“Li Shan Niangniang, apa yang terjadi?” tanya Dewa Langit Yu Huang ketika melihat sang putri bersama dengan Hou Qi sudah tiba di Gunung Kunlun menggunakan portal.
Li Shan Niangniang menoleh ke arah sang ayah, dia mengiba. Perempuan dengan darah dewa-dewi itu masih merengkuh tubuh Hou Qi yang terluka parah. “A-ayah, Gong gong telah menyerang Gunung Li dan Hou Qi telah berkorban demi melindungi ku. Kini dia terluka, jadi ku mohon ayah selamatkan dia.” Dewa Langit Yu Huang menatap datar ke arah siluman harimau merah yang tak berdaya dipangkuan putrinya. Lalu pandangannya tertuju pada Li Shan Niangniang yang masih menangis. “Jika aku menyelamatkan nyawanya apa kau bisa berjanji untuk tidak lagi mencintai siluman ini?” Dewa Langit Yu Huang justru membuat pertanyaan sulit. Li Shan Niangniang tersentak, apakah hal seperti itu masih harus diperdebatkan disaat genting seperti ini? “Ayah, saat ini ada nyawa seseorang yang harus ditolong. Kenapa malah membahas hal lain, ku mohon selamatkan saja Hou Qi!” “Aku bisa dengan mudah menyelamatkan nyawanya asal kau berjanji untuk tidak lagi mencintai siluman ini untuk selamanya. Kau juga harus mengusirnya jauh-jauh dari hidup mu Li Shan Niangniang!” Dewa Langit Yu Huang berteriak garang. Li Shan Niangniang menggigit bibir bawahnya menahan diri, tangisnya sudah tak sekeras tadi. Tapi hatinya jauh lebih sakit sekarang. Mana mungkin dia akan mengusir Hou Qi dari hidupnya? Sedangkan dia sendiri tidak bisa hidup tanpa siluman harimau merah itu. “Rupanya, kemurahan hati ayah sebagai seorang Dewa Langit adalah omong kosong belaka! Disaat genting seperti ini ayah justru meninggikan ego dan membuang rasa empati.” Sang Dewa Langit tertohok atas ucapan putrinya sendiri. Akan tetapi ego yang tinggi telah mengeraskan hatinya. Dia masih saja bergeming ditempatnya, wajahnya datar dan dingin. Li Shan Niangniang putus asa, kemudian dia menarik paksa semua kekuatan spiritualnya dari dalam tulang dewa miliknya. Disaat itulah cahaya biru yang amat terang keluar dari dadanya, cahaya itu merupakan seluruh kekuatan spiritual sang Dewi Gunung Li. “Argh!” Li Shan Niangniang berteriak kesakitan. Mengeluarkan paksa kekuatan spiritual dari tulang dewa merupakan tindakan ekstrem bagi kalangan dewa. Karena tindakan itu bisa menyebabkan kematian, meski seorang dewa-dewi punya kesempatan untuk menjadi abadi. Tapi kekuatan dari energi spiritual juga memiliki andil besar terhadap jangka hidup para dewa. “Li Shan Niangniang berhenti! Kau bisa mati!” Dewa langit Yu Huang mencoba menghentikan. Akan tetapi Li Shan Niangniang seolah tuli, dia sudah membulatkan tekad untuk menyelamatkan Hou Qi. Seluruh kekuatan spiritual itu kemudian dia berikan pada Hou Qi. Dengan cara ini dia berharap bisa menarik jiwa Hou Qi dari sungai kematian. “Uhuk!” Hou Qi terbatuk-batuk, napasnya tersengal seperti baru saja tenggelam dalam air. Perlahan-lahan kesadaran siluman harimau merah itu terkumpul. Sebaliknya Li Shan Niangniang justru semakin lemah seiring dengan kekuatan spiritual yang dia berikan seluruhnya masuk ke tubuh si siluman. “Ku bilang berhenti Li Shan Niangniang!” Dewa Langit Yu Huang masih berusaha menghentikan tindakan putrinya. Dari jarak lima meter dia menggunakan kekuatannya untuk menghentikan pemindahan kekuatan spiritual itu. Tapi