Aku tidak memiliki pilihan lain selain pulang ke dunia kematian, di sini masih ada Mera dan juga Aurora yang sedang menungguku. Aku berjanji pada mereka untuk membawa mereka keliling dunia, mungkin inilah saatnya membawa mereka pergi.Sebuah suasana yang berbeda di waktu aku menginjakkan kaki di alam kematian ini. Kenapa di sini begitu meriah? Sudah lama aku tidak merasakan kemeriah seperti ini.Lonceng alam kematian terus berbunyi. Biasanya di waktu-waktu penting saja lonceng tersebut berbunyi. Apakah ada hal besar yang terjadi. Aku segera terbang menuju kastelku, mencari Mera dan juga Aurora.“Geana!” teriak Mera. Setelah merasakan kehadiranku, dia segera berlari ke arahku.Dia memelukku dengan erat, tetapi aku segera melepaskannya dan melihatnya dengan lekat. Aku sungguh mengkhawatirkannya, kursi pemimpin alam kematian sudah lama kosong, dia pasti menemui banyak masalah. “Mera apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja?”Mera menatapku dengan bingung. “Aku selalu baik-baik saja,”
Aku Geana dewi kesedihan yang hidup dalam kebohongan. Kini aku membawa Mera dan juga Aurora meninggalkan tempat-tempat penuh kesakitan itu, untuk mengelilingi semesta ini. Pergi ke berbagai tempat yang indah juga menarik. Kami telah menghabiskan puluhan tahun dalam perjalanan. Aurora pelan-pelan pulih dari penyakitnya, dia sekarang tumbuh dewasa dan juga cantik. Sayangnya gadis secantik dia malah menyukai seekor panther.“Hari ini kita tinggal di sini dulu,” ucapku menutup mataku sambil menikmati udara sejuk yang berhembus.“Bumi memang sebuah tempat yang indah, jika tidak ada manusia-manusia serakah, mungkin ini adalah tempat terindah di semesta,” ucap Mera berjalan ke sampingku. Apa yang dia katakan tidak salah, keindahan alam ini pelan-pelan menghilang hanya karena serakah.Aku kembali membuka mataku menikmati air terjun yang mengalir deras di depan mataku. Suara air terjun itu begitu mengobatiku.“Kamu bilang apakah melewati air terjun ini, semua dosa akan tercuci habis?” tanyaku.
Aku Mila, kini menginjak SMA dua yang berarti aku sudah menginjak tujuh belas tahun di hidupku. Kata orang tujuh belas tahun merupakan tahun terindah, aku tidak merasakannya. Aku terlahir di keluarga berkecukupan, mempunyai orang tua dan dua adik, James dan Jennie, mereka kembar fraternal. Dulu, aku sangat menyayangi keluargaku, tetapi mungkin mereka tidak berpikir begitu. Ayahku bekerja di luar kota, dia sangat jarang pulang, kalaupun pulang dia juga memilih untuk jarang di rumah, ya aku bisa mengerti perasaan ayah, mungkin dia muak dengan istrinya, tidak salah, ibuku. Ibuku seorang pengusaha, segala sesuatu harus diatur olehnya, tentu tidak hanya karyawan-karyawannya. Keluarganya juga menjadi sasaran untuk diaturnya. Kami harus turut dengan segala aturannya, begitu juga dengan ayah. Hari ini tepat di hari ulang tahunku yang ketujuh belas. Aku lagi-lagi dibully oleh kakak kelasku, ya bukan karena aku ulang tahun, mereka bahkan tidak tahu hari ini ulang tahunku. "Monyong!" Panggilan m
"Aku sudah mencarimu berpuluh tahun." Suara di belakangku begitu mengejutkanku, aku segera memutarkan tubuhku. Makhluk itu sungguh mengejutkanku, raut wajahnya seperti monster berwarna hitam, dia memakai pakaian serba hitam dan memiliki sepasang sayap lebar berwarna hitam pekat."Siapa kau?" tanyaku berusaha mundur dan menjauh darinya."Kamu melupakanku?" Senyumannya begitu mengerikan, dia mengingatkanku dengan karakter dewa kematian di sebuah komik.Aku berusaha mencari cela di belakangku untuk kabur, tetapi tidak bisa, dia sepertinya tahu apa yang kuingin lakukan, dia segera menarik tanganku."Dewi kesedihan, sampai kapan kau terpuruk dengan duniawi ini?"Apa maksud dia? Dewi kesedihan? Apakah dia sedang memanggilku? Apakah dia salah orang?"Apa yang ingin kau lakukan?" tanyaku."Membangunkanmu, masih banyak yang harus kita lakukan partner kerjaku."Aku tidak mengerti apa yang dimaksud dia? Apakah aku sedang bermimpi?Di saat aku masih melamun sebuah sinar terang mengejutkanku, aku t
