Share

28. Miracle

Author: Sky
last update Last Updated: 2021-10-24 18:25:46

"Eh?"

Dion meraba wajahnya sendiri, mencubit kedua pipi yang terasa sedikit kasar daripada selama semingguan ini dan memegang rambutnya sendiri. Matanya melihat ke arah jarum jam yang masih di angka enam tepat. Dia langsung berlari ke depan kaca yang tergantung di dinding dan hanya menampakkan setengah badannya saja.

Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dia langsung berjalan ke meja belajarnya dan menggapai ponsel yang terbaring di alas permukaan datar tersebut dengan sumringah.

Ponselnya kembali.

Tanpa berpikir panjang, dia menekan deretan angka diluar ingatan. Tangannya mengikis jarak antara ponsel dengan telinga kiri seraya mengetuk jari kakinya yang telanjang ke permukaan tanah. Sambungan suara dering yang cukup panjang dan konstan sebelum menghilang dan terdengar suara lembut khas perempuan yang serak karena terpaksa bangun tidur.

“Hallo, Dion? Ada apa menelepon sepagi ini?”

Dion tersenyum tipis, sekali menafsir kalau jiwa gadis tersebut belum terkumpul utuh sehingga belum sadar dengan apa yang terjadi sekarang.

“Leyna,” katanya sembari menahan perasaan yang meluap-luap seakan akan segera meledak bagai kembang api.

“Heum? Jangan memanggilku Leyna, bagaimana kalau ketahuan, Nona Muda?”

Balasan yang diterimanya membuat Dion tersenyum lebih cerah. Dia mendudukan dirinya ke sisi samping ranjang dan mengintip dari celah tirai yang masih terpasang lebar melindunginya dari dingin luar rumah. “Apa kau terbangun karena panggilanku?” tanyanya retoris.

Namun, entah kenapa dia masih ingin mendengar suara yang menjadi jembatan komunikasi verbalnya dengan sesama selama seminggu ini.

“Sedikit. Aku tadi sudah bangun, hanya masih ingin memejam mata. Kemarin, aku membersihkan satu rumah sampai larut malam.” Gumam Leyna di seberang sana membuat Dion ingin terkekeh, membayangkan kalau gadis tersebut sedang merebahkan badannya di atas kasur dan berbicara dengan mata yang terpejam.

“Kau belum buka mata?”

“Eung … belum. Memangnya ada apa? Tidak mungkin kau tiba-tiba berada di depan … eh? Kenapa aku bisa di kamarku sendiri?”

Dion tersenyum maklum saat mendengar perkataan tersebut, terlebih dia bisa samar-samar mendengar ranjang yang berderit karena kepanikan gadis tersebut.

“Dion! Dion! Kau di mana? Kenapa aku bisa berada di sini? Granny sendirian?”

“Hey, princess. Listen to me,” ujar pria muda tersebut yang merasa kalau gadis yang berada di seberang tidak akan sadar kalau tidak dikatakan kebenarannya.

“Kita sudah kembali ke tubuh kita masing-masing, Leyna. Jadi, kau berada di ragamu sedangkan aku kembali ke asalku. Tidak percaya, maka berkacalah.”

Wanita tersebut tersentak dan tidak sadar berteriak kaget, Dion menggeleng kepalanya saat mendengar derap langkah yang begitu kuat untuk membangunkan seisi rumah. “Kenapa bisa? Apa karena aku membiarkanmu mendapatkan keadilan?” tanya Leyna yang Dion rasa telah sampai di depan cermin dari nadanya terlihat tidak percaya dengan kenyataan.

“Aku juga tidak tahu. Aku juga baru bangun dan masih terkejut dengan hal ini. Tapi, ini memang bukan mimpi, kan?” tanya Dion yang memelan suaranya di kalimat terakhir.

“Tentu tidak. Akan sangat lucu kalau kita mimpi di dalam mimpi. Aku sadar sepenuhnya dan … wait for minutes! Pintu kamarku diketuk.”

