Share

The Secret of Ceo
The Secret of Ceo
Penulis: ainunchochopie

Prolog. Awal Kehancuran.

Cullen Deon Abraham. Begitulah khalayak luas mengenal sosok hebat penuh ambisi dan karismatik dari CA Entertaiment itu. Nama besar untuk lelaki hebat yang tidak memiliki celah sedikit pun di mata para pihak yang ingin menjatuhkannya.

Berbagai macam penghargaan telah Deon dapatkan sebagai seorang ceo. Hal itu membuktikan kehebatannya dalam memenuhi perannya sebagai kepala yang menggerakkan perusahaan besar di bidang entertainment itu.

Tatapan yang tajam dan kata-kata yang padat dan dingin membuat Deon terkenal sebagai seorang lelaki yang dingin namun mengagumkan di mata para wanita. Sifat Deon yang seperti itu justru menjadi daya tariknya di mata para mitra bisnis nya yang kebanyakan wanita.

Kesuksesan Deon sebagai seorang  ceo bukanlah hal yang mudah. Ada begitu banyak hal yang harus  Deon lakukan  dan korbankan. Terlalu banyak sampai hal itu selalu membuatnya cemas jika suatu hari nanti akan terekspos ke dunia. Hal-hal yang sudah dia kubur dengan sangat rapat tanpa bau mau pun jejak. Hal yang paling dia cemaskan jika suatu hari nanti akan terekspos adalah masa lalunya.

Masa lalu Deon bukanlah hal yang menyenangkan untuk dia ingat seorang diri apalagi di ketahui khalayak luas. Masa lalu Deon adalah satu-satunya titik kelemahan yang dia miliki sebagai seorang ceo. Namun, tentu saja sebagai seorang ceo, Deon tidaklah lemah. Dia berhasil menghilangkan segala hal yang akan menghancurkan dirinya termasuk masa lalu itu. Deon berhasil membuat masa lalunya itu seakan tidak pernah terjadi di dalam kamus kehidupannya dengan cara menutup rapat jati dirinya dengan jati diri baru yang dia dapatkan.

Masa lalu yang tidak ingin dia ingat itu adalah awal dari kehancurannya sekaligus awal dari bangkitnya nama besar Deon yang di kenal oleh banyak orang.

26 Juli 1997.

 “Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!” perintah Rania, Ibu Deon yang marah dan kesal pada Putranya.

“Ayya hamil Bu. Dan Deon adalah Ayah dari Bayi yang dikandung Ayya,” jawab Deon  tidak bisa berpikir lagi.

Seketika itu persendian Rania terasa lemas dan membuatnya tidak mampu berdiri lagi. Air mata Rania menetes tanpa komando yang jelas darinya. Hatinya terasa seperti teriris dengan pisau yang tumpul, menyakitkan dan sangat menyiksa. Mengetahui anak satu-satunya melakukan hal yang sangat memalukan membuat Rania tidak tahu harus berkata apa.

“Bu, maafin Deon, Bu. Deon gak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Maafin Deon, Bu,” ucap Deon memohon maaf pada Rania sambil menciumi tangan Rania dengan air mata yang terus menetes.

“Lepas!” ucap Rania dengan suara yang melemas sambil menarik tangannya yang terus menerus diciumi Deon dengan penuh air mata sendu.

“Bu,” rintih Deon yang sangat tahu betapa kecewa Ibunya itu.

“Jangan sentuh Ibu! Ibu gak tahu apa yang akan Ibu lakukan padamu kalau kamu terus mendekati Ibu. Kamu tahu kan, Yon? Masalah apa yang akan terjadi pada keluarga kita gara-gara kesembronoanmu ini? Ayya itu, dia itu. Ah, sudahlah! Sepertinya kamu harus siap melihat Ibu mati. Ibu gak kuat lagi hidup kalau seperti ini,” ucap Rania yang benar-benar sudah hancur.

“Ibu,  jangan bilang seperti itu Bu. Bu, maafin Deon Bu. Deon janji, Deon akan tanggung jawab. Deon janji bu. Deon akan perbaiki semuanya, apa pun yang terjadi Deon akan perbaiki semuanya,” ucap Deon sambil menarik tangan Rania lalu bersujud di kaki ibunya itu.

“Tanggung jawab katamu? Dengan apa? Menikahinya? Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu siapa? Kamu itu hanya seorang anak biasa dari keluarga miskin. Kamu itu bukan siapa-siapa Yon! Apa kamu masih belum sadar? Sejak awal Ibu sudah melarangmu untuk dekat dengan Ayya. Tapi apa? Kamu justru semakin dekat dengannya dan sekarang kamu sudah merusak masa depannya. Sudah pasti keluarga Ayya tidak akan tinggal diam setelah mengetahui semua ini. Mereka pasti akan menghancurkan keluarga kita tanpa jejak. Kamu tidak tahu betapa mengerikan seseorang ketika sudah terobsesi dengan kedudukan, kan?” bentak Rania yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Rania menggigit bibirnya sendiri ketika bayangan kehidupan masa lalunya terlintas di benaknya. Kenyataan pahit yang memisahkannya dari lelaki yang sangat dia cintai.

