Share

Bab 4. Pertemuan: Hari yang Tak Terduga.

20 Januari 2014.

Matahari bersinar dengan hangatnya. Sinar hangatnya menembus celah diantara gorden kamar Deon yang sudah rapi sebelum dia terbangun.

Deon membuka ke dua matanya dengan perlahan. Tubuhnya terasa lebih rileks setelah beristirahat dari segala rutinitas kantornya yang melelahkan.

“Pagi Pak Deon. Saya sudah menyiapkan pakian yang akan Bapak kenakan untuk menghadiri rapat pagi ini dan ini kegiatan Bapak hari ini,” jelas Calisa, sekretaris pribadi Deon sambil memberikan sebuah tablet pada Deon.

Deon menerima tablet yang diberikan Calisa padanya dan membaca setiap detail dari laporan harian itu dengan seksama.

“Terima kasih kalau begitu saya akan siap-siap dulu,” jawab Deon setelah membaca keseluruhan laporan yang dibuat Calisa dengan hati-hati itu.

“Dan tolong panggilkan Erik,” sambung Deon sambil mengembalikan tablet berwarna silver itu pada Calisa.

“Baik Pak,” jawab Calisa dengan takdzimnya.

Kemudian Calisa keluar dari kamar Deon dan tak lama kemudian seorang lelaki bertubuh tinggi dan besar dengan pakaian serba hitam menghampiri Deon yang masih merenggangkan setiap persendiannya.

“Kemarin, Nona Anya tidak melakukan hal-hal aneh. Dia hanya pergi keluar bersama teman-teman perempuannya dan berbelanja di tempat yang biasa dia kunjungi lalu setelah itu pergi ke tempat kursus tepat waktu dan pulang tepat waktu setelah itu menghabiskan waktunya untuk berlatih bela diri,” jelas Erik melaporkan detail kegiatan dari orang yang sangat berharga untuk Deon.

“Mana?” tanya Deon sambil mengulurkan tangannya.

Erik memberikan sebuah tablet berwarna putih kepada Deon. Di dalamnya sudah ada laporan yang sangat mendetail tentang kegiatan orang yang selalu Erik awasi itu.

Deon memeriksa laporan Erik dengan seksama dan tak lama kemudian Deon menghela napasnya dan berkata,

“Apa menurutmu dia sudah dewasa Erik? Aku selalu saja mengkhawatirkannya meski aku tahu tidak sepantasnya aku melakukan hal menggelikan seperti ini. Kalau Nay sampai tahu dia pasti akan memarahiku dan menutup rapat mulutnya dariku.”

Erik hanya terdiam dan mendengarkan apa yang diucapkan Deon itu. hampir setiap pagi Deon menyampaikan rasa bersalahnya pada Erik karena sudah memata-matai satu-satunya orang yang sangat Deon sayangi itu.

“Apa kamu tidak mau memberikan pendapatmu Erik?” tanya Deon sambil meletakkan tablet itu di atas mejanya lalu berdiri dan membenarkan pakaian tidurnya.

“Sudah aku bilang kan, kalau hanya ada kita berdua kamu tidak perlu seperti ini. Rasanya aku seperti sedang berbicara dengan robot. Hah, bahkan robot pun pandai bicara,” ucap Deon sambil menepuk bahu Erik lalu pergi menuju kamar mandi.

Erik hanya dapat tersenyum kecil mendengar majikannya berkata dengan bahasa tidak formal padanya.

Tak lama setelah Deon selesai memperisapkan diri, Calisa kembali masuk ke dalam kamarnya dengan membawa beberapa aksesoris yang akan Deon kenakan.

“Bagaimana tidur Anda Pak? Apakah nyenyak?” tanya Calisa sambil memasangkan dasi di kerah baju Deon.

“Menurutmu?” jawab Deon dengan dingin.

Calisa mengehela napasnya lalu kembali memasang senyuman hangat pada wajahnya dan berkata,

“Menurut saya, Bapak tidur dengan sangat nyenyak karena wajah Bapak terlihat lebih segar hari ini.”

