Beranda / Lainnya / The Secret Of Justice / Bab 7 – BAYANGAN

Share

Bab 7 – BAYANGAN

Penulis: Nuna Grey
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 14:39:44

Cassandra menatap layar laptopnya sambil menyesap kopi yang sudah dingin. Berkas-berkas kasus Lily masih terbuka, tetapi pikirannya terus melayang pada ancaman yang ia terima.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul di layar membuatnya mendesah panjang.

Elias Rowe.

Cassandra menekan tombol jawab. "Jika kau menelepon hanya untuk menggangguku, aku akan memblokirmu sekarang juga."

"Cassie, kau sungguh kejam. Aku menelepon karena rindu, tapi kau malah mengancamku," Elias merajuk, terdengar dramatis seperti biasa.

"Elias, kalau kau rindu, aku bisa mengirimmu sekotak batu bata supaya kau bisa membenturkan kepalamu sendiri."

"Astaga, betapa manisnya kau."

Cassandra memutar matanya. "Katakan saja apa maumu, Elias."

"Baiklah, baiklah," suara Elias berubah sedikit lebih serius. "Aku ingin kau membuka laptopmu dan periksa folder baru yang muncul di desktopmu."

Cassandra mengernyit dan segera mengecek layar laptopnya. Benar saja, ada folder baru berjudul "For My Favorite Pain in the Ass."

"Sialan, Elias! Kau meretas laptopku lagi?"

"Bukan meretas. Menyelamatkan. Aku seperti malaikat pelindung digitalmu."

"Malaikat pantatmu."

"Ah, pantat yang luar biasa, aku yakin," Elias terkekeh. "Tapi serius, Cassie. Lihat isinya."

Cassandra mendecak kesal tetapi tetap mengklik folder itu. Di dalamnya, ada beberapa rekaman CCTV. Matanya melebar saat melihat salah satunya.

Lorong apartemennya.

Dalam rekaman itu, seorang pria berjaket hoodie hitam berdiri di depan pintu apartemennya beberapa jam yang lalu. Ia mencoba memasukkan sesuatu ke dalam lubang kunci—mungkin alat untuk membobolnya.

Tetapi sebelum pria itu sempat melakukan apa pun, layar rekaman mendadak glitch selama beberapa detik. Ketika gambar kembali stabil, pria itu sudah menghilang.

Seolah-olah dia terhapus dari rekaman itu sendiri.

Cassandra merasakan bulu kuduknya meremang. "Apa yang terjadi di sini?"

"Mari kita katakan bahwa aku memastikan kau tetap aman," jawab Elias ringan. "Orang itu mencoba membobol apartemenmu. Sayangnya, dia mengalami ‘gangguan teknis’ sebelum sempat berhasil.”

"Gangguan teknis?"

"Kau tidak perlu tahu detailnya. Hanya saja, mari kita sepakati bahwa dia tidak akan mengulangi hal yang sama lagi."

Cassandra menutup matanya, menarik napas dalam. "Elias. Apa yang kau lakukan?"

Elias terkekeh, tetapi kali ini ada sesuatu dalam suaranya—sesuatu yang dingin, berbeda dari sikap tengil biasanya.

"Aku hanya memastikan mereka tahu satu hal, Cassie."

"Dan apa itu?"

"Bahwa jika mereka menyentuhmu, maka mereka berurusan denganku."

Cassandra terdiam beberapa detik sebelum akhirnya berkata, "Aku bisa menangani diriku sendiri, Elias."

"Tentu saja bisa. Tapi aku tidak suka membiarkan orang-orang bodoh itu berpikir bahwa mereka bisa menyentuhmu tanpa konsekuensi."

Cassandra menghela napas. "Elias, aku tidak mau kau ikut terseret terlalu jauh."

"Cassie, Cassie... kau tahu aku sudah berada dalam permainan ini lebih lama dari yang kau sadari, bukan?"

Cassandra menggigit bibirnya. Dia ingin menyangkal, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu Elias bukan orang yang hanya muncul ketika dibutuhkan. Dia selalu ada. Selalu mengawasi.

"Kau tahu," lanjut Elias santai, "kalau Paman Kurcaci tahu ada orang mencoba masuk ke apartemenmu, dia pasti sudah menyusun strategi perang."