Sesuai dengan perkiraan Dion kalau pintu kamar pribadi putri pimpinan diketuk oleh salah satu asisten rumah untuk sekedar memastikan kalau keturunan Grissham sehat sentosa.

Sedikit berlebihan, tapi memang ada fakta yang terselip di sana.

"I'm fine. Really fine.  Sure, I'll call you whenever I get a problem here."

"Thank you. But for now, nothing happens here."

Pria muda itu membingkai senyumnya saat mendengar suara lembut dan terselip sebuah nada desakan berbicara dengan salah satu asisten rumah tangga. Setelah itu, dia tidak tahu lagi apa yang terjadi saat pintu kembali ditutup rapat. 

"Where are we just now?" tanya Leyna setelah memastikan semuanya aman.

"It would be funny if we're both dreaming in the dream." Jawab Dion yang langsung menjawab saat terlihat perkataan Leyna di benaknya.

"Yeah, right! The impossibility if we're both in the same dream in the dream and at the same time is just really high."

Pria muda itu ikut mengangguk menyetujui, dia mengalihkan topik sebelum kembali lupa dan akan mengacaukan hari, "Pertemuan dengan investor berjalan lancar kurasa. Aku mengatakan hal yang jujur dengan sedikit bumbu supaya meyakinkan dirinya. Dia itu investor dari Indonesia yang konon memiliki sebuah penglihatan proyek akan maju atau tidak."

"Ayahmu mengatakan hal tersebut saat di mobil dengan istrinya." 

Leyna terkekeh pelan, "Tidakkah kau merasa kau menjadi patung hidup di antara mereka berdua? Mereka itu jika sudah berbicara pastilah terasa dunia hanya milik mereka."

"You've got the point, princess."

Suara ketawa terdengar setelah itu dari bibir keduanya.

"Dia membawakan makanan khas mereka, namanya Rendang kurasa. Masih dingin disimpan di kulkas. Mungkin nanti siang, sudah bisa dipanaskan mengingat sarapan kalian adalah sepotong roti isi." Balas Dion kembali, sebuah kebiasaan yang tidak cukup berbeda darinya.

"Pekerjaan rumah anak muridmu sudah aku koreksi beberapa, belum semua karena aku masih tidak bisa membagi waktu dengan baik tiga hari ini. Tetapi, jam makan Granny tidak pernah terlewatkan sama sekali." Leyna membagikan kegiatannya supaya Dion bisa menjalankan harinya tanpa merasa kewalahan.

"Kemarin malam, aku sempat mendinginkan overnight oats untukku sendiri. Tapi, karena sudah berganti raga menjadi semula. Kalau kau tidak suka, buang saja. Tidak apa-apa. Selera masing-masing orang berbeda. Untuk Granny, aku berencana membuatkan sarapan seperti biasa."

Dion merasa hatinya menghangat saat mendengar perkataan tersebut, wanita yang mendadak berada di sekitarnya langsung mudah beradaptasi dengan sekitar tanpa canggung dan bisa melewati tiga hari dengan sempurna. Ingatan Leyna tidak pernah salah, menyadari kalau Greisy hanyalah satu-satunya anggota keluarga yang bersama Dion membuat wanita itu semakin menjaga wanita uzur semaksimal mungkin.

"Aku rasa kau juga tidak perlu berdiri di atas pointe shoes selama mungkin sekarang, ya, kan, Dion?" tanya Leyna yang tertawa saat mengingat peristiwa yang diceritakan oleh pria tersebut saat dia masih mendekam di penjara bawah tanah.

"Tentu saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi sekarang." 

"Ya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi."

Sejenak masing-masing dari mereka tidak rela untuk memutuskan komunikasi ini dan lebih memilih membisu sebagai atmosfer di antara mereka berdua. Dion tahu waktunya untuk menjalani hari seperti biasa yang telah dirindukan olehnya, begitu juga dengan Leyna yang harus bersiap diri untuk menjadi putri kedua Tuan Grissham.

"Aku menyelipkan sebuah surat di salah satu tasmu. Kalau kau ada waktu, dibaca saja. Kapan-kapan kau membacanya, tidak masalah." tutur sang pria setelah mendapatkan topik untuk dibahas walaupun tidak akan panjang.