Setelah memakaikan dasi pada Deon, Calisa menarik kursi yang menghadap ke dinding dan mempersilahkan Deon untuk duduk.

Calisa mengambil sebuah kotak yang berisikan make up khusus yang digunakan Deon setiap pagi. Calisa memulai pekerjaan rutinan yang selalu dia lakukan di luar gedung CA Entertainment itu.

Perlahan-lahan Calisa mulai memakaikan beberapa krim di wajah Deon lalu setelahnya Calisa menyibukkan ke dua tangannya untuk menata rambut Deon dengan sangat rapi.

“Sudah selesai Pak,” ucap Calisa sambil tersenyum melihat hasil dari pekerjaannya itu.

“Terima kasih,” jawab Deon singkat lalu berdiri dan pergi meninggalkan Calisa di dalam kamarnya.

Calisa yang sudah terbiasa dengan sikap Deon itu hanya bisa tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dan memuji dirinya sendiri di dalam hati.

Deon memang terkenal sangat pelit dalam berbicara namun sikapnya itu akan terasa amat berbeda saat sedang berada di dekat satu orang.

“Kakak!” teriak seorang anak perempuan yang sudah siap dengan seragam SMA nya.

Anak perempuan itu berlari ke arah Deon dan langsung mendekap Deon dengan sangat erat saat dia sudah mencapai tubuh Deon yang tinggi dan juga terasa sangat padat itu.

Deon yang mendapatkan sambutan hangat di pagi harinya tersenyum lebar lalu melepaskan pelukan itu dan bertanya dengan hangatnya,

“Pagi Adik Kakak yang sangat cantik. Apa Adik Kakak yang cantik ini tidur dengan nyenyak?”

 “Tentu saja Nay tidur dengan nyenyak. Gimana bisa gak nyenyak kalau ditungguin sama Kakak tersayang. Kakak pikir Nay gak tahu kalau semalaman Kakak duduk dan terus memperhatikan Nay tidur?” jawab anak perempuan yang bernama Nay itu.

“Wah! Bagaimana kamu bisa tahu? Jangan-jangan kamu pasang kamera pengawas di kamarmu ya?” ucap Deon dengan raut wajah yang jauh berbeda saat sedang berinteraksi dengan Calisa.

“Ada deh, itu rahasia. Sekarang lebih baik Kakak sarapan dan buru-buru ke kantor. Kakak kan sibuk hari ini jadi jangan buang-buang waktu,” jawab Nay menyembunyikan sesuatu dari Deon dan memaksa Deon untuk bergegas di pagi itu.

Deon hanya bisa mengikuti kemaun Nay. Tidak pernah sekali pun Deon menolak apa yang diminta Nay meskipun hal yang diminta Nay sering kali membuat Deon kewalahan.

Deon melewati paginya dengan hati yang tenang sampai dia tiba di gedung utama CA Entertainment.

BRUAK! Suara meja yang dipukul dengan sangat keras.

“Maaf Pak. Anda harus menjaga sopan santun di depan ceo kami,” ucap Calisa memperingatkan salah satu klien yang menghadiri rapat penting pagi itu.

“Sopan? Apa saya tidak salah dengar? Saya sudah berusaha untuk sopan sedari tadi sampai kesabaran saya benar-benar habis,” jawab klien itu dengan suara yang memenuhi ruang rapat.

Semua orang hanya menonton dengan penuh rasa penasaran. Mereka sedang asyik menebak respon apa yang akan diberikan Deon atas tindakan sembrono klien satu itu.

“Maaf Pak! Kalau memang Bapak tidak bisa mengikuti rapat ini dengan tenang dengan keberatan saya selaku sekretaris ceo perusahaan ini akan menyeret Bapak keluar,” ancam Calisa dengan tegasnya.

“Wah-wah. Apa ceo hebat kita sudah tidak punya mulut sampai bicara pun selalu diwakilkan oleh sekretaris cantiknya? Apa seperti ini cara Anda sebagai ceo bekerja? Datang dan duduk lalu menyaksikan rapat berjalan tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan hanya mengetikkan kata demi kata singkat yang akan disampaikan oleh sekretaris pribadi Anda?” tanya klien itu yang terlihat tidak terima dengan perlakuan Deon padanya.