Cassandra tersenyum kecil. "Kau tahu aku benci saat kau membicarakan ayahmu dengan julukan itu, kan?"

"Oh, aku tahu. Tapi aku juga tahu kau menyayanginya. Dan sejujurnya, aku lebih suka dia marah padamu daripada padaku."

Cassandra tertawa kecil. "Pengecut."

"Realistis," Elias mengoreksi. "Sudahlah, Cassie. Tidurlah. Aku akan tetap mengawasi, dan kalau ada sesuatu yang mencurigakan, aku akan memastikan mereka menyesali keputusan hidup mereka."

Cassandra menghela napas tetapi tidak membantah. "Baiklah. Tapi jangan pikir aku akan membiarkan ini begitu saja."

"Aku tidak pernah meragukan itu."

Elias menutup telepon lebih dulu. Cassandra menatap layar laptopnya, mendesah pelan.

Elias memang tengil dan menyebalkan. Tetapi di saat yang sama, dia adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan saat keadaan menjadi kacau.

Namun, ada satu hal yang mengganggunya.

Elias selalu lebih dulu tahu.

Dan Cassandra bertanya-tanya… Seberapa dalam dia sebenarnya sudah masuk ke dalam permainan ini?

Di Tempat Lain – Apartemen Elias Rowe

Elias meletakkan ponselnya di meja, senyum masih tersisa di wajahnya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, memutar cangkir kopinya perlahan.

Di hadapannya, layar komputer masih menyala, menampilkan beberapa data penting.

Salah satunya adalah informasi tentang orang-orang yang terlibat dalam kasus Lily.

Nama-nama. Lokasi. Transaksi mencurigakan.

Elias menatap layar itu dengan ekspresi berubah dingin.

Sistem sudah busuk. Dan ini baru permulaan.

Tangannya kembali bergerak di atas keyboard, membuka akses ke jaringan yang lebih dalam. Dia bukan hanya mencari siapa yang mengancam Cassandra—dia mencari siapa yang menarik tali di balik semua ini.

Elias menyeringai kecil.

Jika mereka pikir bisa bermain di bayang-bayang... mereka belum tahu apa artinya hidup dalam kegelapan yang sebenarnya.

Elias menatap layar komputernya, cangkir kopi di tangannya sudah kosong. Matanya masih fokus pada data yang terpampang di layar.

Salah satu nama yang muncul dalam penyelidikannya membuatnya menghela napas. "Tsk. Dasar bodoh, kau benar-benar memilih lawan yang salah."

Tangannya kembali bergerak di atas keyboard, memanipulasi sistem dengan cepat. Dalam hitungan detik, akun bank seseorang kembali dibekukan, akses digitalnya hilang, dan riwayat transaksinya dihapus.

Lihatlah siapa yang panik besok pagi.

Ponselnya bergetar. Cassandra mengiriminya pesan.

Cassandra: Aku tahu kau belum tidur. Jangan bertindak terlalu jauh, Elias.

Elias tersenyum kecil. Dia tahu Cassandra cerdas, tetapi dia juga tahu kapan harus mengabaikan peringatannya.

Elias: Aku? Bertindak terlalu jauh? Cassie, aku hanya pria sederhana yang menikmati hiburan kecil.

Cassandra: Elias, aku serius.

Elias: Aku juga. Tapi kau harusnya tahu, Cassie...

Elias menatap layar sebentar sebelum mengetik kalimat terakhir.

Elias: Mereka memulainya lebih dulu. Aku hanya memastikan mereka mengerti bahwa mereka telah memilih musuh yang salah.

Cassandra tidak membalas, tetapi Elias tahu dia sedang menahan kekesalannya.

Ia tertawa kecil dan menutup laptopnya.

Saat ia bangkit dari kursi dan meregangkan tubuh, matanya menangkap pantulan dirinya di kaca jendela apartemennya.

Elias Rowe, si pemuda tengil, hacker genius, dan... sesuatu yang lebih dari itu.

Ia menatap dirinya sendiri sebentar sebelum menyeringai.

“Kita lihat siapa yang bertahan lebih lama.”

Lalu, dengan santai, ia berjalan menuju dapur, membuka kulkas, dan bergumam, "Sial. Aku kehabisan es krim."