nyatanya dia tetap terlambat, tulang dewa milik Li Shan Niangniang sudah sepenuhnya kehilangan kekuatan. Bruk! Tubuh Li Shan Niangniang ambruk diatas tanah, meninggalkan Hou Qi yang mulai sadar sepenuhnya. Siluman harimau merah itu panik bukan main, dia merengkuh balik tubuh sang Dewi. “Tidak, Dewi sadar lah! Jangan pergi,” ucapnya frustasi. Li Shan Niangniang justru tersenyum lembut, dia mengusap wajah Hou Qi yang begitu dingin. “Ini adalah hadiah dari ku Hou Qi, setelah ini jagalah dirimu dengan baik.” -Dua belas ribu tahun kemudian- Tahun Zhuanxu ke-empat hari ke-4, bulan ke-8, Desa Liuyang. [Siluman besar Hou Qi rela menderita dan menunggu ribuan tahun demi bertemu kembali dengan reinkarnasi Li Shan Niangniang.] “Hei siapa pula yang menuliskan hal menyedihkan seperti ini?” Pria dengan rambut hitam panjang dengan semburat merah itu geram. Dia melempar sebuah buku yang sebelumnya dia baca. “Kak, bukankah itu memang benar? Kau menunggu reinkarnasi Dewi Gunung Li selama 12.000 tahun.” Sang adik perempuan, wanita cantik dengan rambut perak yang merupakan siluman harimau putih itu mencibir. Hou Qi, si siluman besar itu menggertakkan rahangnya menahan emosi yang sudah berada di ubun-ubun. “Zhao Yunshi! Kau memang sudah mirip dengan para manusia. Suka melebih-lebihkan sesuatu!” Wanita siluman itu malah tersenyum manis, menyetujui ucapan sang kakak. “Bukankah kau juga yang mengajarkan itu padaku? Sepertinya kakak lupa kalau kita berlatih kultivasi bertahun-tahun demi mendapatkan wujud dan perasaan seperti para manusia.” Hou Qi menghela nafas panjang, dia memang tak bisa menang berdebat dengan adik perempuannya. Dia kemudian bangkit dari duduknya, menatap malas ke arah siluman harimau putih atau Bai Hu yang tidak lain adalah adik kandungnya. “Meski kita meniru manusia, tapi setidaknya kau juga harus bisa memilih untuk tidak meniru hal-hal tidak berguna seperti itu! Para manusia itu senang bersikap sok tahu, jadi kau tidak perlu melakukan hal yang sama.” “Hmm ya, baiklah!” Zhao Yunshi memilih untuk menurut, enggan melanjutkan perdebatan panjang dengan kakaknya yang merupakan siluman harimau merah. Keduanya lalu diam beberapa saat, lalu telinga Zhao Yunshi berkedut. Dia langsung berdiri dan meningkatkan kewaspadaan. “Zhao Yuan Shao, ada yang datang!” Zhao Yunshi memperingatkan sang kakak, dia juga sengaja memanggilnya dengan nama manusia. Zhao Yuan Shao mengangguk samar tanda mengerti. Setelahnya dia berdiri ditengah ruangan kediaman mereka. Sementara itu Zhao Yunshi, berjalan cepat ke depan pintu masuk kediaman. Wanita siluman itu langsung menyerang seorang pria berusia enam puluh tahun yang baru saja berhasil melewati pintu masuk kediamannya. Zhao Yunshi menebas udara didepannya menggunakan pedang es Bing Jian miliknya. Seketika pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan tidak langsung. “Manusia lemah, untuk apa kau menyusup ke kediaman siluman?” Zhao Yunshi berdiri tegap didepan si pria tua. Pedang Bing Jian miliknya sudah mengacung tepat didepan leher pria itu. “Aku Zhu Rong, Nona siluman. Kedatanganku kemari untuk bertemu dengan kakakmu, siluman besar Hou Qi.” Pria bernama Zhu Rong itu menjawab dengan tenang. Dia tidak terintimidasi sama sekali meski pedang Bing Jian sudah siap memenggal kepalanya. Zhao Yuan Shao yang