Saat Calisa hendak menjawab ucapan klien yang menghakimi Deon di depan klien bisnisnya yang lain, dengan cepat Deon menahan tangan Calisa. Deon bermaksud untuk memberikan isyarat pada Calisa bahwa dia tidak perlu meladeninya.

“Maaf Pak! Saya tidak bisa membiarkan orang seperti dia merendahkan Bapak. Saya akan.”

“Serahkan urusan ini kepada saya,” ucap Deon memotong ucapan Calisa.

“Ha? Ba-bapak tidak harus sampai turun tangan jadi biarkan saya saja yang.”

“Saya tidak akan mengulanginya untuk ke dua kali, kalau saya bilang Anda tidak pantas maka seterusnya pandangan saya kepada Anda akan tetap seperti itu.” Deon tidak memedulikan Calisa yang berusaha untuk menangani masalah itu demi Deon dan langsung menyampaikan apa yang ingin dia ucapkan pada semua klien yang akan bekerja sama dengannya dan membiarkan Calisa duduk menonton.

“Anda tidak bisa mempercayai saya maka untuk apa saya mempercayai Anda?” sambung Deon yang menanyakan hal klise pada klien yang merasa tidak puas dengannya itu dengan sorotan mata yang tidak biasa.

Setelah berkata seperti itu Deon mengalihkan sorotan ke dua matanya ke meja yang masih dipenuhi dengan klien bisnisnya yang lain.

Mendengar ucapan Deon yang singkat namun tepat sasaran itu akhirnya klien yang membuat keributan itu pergi dengan sendirinya. Bukan kata-kata Deon yang akhirnya mendorong klien itu pergi namun sorotan mata Deon yang membuat tubuh klien itu gemetaran tanpa alasan.

Setelah peristiwa itu, semuanya berjalan dengan lancar sampai rapat selesai.

“Calisa, tolong bawakan dokumen yang harus saya tangani dengan cepat,” ucap Deon saat berjalan menuju ruangannya.

“Baik Pak,” jawab Calisa yang berjalan di belakang Deon dengan anggunnya lalu pergi mencarikan dokumen yang Deon minta.

Deon berjalan menuju ruang kerjanya seorang diri. Tiba-tiba, saat dia sedang melewati lorong yang menghubungkan ruang rapat degan ruang kerja Deon ada sesuatu yang tidak pernah Deon sangka akan terjadi padanya.

BRUAK! Seorang Wanita tanpa sengaja menabrak Deon hingga tubuh Deon terdorong beberapa langkah.

“Hei! Kalau jalan pakai mata dong! Jangan asal nabrak orang!” bentak wanita yang menabrak tubuh Deon itu.

Deon membenarkan posisi berdirinya lalu memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana. Setelah itu, tanpa menghiraukan omelan wanita yang menabraknya  Deon bergegas pergi ke kantornya kembali. 

“Hei!” Wanita itu menarik tangan Deon dari belakang sampai tangan Deon keluar dari tempat persembunyiannya yang hangat.

Ke dua mata Deon bertemu degan ke dua mata wanita yang sebelumnya tidak sempat Deon lihat dengan jelas itu.

Deon benar-benar kehilangan kata-kata di depan wanita yang menabraknya itu. Kaki panjang yang kokoh itu tiba-tiba bergeming dari tempat berdirinya. Deon merasa seperti ada gempa di dalam gedung CA Entertainment itu. Wajah Deon memucat, bibirnya gemetaran dan dadanya terasa sesak.

“Apa ini? Apa aku sedang bermimpi?”

Note:

Terima kasih untuk para pembaca The Secret of Ceo yang masih stay di sini untuk membaca kelanjutan cerita ceo kita ‘Deon’.  Author harap para Reader tetap akan stay di sini sampai akhir cerita dan Author tidak bosan menyampaikan terima kasih pada Reader yang dengan senang hati membaca The Secret of Ceo karena partisipasi para Reader dalam membaca akan meningkatkan semangat Author dalam melanjutkan kisah ini. sampai jumpa di bab selanjutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status