“Bu, maafin Deon, Bu. Maafin Deon. Deon benar-benar khilaf, Bu. Deon salah,” ucap Deon merintih sambil terus bersujud di kedua kaki ibunya memohon ampunan.

Rania yang melihat Deon terus memohon maaf padanya dengan tulus itu, pada akhirnya merasa iba dan tidak tega. Rania tidak bisa membiarkan anak satu-satunya itu menanggung beban berat atas kesalahannya.

“Hah!” Rania menghela napasnya lalu memeluk tubuh Deon yang gemetaran tiada henti.

        “Maafin Ibu, Yon. Seharusnya Ibu gak membentak dan mengucapkan kata-kata kasar seperti tadi. Maafin Ibu ya, Yon,” ucap Rania sambil memeluk Deon dengan erat.

“Ibu,” ucap Deon dengan suaranya yang paru.

“Nah, sekarang apa yang akan kamu lakukan Yon?” tanya Rania yang menyerahkan semuanya kepada Deon.

“Deon, Deon akan meminta Ayya menggugurkan anak itu.  Deon akan membicarakannya pada Ayya. Semoga saja dia mau mengerti dan mau melakukannya supaya masalah ini tidak menjadi besar,” jawab Deon dengan tatapan yang penuh keputus asaan.

“Plak!” tiba-tiba Rania kembali menampar pipi Deon setelah mendengarkan jawaban yang tak pernah dia duga itu.

Deon menatap ke dua mata Ibunya dengan tatapan yang tidak mengerti. Dia menjawab akan menikahi Ayya adalah jawaban yang salah. Dan ketika dia menjawab sebaliknya, Ibunya masih saja tidak menerima keputuasannya.

“Bu?” rintih Deon sambil memegangi pipinya yang terasa panas.

“Katamu mau tanggung jawab? Apa seperti itu caramu bertanggung jawab? Apa kamu pantas di sebut laki-laki Yon? Ibu gak nyangka ternyata tanggung jawab yang kamu maksud itu adalah lari dan menutupi kesalahanmu," jelas Rania yang semakin kecewa dengan Putranya.

“Lalu Deon harus apa Bu? Kata Ibu Deon ini bukan siapa-siapa. Kata Ibu, Deon harus sadar. Sekarang Deon suda sadar. Deon sangat sadar hubungan kami memang salah sejak awal. Gak seharusnya kami saling menyukai dan bertindak sejauh ini.Tapi, apa Deon bisa memilih jatuh cinta pada siapa, Bu? Gak Bu! Deon pun gak mau semua masalah ini terjadi. Kalau tidak dengan cara itu maka masalah ini akan menjadi semakin besar dan keluarga kita akan hancur. Bukankah itu yang Ibu katakan? Deon berusaha untuk mengerti tapi, tapi entah kenapa Deon sama sekali gak mengerti apa yang sebenarnya Ibu inginkan,” jelas Deon terlihat begitu putus asa.

“Iya! Memang Ibu bilang seperti itu. Tapi, tapi Ibu gak ngerti sama cara berpikirmu. Entah sejak kapan Ibu salah mendidikmu sampai jadi lelaki yang pengecut dan brengsek seperti ini. Ibu kecewa padamu Yon. Melihatmu sekarang membuat Ibu teringat dengan Si Brengsek itu. Ibu harap kamu tidak menyesali keputusanmu ini,” jawab Rania dengan sorotan mata yang sayu lalu pergi meninggalkan Deon.

Melihat sorotan mata itu dengan jawaban yang menusuk, Deon tidak dapat berkata-kata dan hanya bisa terdiam saat melihat Ibunya pergi setelah semua pertengkaran itu.

“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Deon sambil menatap kedua tangannya yang gemetaran.

“Aku akan menemui Ayya dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Apa pun yang terjadi, anak itu tidak boleh lahir ke dunia ini,” ucap Deon pada dirinya sendiri sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.

Deon pergi dengan air mata yang masih membekas di wajahnya. Dengan luka yang tak terlihat, Deon berusaha meyakinkan dirinya untuk melenyapkan buah dari cintanya dengan Ayya.

Deon pergi menemui Ayya yang terdiam dan menatap langit sambil memegangi perutnya yang mulai membesar di sebuah taman terbengkalai di belakang kota. Tempat khusus di mana Deon dan Ayya selalu bertemu.