sadar akan adanya keributan segera keluar. Bertepatan dengan Zhu Rong yang selesai mengucapkan kalimatnya. “Untuk apa kau mencari ku manusia?” tanyanya dengan nada yang dingin. Pria dengan wujud manusia berusia dua puluh sembilan tahun itu mendekati sang adik dan juga tamu tak diundang. Pandangannya tajam menelisik siapa yang sudah bertindak ceroboh dengan masuk ke dalam kediamannya. “Aku datang ke mari untuk meminta bantuan kepada anda Tuan siluman besar,” jawab Zhu Rong yang tidak ada takut-takutnya. “Lancang sekali!” Zhao Yunshi menekan pedang Bing Jian dan melukai leher Zhu Rong.“Tapi kenapa?” tanya Zhu Shen Mei yang jelas tidak mengerti.Niatnya baik namun kenapa pria siluman itu justru menentangnya?“Aku tidak ingin membiarkan seseorang berkorban lagi untuk ku, sudah cukup semuanya Shen Mei. Kita cari saja cara lain,” balas Zhao Yuan Shao yang masih bersikeras dengan keputusannya. Dia memang tidak mau mengulangi lagi kejadian dimasa lalu.12.000 tahun yang lalu Li Shan Niangniang pernah mengorbankan seluruh kekuatan spiritualnya demi menyelamatkan dirinya. Kali ini Zhao Yuan Shao tidak menginginkan hal itu terjadi.Biarkan saja luka itu, dia sanggup menahan sakitnya luka akibat serangan siluman serigala Selatan. Asalkan orang yang dia sayangi tidak lagi mengorbankan diri.“Tapi Yuan Shao—”“Cukup Shen Mei, aku tahu niat mu baik. Tapi aku tidak akan mengizinkan mu menggunakan kekuatan demi diri ku. Aku masih ada cara lain untuk menyembuhkan luka ini.”Zhu Shen Mei mengangguk pasrah, dia hanya memperhatiakn luka kemerahan itu dengan iba. Lalu dia bangkit dari
Gunung Wudang adalah tempat bagi Zhao Yunshi dan Zhao Yuan Shao berlatih semasa kecil. Namun lebih sekedar tempat berlatih bela diri dan kultivasi, Gunung Wudang sudah menajdi tempat tinggal yang mereka rindukan seperti kampung halaman.Zhao Yunshi melangkah dengan tenang, perjalannanya menuju Gunung Wudang memang terasa agar berat dan melelahkan kali ini. Luka ditubuhnya masih sedikit terasa nyeri, namun begitu melihat sebuah rumah dengan bangunan yang masih kokoh di ujung pegunungan rindang senyum diwajahnya mulai terbit.“Akhirnya, aku sampai.” Zhao Yunshi semakin mempercepat langkahnya.Hingga didepan rumah dengan halaman yang cukup luas itu, seorang pria dengan hanfu hitam menoleh ke arahnya. Wajahnya tenang dan tampak dingin, namun jelas ada sorot kelegaan didalamnya begitu melihat Zhao Yunshi.“Nona Bai Hu, anda kembali?” tanyanya dengan sopan, bahkan menundukkan kepalanya untuk memberi hormat. Pria yang sudah berumur itu juga memanggil Zhao Yunshi dengan nama silumannya.Zhao
Langit pagi itu kelabu, diselimuti kabut tipis yang menggantung di sepanjang hutan pegunungan. Di sebuah persimpangan jalan berbatu, tiga sosok berhenti — masing-masing berdiri dalam diam seolah menyadari bahwa jalan yang mereka tempuh mulai berbeda.Zhao Yunshi, dengan pakaian putih kebanggaannya, berdiri tegak memandang dua sosok di hadapannya. Matanya seperti biasa, dingin dan lurus, tapi ada bayang-bayang sendu di sudutnya yang tak sanggup disembunyikan. Wajahnya sudah tidak lagi pucat, namun jejak luka dan kelelahan di tubuhnya belum benar-benar hilang."Aku akan ke Gunung Wudang," ujarnya singkat. "Tidak usah menunggu. Aku tahu jalan."Zhao Yuan Shao menyeringai santai, seolah tak ingin suasana menjadi terlalu berat. "Kau yakin tak ingin kami mengantar? Atau setidaknya kupanggilkan seekor kelinci agar bisa jadi penunjuk jalan?"Zhao Yunshi menatapnya tajam. "Jika kau memanggil kelinci, akan ku lempar kau ke lembah."Zhu Shen Mei menahan tawa, lalu berdeham pelan. "Semoga kau cep
