah yang terayun dalam gelombang pasang, melawan arus cinta ... berat.Namun, semakin ia menjauh, tiba-tiba terdengar suara kaki berja
Xavion menggeleng, berucap dengan seribu keraguan di wajahnya. “Bisa saja kamu hanya ingin menghancurkanku! Entah bagaimana caranya! Bisa saja kamu sengaja menjebakku di atas ranjang! Bisa saja kamu sengaja ingin supaya hamil anakku! Lalu, kamu menyebarkan semua itu ke khalayak ramai!”“Atau ... atau ... atau bisa saja kamu sengaja menjebakku ke atas ranjang, lalu menuntutku untuk pelecehan! Aku tidak tahu! Aku tidak tahu apa niatanmu padaku! Yang aku tahu kamu adalah anak dari pembunuh ayahku dan aku tidak bisa membiarkanmu berada di dekatku!” teriaknya kembali menggelegar. Hanae mengangguk, berucap dengan bibir kian gemetar. “Kalau aku ingin hamil anakmu, lalu kenapa aku terus menerus meneguk pil pengatur kehamilan, bahkan di depanmu aku meneguknya.”“Kenapa aku minum pil Plan B yang cepat-cepat kamu beli setelah kita bercinta untuk pertama kali!”“Kalau aku ingin menuntutmu atas pelecehan, kenapa tidak sejak pertama kamu ambil keperawananku?