 Ayya langsung bergegas menghampiri Deon saat melihatnya datang. Ayya tersenyum pada Deon sambil mengelus-ngelus perutnya seakan dia ingin Deon tahu jika dia dan buah hatinya sedang menunggu sang calon Ayah.

“Deon, coba deh pegang!” ucap Ayya dengan penuh semangat sambil meletakan tangan Deon di atas perutnya yang mulai membesar itu.

“Kamu ngerasin, gak? Anak kita nendang-nendang. Kamu ngerasin, kan?” tanya Ayya dengan semangatnya. Seakan dia tidak keberatan sama sekali dengan kehadiran buah dari cintanya dengan Deon itu.

“Kenapa? Kenapa! Kenapa kamu terlihat baik-baik saja?” tanya Deon yang tiba-tiba terlihat sangat marah itu.

“Maksudmu apa Yon?” tanya Ayya tidak mengerti.

“Apa hanya aku yang tersiksa dengan semua ini? Kenapa kamu bisa tersenyum dengan bersemangat seperti tadi? Kenapa!” bentak Deon sambil memegangi ke dua lengan Ayya dengan erat.

“Yon, kamu kenapa, sih? Sakit Yon. Jangan kenceng-kenceng megangnya,” rintih Ayya yang merasa kesakitan.

“Ah, maaf Ayya. Aku cuman lagi banyak pikiran aja,” jawab Deon yang sesaat kemudian sadar setelah menatap kedua mata Ayya yang memerah dan berkaca-kaca.

Bagaimana pun Ayya adalah wanita yang sangat Deon sukai. Melihat air mata Ayya sama saja menyayat hatinya sendiri.

“Kamu kenapa ,sih? Kenapa sikapmu tiba-tiba aneh?” tanya Ayya yang khawatir dengan Deon.

“Ayya,” ucap Deon sambil memeluk Ayya.

“Kita gugurin aja anak ini,  gimana?” sambung Deon mengatakan hal yang tidak pernah Ayya perkirakan sebelumnya.

“Plak!” Ayya melepaskan pelukan Deon lalu menamparnya dengan sangat keras. Kedua mata Ayya memerah dan air matanya mengalir begitu saja saat mendengar ucapan Deon yang terdengar sangat kejam di telinganya itu.

“Kamu gila! Kamu gak waras Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekejam itu?” ucap Ayya dengan mata yang memerah dan bibir gemetaran.

“Ayya, dengarkan dulu penjelasanku. Aku—“

“Jangan mendekat!” ucap Ayya yang melarang Deon untuk mendekatinya.

“Ayya, tolong dengarkan aku dulu. Aku—“

“Aku bilang jangan mendekat! Kamu denger gak sih!” ucap Ayya dengan lantangnya meski sekujur tubuhnya gemetaran tiada henti.

“Kamu jahat Yon! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal sekeji itu setelah berjanji akan bertanggung jawab atas semuanya? Kenapa Yon? Apa kamu tidak mencintaiku lagi? Apa kamu pikir anak ini mau mendengar Ayahnya berkata kasar seperti tadi? Apa kamu tidak menginginkan anak ini terlahir ke dunia?” tanya Ayya yang benar-benar terluka dengan ucapan Deon.

Setelah berkata seperti itu. Tiba-tiba tubuh Ayya sempoyongan dan akhirnya Ayya terjatuh tak sadarkan diri. Untung saja dengan cepat Deon menangkap tubuh Ayya yang melemas dan hampir jatuh di atas rerumputan itu.

“Ayya! Ayya! Bangun Ayya! Maafin Aku Ayya.  Ayya!” ucap Deon sambil menepuk-nepuk pipi Ayya untuk membangunkannya.

Melihat Ayya tak bereaksi. Deon pun semakin cemas dan kebingungan. Dengan cepat Deon pun mengangkat tubuh Ayya dan berlari mencari rumah sakit terdekat.

“Maafin aku Ayya. Maafin aku,” ucap Deon di dalam hati sembari berlari dengan Ayya yang dia gendong di punggungnya.

Setelah berlari beberapa menit. Akhirnya Deon berhasil membawa Ayya ke rumah sakit terdekat. Dokter yang melihat kondisi Ayya yang sangat pucat langsung melakukan tindakan pertolongan pertama pada Ayya.

Deon yang menunggu di luar ruang pemeriksaan hanya bisa berjalan ke sana ke mari sembari berdoa untuk keselamatan Ayya dan bayinya.

Tak lama kemudian. Dokter yang menangani Ayya akhirnya keluar dari ruangan itu dan mencari keluarga pasien.

“Siapa keluarga pasien bernama Nona Ayya?” tanya Dokter itu.

“Saya Dokter,” jawab Deon dengan cepat.