Ia mengeluarkan ponselnya lagi, menekan satu kontak yang hanya memiliki ikon mahkota sebagai nama.

"Queen, aku butuh pasokan es krim. Segera."

Suara di seberang sana menghela napas panjang. "Elias, ini sudah hampir jam tiga pagi."

"Dan aku hampir mati kehausan karena krisis es krim ini. Prioritas, Queen. Prioritas."

Hening sebentar sebelum suara itu terdengar lagi, kali ini lebih lembut. "Apa kau baik-baik saja?"

Elias berhenti sejenak, lalu tersenyum kecil. "Aku selalu baik-baik saja."

Sambungan terputus.

Elias menatap ponselnya sesaat sebelum meletakkannya di meja, lalu bersandar ke kursinya dengan ekspresi sulit ditebak.

Di luar jendela, kota New York tetap terang benderang, tetapi di dalam apartemen, hanya ada satu bayangan yang terus bergerak dalam gelap.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • The Secret Of Justice   BAB 17

    Alexander berdiri diam beberapa saat di depan layar utama, memperhatikan peta digital yang terus bergerak mengikuti posisi Cassandra secara real-time. Di sampingnya, Elias duduk santai di kursi putar, tangan kanan memainkan pena elektronik sementara tangan kirinya sesekali menggeser tampilan monitor.“Kadang aku heran,” gumam Alexander pelan, “bagaimana dia bisa tetap hidup sejauh ini, dengan semua ancaman, semua langkah nekatnya. Seolah tak ada rasa takut sedikit pun.”Elias mengangkat alisnya, lalu menjawab enteng, “Karena dia memang keras kepala. Keras kepala kelas satu. Kalau ada kejuaraan nasional untuk jurnalis paling nekat, dia menang tanpa lawan.”Alexander menghela napas. “Dan aku semakin yakin ... tak ada yang benar-benar bisa mengendalikannya.”Elias tak langsung menjawab. Dia hanya tertawa kecil—pelan, hampir seperti bisikan. “Mengendalikan Cassie? Mustahil. Bahkan sistem keamanan CIA pun mungkin menyerah duluan.”“Lalu bagaimana kau bisa tenang, sementara dia berkeliaran

  • The Secret Of Justice   BAB 16

    “Maaf, wahai pekerja keras negara. Sebelum kalian menyelamatkan dunia dari balik meja kantor masing-masing, izinkan aku menghentikan langkah heroik kalian barang lima menit.”Suara Elias terdengar dari atas tangga, diiringi derap langkah buru-buru dan—entah bagaimana—dentingan sandal jepit yang hampir lepas dari kaki. Rambutnya berantakan, hoodie-nya terbalik, dan ekspresinya seperti ilmuwan yang baru menemukan planet baru setelah tiga malam tanpa tidur.Cassandra yang hendak membuka pintu menoleh dengan tatapan lelah. Alexander sedang merapikan dasinya, berhenti sejenak dan menghela napas panjang.Sebuah suara melayang dari speaker kecil di dapur. Tenang, datar, tapi penuh sindiran.“Kalau ini soal teori konspirasi alien lagi, kuharap kalian abaikan saja.”Elias menoleh ke arah sudut ruangan, ke arah proyektor hologram kecil tempat suara itu berasal. “Lyra, sayang, hari ini bukan soal alien. Ini serius.”“Kau juga bilang begitu waktu membobol sistem keamanan NASA cuma karena penasara

  • The Secret Of Justice   BAB 15

    Cassandra berbalik, berjalan menuju pintu. Namun sebelum membuka, ia sempat menoleh dan tersenyum kecil. “Jangan tidur terlalu malam. Kita lanjut besok.”Elias mengangkat dua jari seperti hormat. “Aye, Kapten Cassie.”Lampu di laboratorium meredup perlahan, menyisakan layar-layar biru yang masih menyala. Di antara kerlip cahaya data dan grafik pergerakan satelit, satu pesan kecil dari sistem Lyra menyala otomatis:“Satu simpul telah ditemukan. Tapi benang masih panjang.”Malam telah larut. Seluruh mansion Rowe tenggelam dalam keheningan, seakan seluruh dunia sedang menarik napas panjang untuk esok hari. Namun, di lantai dua mansion, tepat di balik dinding logam tersembunyi yang dulunya adalah markas rahasia masa kecil Elias dan Cassandra, cahaya biru dingin dari puluhan layar masih menyala terang.Laboratorium pribadi Elias Rowe tak ubahnya pusat kendali rahasia milik organisasi global. Dinding-dinding kaca pintar menampilkan aliran data real-time, grafik statistik, serta jaringan kea