"Oh, baiklah. Akan kubaca saat aku seorang diri."

Dion mengangguk perlahan dengan raut wajah yang tidak lagi terlihat senang, "Kalau begitu, aku duluan, ya. Maaf mengganggumu sepagi ini."

Karena, telah mencapai batas untuk perpisahan sementara.

"Tidak apa-apa. Bye, Dion. See you later."

Dion menjauhkan ponselnya, menatap layar alat tersebut yang telah berubah menjadi wallpaper Doe Lake yang diambilnya sebulan yang lalu dan tersenyum tipis.

"See you later, Leyna."

_The Stranger's Lust_

To Be Continue

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Stranger's Lust   65. Between Two Choices

    “Jadi, hari ini adalah harinya?” Dion memangku tangannya yang sedang menggenggam sebuah bungkusan protein bars, mengunyah sambil melihat layar ponsel yang ditegakkan bersandar pada botol minumannya di meja. “Iya. Makan malam dengan kolega Tuan Chayton,” katanya yang telah menelan makanannya tersebut. Makan siang dengan dua protein bars di ruang istirahat di gedung balet yang secara kebetulan sedang sepi, membuatnya berpikir untuk menghubungi kekasihnya itu sekarang. Well, kekasih … Dion rasa dia harus bisa beradaptasi dengan julukan tersebut sekarang. “Kalau memang cowo itu yang bakalan datang, bagaimana menurutmu?” tanya Leyna yang berada di ujung telepon sedang mengecek tumpukan buku anak-anak dengan sebelah telinga kirinya tersumpal dengan Bluetooth earphone. “Aku tidak bisa menerimanya, bukan?” tanya Dion balik yang disetujui oleh jiwa perempuan yang berada di tubuhnya yang asli itu. Terkadang Dion berpikir berapa lama lagikah dia akan bersemayam di tubuh seorang wanita yang

  • The Stranger's Lust   64. Can't Go

    Setelah malam itu mereka saling mengungkapkan perasaan masing-masing, tidak ada lagi yang bertambah. Baik Dion maupun Leyna, keduanya sama-sama disibukkan dengan kegiatan sehari-hari dan Jumat sudah datang menjemput mereka. Dion sudah siap dengan balutan dress di bawah lutut dan duduk ke kursi meja makan yang sudah ditempati oleh tiga anggota lainnya. “Night, Dad, Mom, Quinza,” sapanya dengan binar riang di matanya. “Night, Leyna.” Sang Ibunda membalas sapaannya. Dia mengambil tempat di samping sang adik perempuan yang bermain dengan ponselnya daritadi. Sedangkan, laki-laki satu-satunya di keluarga inti tersebut sedang membaca berita dari ponselnya. “So, can we start?” tanya Aubrey yang melirik kedua anggota yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Dion memilih untuk tersenyum tipis ketika mengetahui kepada siapa yang dituju. Chayton dan putri bungsunya meletakkan alat komunikasi mereka di samping dan menjawab dengan kompak, “Sure.” Wanita tersebut mengangguk dan mulai meminta

  • The Stranger's Lust   63. Answer

    [Dion POV] Aku yang baru saja bisa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekalian merilekskan persendian yang rasanya kaku banget setelah duduk di meja makan mendiskusikan beberapa topik hangat dengan Tuan Chayton. Sedangkan, Quinza berada di kamarnya sendiri mengerjakan tugas sekolahnya di jam sebelas malam ini. Setelah berbelanja barang kebutuhan tadi, aku dan dia langsung menyimpan barang tersebut di dapur dan beberapa disisihkan untuk di simpan di tas yang khusus menampung pakaian ganti dan outfit latihan aku. Dan, ketika melihat namaku sendiri tertera di layar ponsel Leyna itu aku langsung mengangkatnya. “Hello?” Sejujurnya ntah kenapa malam ini terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya yang pernah kami lewati dengan berbicara melalui telepon. Leyna menjawabnya, pembicaraan mulai terasa aneh ketika lawan bicaraku itu menanyakan situasi di sini. Namun, tidak berapa lama, aku mengetahui jawabannya. Jawaban mengapa aku merasa canggung dan aneh dalam pembicaraan kami k