Matahari pagi menyusup perlahan di antara celah kabut Desa Liuyang. Embun masih menggantung di rerumputan, dan aroma tanah yang lembap bercampur dengan wangi bunga plum yang mulai bermekaran. Setelah pertarungan semalam dan penutupan celah formasi yang nyaris menelan desa, pagi ini terasa jauh lebih damai.Zhao Yuan Shao berjalan di depan dengan santai, tangan di belakang kepala, dan langkah ringan seperti biasa. Di belakangnya, Zhu Shen Mei menggandeng Xiao Ren yang memeluk boneka kain usang di pelukannya. Anak itu tampak gugup, tapi matanya berbinar, sesekali menatap Zhu Shen Mei dengan rasa percaya yang polos.Zhao Yunshi berjalan pelan di sisi mereka, ekspresi tetap datar dan dingin seperti biasanya, tapi sekali-dua kali menoleh untuk memastikan Xiao Ren tidak tersandung.“Kakak, kau yakin ini rumahnya?” tanya Zhao Yunshi datar.Zhao Yuan Shao menoleh sambil tersenyum lebar, “Tenang saja, aku hanya tersesat dua kali. Itu sudah jauh lebih baik dari biasanya!”Zhu Shen Mei meliriknya
Dari dahi Zhu Shen Mei, sebuah pola angin berwarna perak keemasan menyala, berbentuk seperti pusaran angin dengan titik cahaya di tengahnya. Matanya memutih sesaat, dan tubuhnya bersinar lembut.Siluman serigala membeku di udara.Zhao Yuan Shao yang terjatuh, mendongak dengan mata terbelalak. Ia mengenali tanda itu.“Li Shan... Niangniang?” tanyanya dalam gumam rendah, masih tak percaya apa yang baru saja dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Zhu Shen Mei tidak bicara, matanya tajam menatap musuh. Sorot mata tajam yang sebelumnya tidak pernah perempuan itu miliki.Saat dia mengangkat tangannya, seluruh udara sekitar menjadi padat. Pepohonan merunduk, daun beterbangan, dan cahaya giok menyelimuti tangannya yang memegang kipas.“Kembalilah ke Utara. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar kebanggaanmu sebagai siluman!”Suara Zhu Shen Mei bergema aneh—seolah dua suara bersamaan, satu miliknya, satu lagi... suara yang lebih tua, lebih megah dan agung.Siluman serigala menggeram mar
Bahkan sebelum tengah hari, mereka bertiga sudah tiba di bagian utara Desa Liuyang yang sepi, tepatnya di kuil tua yang dimaksud oleh Zhao Yuan Shao. Kuil itu sudah sanat berdebu, tampaknya sudah ditinggalkan jauh sebelum para penduduk menghilang.“Kau yakin tempat ini pernah dijadikan tempat ritual penyeimbang aura?” tanya Zhao Yunshi pada sang kakak.Zhao Yuan Shao pun mengangguk, kemudian berdiri sejajar dengan sang adik. Pria siluman itu memandang ke arah pintu masuk kuil. “Aku ingat dulu ayah dan ibu pun ikut dalam ritual itu,” balasnnya.Kuil tua itu berdiri muram di bawah langit kelabu. Bangunannya sebagian sudah ditelan lumut, genting-gentingnya jatuh, dan di bagian barat aula doa, pohon beringin raksasa tumbuh menembus atap, akarnya menjalar seperti tangan makhluk purba yang tertidur. Angin yang bertiup dari arah utara membawa bau amis samar yang membuat bulu kuduk berdiri.Begitu mereka melangkah masuk ke aula utama, langkah mereka terhenti.“Ada darah,” lirih Zhu Shen Mei s