Share

Surat Perceraian

“El!”

Harry buru-buru menyusul Elok yang berjalan tergesa masuk ke dalam rumah. Sejak Elok meninggalkan restoran tempat mereka bertemu siang tadi, wanita itu sama sekali tidak mau menerima panggilan dari Harry. Semua chat yang layangkan, tidak satu pun dibaca oleh Elok.

Harry juga sudah menghubungi asisten sang istri berulang kali, tapi hasilnya pun serupa. Kiya bahkan dengan berani mereject panggilan dari Harry, dan hanya membaca chat yang ia kirimkan, tanpa membalasnya. Benar-benar asisten pribadi yang sangat kurang ajar, pikir Harry,

Andai Kiya adalah asistennya, maka sudah pasti akan Harry pecat detik itu juga.

“El—”

“Bibiiik!” Elok memanggil asisten rumah tangga, yang dulu ia bawa dari rumah orangtuanya. Seorang wanita paruh baya, yang diberi kepercayaan untuk mengatur semua hal yang ada di dalam rumah.

Langkah Elok berhenti tepat di depan mulut tangga, ketika tubuh besar Harry menghalangi jalannya menuju dapur. Kedua tangan pria itu terbentang luas, agar bisa bicara dengan Elok tentang beberapa hal.

“El, ayo kita bicara.”

Elok mengangkat wajah getir. Berusaha untuk tetap menguasai emosinya, dan menyelesaikan masalah dengan elegan. Elok bukan orang yang suka membuat keributan, dan lebih memilih menyelesaikan semua dalam diam. “Bicara dengan pengacaraku, Mas.”

“Pengacara?” Harry meraih siku Elok, tapi tidak bisa berbuat apa-apa meskipun emosinya kini tengah memuncak. Mereka belum membahas semua hal secara empat mata, tapi Elok sudah menghubungi pengacara. “Buat apa aku bicara dengan pengacaramu?”

“Jangan pura-pura bodoh.”

“El—”

“Maaf.” Ihay, asisten rumah tangga yang dipanggil Elok terpaku di tempat. Merasa serba salah, ketika melihat ketegangan di wajah kedua majikannya.

“Kasih di mana, Bik?” Elok menarik tangannya hingga terlepas dari Harry.

Ihay melayangkan pandangan pada Harry untuk beberapa detik sebelum menjawab Elok. “Non Kasih dijemput Danang. Mas Harry yang—”

“Tinggalkan kami, Bik,” putus Harry mengibas tangan kanannya untuk mengusir Ihay, dan pandangannya tetap tertuju pada sang istri. “Aku yang minta Danang jemput Kasih. Biar dia nginap di rumah papi malam ini.”

“Jangan pergi, Bik,” titah Elok ketika Ihay baru hendak mengayun kakinya untuk pergi. “Tolong naik ke kamar saya, dan masukkan semua baju-baju saya ke dalam koper. Kalau sudah selesai, tolong bajunya Kasih juga.”

“Baik, Mbak.” Jelas saja Ihay akan lebih menuruti perintah Elok daripada Harry. Sedari ia muda, Ihay sudah bekerja dengan keluarga Mahardika yang sudah terlampau baik dengan dirinya. Karena itu, tanpa ragu Ihay melangkah menaiki tangga dan tidak memedulikan Harry sama sekali. Satu yang Ihay yakini, Elok tidak pernah mengeluarkan amarahnya jika seseorang tidak menyakitin wanita itu lebih dulu. Itu berarti, Harry sudah berbuat sesuatu hingga membuat Elok bersikap seperti sekarang.

“Kamu mau pergi dari sini?” Harry tidak percaya jika Elok berani melakukan hal tersebut. Mereka sama-sama memiliki posisi penting di perusahaan masing-masing. Jika keduanya berpisah, lambat laun media pasti akan mengendus hal tersebut dan menjadi pemberitaan. “Apa kata orang kalau kamu keluar dari rumah ini? Apa, kata media nantinya?”

“Bukan urusanku.”

“Pikirkan perasaan Kasih, kalau begitu.”

Elok melengos. Berlari menaiki anak tangga tanpa mau peduli dengan perkataan Harry. Ia sudah sangat muak, karena Harry telah bermain di belakanganya selama dua tahun ini. Bagaimana bisa Elok menaruh kepercayaan pada Harry setelah semua yang dilakukan pria itu kepadanya.

Saat ini, Elok hanya ingin menenangkan diri. Keluar dari rumah dan memikirkan semua hal yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Belum lagi, posisinya di perusahaan saat ini sedang terancam karena Restu.