  • The Stranger's Lust   62. Accidentally Confession

    [Leyna POV] Aku melangkah keluar dari gedung sekolah dan menaiki sepeda yang menemani semua kegiatanku semenjak menjadi sosok yang dipanggil Dion Addison. Langit yang hari ini terlihat mendadak begitu cerah tidak digubris olehku sama sekali. Karena rasanya dari dalam hatiku terbakar sejak siang tadi. Sialnya sampai sekarang masih belum padam. Efek yang luar biasa dahsyat setelah guru perempuan itu seenak jidat menawarkan ini dan itu kepadaku. Maksudnya kepada Dion, tentu saja. “Memangnya dia tahu kalau Dion itu suka sekali dengan oatmeal dan smoothies yang beragam variasi cara untuk menikmatinya,” celetukku sambil mengayuh sepeda. Beruntung aku bukan seorang puteri keturunan kepala pemerintah sekarang ini. Ada untungnya juga menjadi seorang warga biasa yang memiliki pekerjaan yang biasa-biasa saja. Tentu saja kebanyakan warga di sini menikmati kehidupannya dengan biasa-biasa saja, bangun pagi, menyiapkan sarapan, mandi, berpakaian, pergi bekerja, pulang dan menikmati makan malam

  • The Stranger's Lust   61. Privacy Thought

    Dion meletakkan semua belanjaannya kepada kasir dengan tenang. Tidak, lebih tepatnya pura-pura untuk bersikap tenang dan biasa saja. Dia tahu Quinza daritadi melihatnya dengan tatapan yang menyiratkan untuk berbicara empat mata dengannya. Namun, dia bersikap tidak tahu-menahu. "Leyna," panggil Quinza yang berada di belakangnya berbisik mendekat sampai ke telinganya. Beruntung sekali dia sudah terbiasa dengan adik perempuan Leyna selama ini sehingga dia tidak lagi merasa terkejut. Sebuah dehaman menjadi jawabannya dan dia melihat ke arah monitor kasir yang sedang bergerak menghitung total pembeliannya. "Kamu serius sekarang? Si cowo yang kujelasin itu ada di belakang tahu," kata Quinza lagi, dia berbicara dengan bisikan meskipun terdengar seperti nada tinggi. "Dia orangnya? Charles, benarkan?" beo Dion yang melirik ke sosok di belakang anak bungsu keluarga kepala pemerintah ini. Lalu, kembali bertingkah seperti biasa. Yang lebih muda itu refleks menepuk pundak sang Kakak gemas. "

  • The Stranger's Lust   60. So, What Now?

    Pada satu waktu yang sama, Leyna juga sedang mengurusi nilai murid-muridnya di ruang guru. Dia tidak sendirian di ruangan tersebut, masih ada dua atau tiga guru yang juga duduk di sana melakukan tugas mereka masing-masing. Mengingat jam belajar-mengajar telah berakhir tiga jam yang lalu, Leyna dan guru-guru lainnya bisa beristirahat sejenak. "Sir. Dion," panggil seorang guru perempuan yang sering mengikutinya di setiap kesempatan yang ada. Maksudnya, mengikuti raga Dion, bukan jiwanya. Terkadang Leyna melamun dan berpikir bagaimana reaksi sekitar mereka kalau mengetahui bahwa orang yang di depan mereka bukanlah yang mereka kenali. "Ada apa, Miss?" tanya Leyna sesopan mungkin. Setelah mengetahui konsep dari kutukan aneh ini, Leyna berpikir untuk membatasi diri dengan dunia. Dia tidak bermaksud untuk besar kepala. Namun, siapa yang tidak akan jatuh hati ketika melihat raga seorang laki-laki yang tinggi jangkung, berpakaian rapi, dan bersikap lembut? Leyna mungkin adalah salah satun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status