“Mas ini siapanya Nona Ayya?” tanya Dokter itu.

“Saya. Saya Suaminya Dok,” jawab Deon yang tidak bisa mencari alasan yang lebih tepat.

Sesaat Dokter itu menatap Deon. Namun, tak lama kemudian Dokter itu mengizinkan Deon untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

Saat pertama kali memasuki ruang pemeriksaan itu Deon langsung tahu kalau Ayya baru saja menangis. Air matanya masih mengalir meski tidak sederas sebelumnya.

“Ba-bagaimana keaadan Ibu dan Bayinya Dok?” tanya Deon yang merasa ada yang tidak beres.

Raut wajah Dokter yang menangani Ayya seketika berubah saat mendengar pertanyaan Deon.

“Maafkan Saya, Pak. Saya tidak bisa menyelamatkan Bayi yang ada di dalam kandungan Nyonya Ayya,” jawab Dokter itu dengan lirih.

“Tidak! Tidak! Ini tidak mungkin terjadi. Dokter bohong, kan?” ucap Deon sambil memegang tangan Dokter yang menangani Ayya dan berharap Dokter itu memberikan jawaban yang berbeda.

“Maafkan Saya, Pak. Tapi Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, sayangnya bayi di dalam kandungan Nyonya Ayya tidak bisa diselamatkan,” jawab Dokter membuat Deon benar-benar hancur.

Memang benar jika Deon mengatakan jika dia ingin bayi yang ada di kandungan Ayya digugurkan. Tapi pada kenyataannya, bukan hal itulah yang sebenarnya Deon inginkan. Deon pun menghampiri Ayya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan air mata yang tidak mau berhenti.

“Maafin Ayah, Nak. Ayah memang kejam. Gak seharusnya Ayah mengatakan hal kejam seperti tadi. Apa kamu mendengar ucapan Ayah dengan jelas? Maafkan Ayah, Nak,” ucap Deon dengan penuh penyesalan sambil memegangi perut Ayya yang masih terlihat besar.

Deon menangis sambil memegangi perut Ayya dengan perasaan yang benar-benar kacau.

“Maafkan Ayah, Nak. Maafkan Ayah. Seharusnya Ayah tidak mengatakan hal kejam seperti tadi. Maafkan Ayah Anakku,” ucap Deon yang tidak henti meminta maaf sambil menangis.

Ayya yang mendengar ucapan permintaan maaf Deon yang tulus itu pun turut meneteskan air mata. Namun dia tidak mampu berkata-kata.

Tiba-tiba, saat keduanya larut dalam kesedihan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah tendangan yang kuat dari dalam perut Ayya membuat Deon dan Ayya terdiam dan tak berkata-kata.

Dokter yang melihat gerakan di monitor yang terhubung dengan keadaan rahim Ayya pun langsung bergerak dan memeriksa apa yang terjadi.

Deon yang merasakan tendangan itu hanya bisa terdiam sambil menunggu hasil pemeriksaan. Ayya yang mengetahui bayi dalam kandungannya yang baru saja di diagnosa sudah tak bernyawa hanya terdiam dan berusaha memahami situasi aneh itu.

“Saya tahu ini terdengar aneh. Bahkan Saya pun mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Mungkin ini adalah sebuah keajaiban. Selamat Bapak dan Ibu, bayi dalam kandungan Ibu masih hidup. Sepertinya dia mendengar ucapan sang Ayah dan merasakan ketulusan ucapan sang Ayah. Anak Ibu dan Bapak sangat luar biasa. Ini adalah sebuah keajaiban. Sebaiknya kalian berdua bersyukur dan tidak melakukan kesalahan yang sama untuk ke dua kalinya. Saya tinggal dulu,” ucap Dokter menjelaskan sebuah keajaiban luar biasa yang terjadi hari itu.

Deon yang mendengar keajaiban yang terjadi di depan matanya itu langsung memeluk Ayya dan meminta maaf padanya.

“Maafkan aku Ayya. Gak seharusnya aku mengatakan hal sekejam tadi. Aku akan melakukan apa pun supaya anak kita lahir dengan selamat. Aku janji,” ucap Deon dengan air mata yang tak surut.

Ayya tersenyum dan tenang mendengar ucapan Deon. Lalu dia pun menjawab,

“Iya Yon. Aku tahu, kamu pasti akan melakukannya dan anak kita pun tahu itu. Jadi, jangan mengatakan hal-hal seperti tadi ya.”

Note:

Terima kasih untuk para pembaca The Secret Of Ceo. Semoga readers sekalian merasa senang dengan kisah ini dan dengan senang hati untuk menunggu kelanjutan cerita dari tokoh utama kita ‘Deon’. Ke depannya Author harap Readers sekalian tetap Stay dan terus mengikuti kisah si Deon. Terima kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status