  • The Secret Of Justice   BAB 14

    Tak banyak yang tahu bahwa lantai dua mansion keluarga Rowe menyimpan ruang paling rahasia sekaligus paling canggih di seluruh bangunan itu. Dahulu, ruangan tersebut hanyalah loteng kosong yang dijadikan markas rahasia oleh Elias dan Cassandra kecil—tempat mereka bermain detektif, membangun benteng dari bantal, dan menyusun rencana-rencana konyol untuk “menghukum” para guru galak.Kini, tempat itu telah berevolusi menjadi sesuatu yang jauh lebih luar biasa.Laboratorium pribadi Elias tampak seperti hasil kawin silang antara pusat komando NASA dan sarang hacker berteknologi mutakhir. Seluruh dinding dipenuhi layar digital resolusi tinggi, menampilkan grafik, data terenkripsi, peta satelit, dan jejak-jejak sinyal yang terus dianalisis. Di satu sisi ruangan, rak-rak penuh perangkat elektronik eksperimental tertata rapi seolah museum teknologi masa depan. Bahkan aroma ruangannya pun steril, seperti ruang kontrol di dalam pesawat luar angkasa.Meja kerja Elias dipenuhi keyboard mekanik, ti

  • The Secret Of Justice   BAB 13

    Cahaya dari layar komputer di Brooklyn masih membekas dalam benak mereka saat Elias, Cassandra, dan Alexander keluar dari gedung tua itu. Udara malam terasa lebih dingin, tapi pikiran mereka justru semakin panas oleh fakta mengerikan yang baru saja terkuak.“Jadi, anak-anak ‘populasi uji coba’ itu benar-benar nyata,” gumam Cassandra, matanya masih terpaku pada layar ponsel yang menampilkan dokumen-dokumen rahasia.Alexander mengangguk, “Dan semuanya tersembunyi di balik kedok lembaga pendidikan dan fasilitas medis yang seharusnya dipercaya. Sungguh kotor, kalau dipikir-pikir.”Elias menyengir, “Yah, dunia ini memang penuh kejutan... dan kebusukan. Tapi cukup ngobrol soal horor buat malam ini. Aku mau tunjukkan sesuatu yang lebih ‘menyenangkan’.”Alexander memandang curiga. “Menyenangkan? Maksudmu lab gila lain seperti tadi? Yang penuh kabel kusut dan bau asap?”Elias terkekeh, “Tidak, tidak. Labku ini bukan lab cerutu atau kantor pemadam kebakaran. Tunggu saja. Ini jauh lebih keren.”

  • The Secret Of Justice   BAB 12

    Cahaya biru dari layar komputer menyinari wajah Elias Rowe yang untuk pertama kalinya terlihat serius lebih dari lima menit penuh. Rambutnya acak-acakan seperti habis bertarung dengan angin topan, dagunya dihiasi brewok tipis yang jelas-jelas bukan pilihan gaya, dan sorot matanya menusuk deretan kode yang terus berlari di layar seperti marathon tanpa garis akhir.Cassandra duduk di sisi meja, menyilangkan tangan sambil mengetukkan ujung sepatunya ke lantai. Di dekat jendela, Alexander berdiri bersandar ke dinding, satu tangan di saku, ekspresinya nyaris seperti orang yang menyesal hidup bersama dua manusia aneh di ruangan yang sama.“Berapa lama lagi kau mau menatap kode itu sampai kau berubah jadi Matrix?” tanya Cassandra akhirnya, nada suaranya setengah sabar, setengah mengantuk.Elias menghela napas panjang seperti baru ditampar realita. “Sebagian besar file ini terenkripsi dengan sistem militer. Tapi... aku kenal polanya.”Alexander mengangkat alis, mendekat dua langkah. “Kenal po

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status