Bayang-bayang sinar telah menyadarkanku, aku pelan-pelan membuka mataku, matahari sudah terbit, sebuah tempat yang empuk, aku melihat sekitar dan mendapatkan diriku tertidur di atas kasur. "Jika sudah sadar, ayo pergi," ucap Amor. Dia masih duduk di sofa kemarin, apakah seorang dewa kematian tidak perlu tidur? Aku kembali menatap bantal yang kutiduri, ini bukan bantal yang membuatku teringat hal-hal aneh itu? Kenapa aku dapat tidur dengan tenang? Aku berusaha untuk mengingat-ngingat, Amor kemarin membuatku tidak sadarkan diri. Apakah dia yang melakukannya? Membuatku tidak teringat dengan mimpi-mimpi buruk itu? "Ayo," ajaknya namun langkahnya terhenti. "Aku lupa kau hanya seorang manusia biasa," gumamnya menarikku melewati sebuah ruang waktu. Kini aku dan dia berdiri di depan sebuah restoran, aku melihat sekitar tempat ini. Ini merupakan duniaku, aku menoleh lagi ke plang nama restoran tersebut, 'Miracle' nama restoran terkenal itu. Aku segera
Hari ini aku kembali masuk sekolah setelah menghilang berhari-hari. Kali ini aku menggunakan tubuh yang sama, nama yang berbeda begitupun dengan indetitasku untuk menemui teman-teman sekelasku lagi. "Aku murid baru Geana, senang bertemu dengan kalian." Begitu banyak murid yang tersenyum melihatku, ini tidak seperti biasanya mereka melihatku sebagai Mila, aku pun menoleh ke arah Amor. "Aku menutup aura kesedihanmu," gumamnya. Dia seperti tahu apa yang kupikirkan, apakah dia mulai membaca pikiranku lagi? "Baiklah, kalian cari bangku kosong dan duduklah," ucap bapak guru yang akhirnya mempersilakan kami duduk, aku melamun cukup lama hingga akhirnya memutuskan untuk duduk di tempat biasanya aku duduk. Tempat dekat tong sampah, ya aku tidak menyukai tempat ini, tetapi begitulah mereka mengucilkanku dulu, dan kini aku kembali duduk di sini merasakan kembali kenangan yang sudah lenyap itu. "Di sana tempat duduk.." Teman sekelasku yang duduk tepat di depanku te
"Itu urusanku, sepertinya aku tidak perlu menjelaskan padamu," ucap Ren, namun Amor segera menarikku ke sisinya. "Urusanmu memang bukan urusanku, tetapi Geana adalah orangku, urasan dia adalah urusanku," ucap Amor. "Cepatlah cari kembali kekuatanmu dan buka segel Geana atau tidak aku akan menghancurkan alammu." "Aku menyadari kau, Amor Ashilie, calon raja dewa kematian begitu suka mengancam," sindir Ren Amor tersenyum kembali, aku menyadari setiap senyuman dia begitu mematikan, seperti tidak akan memberikan musuhnya kesempatan untuk hidup. "Aku tidak bercanda denganmu, jika kau tidak bisa membuka segel Geana, aku akan..," "Ren," panggil seorang perempuan mengalihkan pembicaraan kami. Wajah perempuan itu begitu asing, dia memakai seragam sekolah yang sama dengan Ren, sepertinya mereka satu sekolah, namun untuk apa mereka datang ke sini. "Ren, kepala sekolah memanggil kita untuk menemuinya." "Baiklah," balas Ren sambil menyingkirkan tangan
Kini aku membawa Ren ke dalam kamarku, lebih tepatnya kamar Geana dewi kesedihan.“Kamu baik-baik saja?” Aku menopang Ren duduk di sofa kamarku.Ren tersenyum padaku. “Ini hal yang biasa.”“Biar aku obatin lenganmu,” gumamku mulai membuka tasku. Aku mempunyai obat merah dan juga pembalut luka, aku kira selamanya aku tidak mempunyai kesempatan untuk menggunakannya, ternyata kesempatan itu datang bukan untukku, melainkan Ren. Di tengah pengobatan ini mengingatkanku pada waktu terakhir aku bertemu dengan Ren, dia juga mengobatiku seperti ini. “Sudah.” Aku pun kembali duduk di tempatku.“Mila, percayalah padaku, aku akan mengembalikan kekuatanku dan membawamu kembali ke alam di mana seharusnya kamu berada.”Lagi-lagi kata-kata itu yang diucapkannya, aku pun tersenyum kecil membalasnya.“Sebaiknya kamu beritahu pada Amor bagaimana cara membuka segelku, sebelum kamu mati dibunuhnya,