“El.” Harry mengacak rambutnya sebentar sambil menghela kasar. Setelahnya, Harry kembali menyusul Elok yang baru menginjakkan kaki di lantai dua dengan segera. “El, apa kamu paham kalau ada yang harus kita bicarakan?”

“Nanti,” jawab Elok mendorong pintu kamarnya yang tidak terkunci, karena ada Ihay tengah membereskan pakaiannya. “Kamu tahu aku, Mas. Aku nggak bisa bicara kalau lagi emosi seperti sekarang. Lebih baik kamu kasih aku waktu, setelah itu baru kita bicara baik-baik.”

“Bicara baik-baik?” sambar Harry mempertanyakan kembali ucapan Elok. “Dengan pengacaramu?”

“Mungkin.” Elok masuk ke dalam walk in closet dan meminta Ihay pergi untuk membereskan pakaian putrinya. Sementara itu, Elok sendiri yang akan melanjutkan pekerjaan Ihay barusan. “Lusa kita terbang ke Singapur. Kiya sudah bikin janji sama dokter Cheng. Aku mau kamu—”

“ELOK!” bentak Harry seketika membuat istrinya berjengit kaget. “Kita nggak akan pergi ke Singapur, sampai masalah ini selesai! Dengarkan aku, dan jangan dipotong.”

Harry hendak meraih siku Elok yang seketika tampak pias karena bentakannya. Namun, wanita itu segera menghindar sembari memberi gelengan.

“El, maaf.” Harry akhirnya menjaga jarak, agar tidak membuat Elok semakin menjauh dan takut kepadanya. “Aku minta maaf. Tapi, ada yang harus kamu dengar lebih dulu sebelum memutuskan semuanya. Hubunganku sama Sandra sudah selesai sebulan yang lalu. Dan sekarang, kami sudah nggak ada—”

“Dua tahun!” Elok menatap Harry dengan kedua mata yang mengembun. Mencoba menahan tangis, yang sudah terasa sesak di dalam dada. Selama ini, Elok memendamnya seorang diri dan berusaha bersikap setenang mungkin. “Sudah dua tahun kamu selingkuh di belakangku dan sekarang, dengan gampangnya kamu minta maaf? Terus? Kamu mau aku percaya kalau hubunganmu dengan Sandra sudah selesai?”

“Aku …” Harry berusaha mendekat karena Elok sudah menitikkan air matanya. Namun, wanita itu lagi-lagi menghindar dan tetap menjaga jarak dengannya. “El, that was a mistake.”

“No!” sanggah Elok dengan cepat. Secepat ia menghapus tetesan air mata yang membasahi wajahnya. Yang diperlukan Elok saat ini hanyalah menenangkan diri. Jika Harry memang tidak ingin pergi ke Singapura bersamanya, maka Elok akan tetap pergi seorang diri. “That wasn’t a mistake. Cheating IS NOT a mistake! it’s a choice! Dan kamu, sudah memilih untuk selingkuh, bukannya memilih untuk setia dalam pernikahan kita.”

“Dan aku sudah selesai dengan Sandra, El.” Harry tetap bersikukuh dengan keyakinannya. “Kami sudah nggak ada hubungan lagi. Selesai! Kamu dengar itu? Se-le-sai! So, please, El, kasih aku kesempatan untuk memper—”

“Nggak semudah itu, Mas,” putus Elok sudah tidak ingin berlama-lama bersama Harry. Ia keluar dengan cepat menuju kamar Kasih. “Bik, kalau sudah selesai di sini, tolong baju-baju saya yang tadi, ya. Kalau sudah semua, tolong kirimkan koper-koper itu ke rumah papa saya, langsung malam ini juga.”

“Baik, Mbak,” angguk Ihay menurut saja. Jika memang terjadi sesuatu, Ihay mungkin juga akan menetap di rumah majikan lamanya.

“El!” Harry kembali menghalangi langkah Elok di ambang pintu kamar putri mereka. “Sebelum kamu ambil keputusan, pikirkan lagi anak kita.”

“Apa kamu mikirin Kasih, waktu kamu memutuskan untuk selingkuh?” desis Elok sambil mendorong tubuh Harry sekuat tenaga, lalu pergi dengan cepat menuruni tangga.

“Ini sudah malam.” Harry bergegas menyusul Elok dan meraih lengan sang istri yang baru saja menjejakkan kakinya di lantai satu. “Mau pergi ke mana kamu?”

“Lepas, atau aku bakal urus surat perceraian kita besok, dan aku nggak akan berpikir dua kali lagi untuk itu!”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
semua wanita psti berpikiran sama kyak Elok. buat apa mertahanin lakik g thu diri
goodnovel comment avatar
mackadamia_
semoga dilancarkan untuk cerita ini..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status