Cahaya rembulan menerpa ke sebuah kursi panjang kayu hitam. Terdapat dua orang dari klan berbeda sedang duduk terdiam membisu. Satunya di ujung kursi sebelah kiri, satunya di ujung kursi sebelah kanan.
Sepuluh menit–lima belas menit mereka terdiam membisu. Membungkus rasa rindu di hati seorang, sedang yang lain rasa rindu itu telah terbawa angin sejak perpisahaan sepuluh tahun yang lalu.
“Kamu mau kita diam terus kak Hans?” tegur salah satunya membuka pembicaraan.
“Sungguh indah pemandangan Kerajaan Aphrodite dari atas bukit ini Rhea!”
“Jika kamu bicara ngelantur terus, aku akan benar-benar meninggalkanmu disini.”
“Ayolah Rhea, janganlah kaku padaku. Sepuluh tahun. Sudah sepuluh tahun sejak kita bertemu dulu. Tidakkah kau rindu padaku?” Hans memutarkan tubuhnya ke kiri. Memandang tiap lekuk wajah Rhea. Begitu putih dengan hidungnya yang mancung. Lekuk pinggang yang begitu indah dengan kaki berje
Langit malam penuh kabut. Sebentar lagi akan hujan.“Mengapa Rhea begitu lama?” Marsha berjalan di lapangan. Mondar-mandir. Mulutnya komat-kamit. “Aku harap tidak terjadi apa-apa, tetapi apakah aku perlu menyusulnya?”“Kamu ingin menyusul siapa?” sebuah suara pria terdengar begitu berat dari arah belakang telinganya. Marsha berdiri kaku sesaat. Sebelum ia memutuskan untuk memutarkan tubuhnya perlahan ke arah suara di belakangnya.“Apa kak? Tadi bilang apa ya?” jawabnya dengan senyum–dipaksakan.“Kamu ingin menyusul siapa?” Hans bertanya lagi.“Menyusul siapa? Aku tidak bilang itu.” Marsha berkelit dan kemudian berjalan ke arah kediamannya, “Aku bilang ... menyusui ... peri sapi ... apakah aku perlu menyaksikan peri sapi menyusui anak-anaknya besok?”“Itupun kamu khawatirkan. Tenang saja. Peri sapi pasti akan mempersiapkan semuanya. Oh ya,
“Dua hari yang lalu, secara tidak sengaja aku melihat beberapa penebang pohon yang berperilaku aneh.”“Aneh bagaimana Marsha?” Rhea membetulkan posisi duduknya. Topik kali ini tentu saja lebih menarik perhatiannya dibandingkan dengan membahas Pangeran manusia itu.Langit malam gelap temaram. Hujan deras membumi.“Waktu itu aku iseng bermain ke dalam hutan selatan. Berlari-lari dalam wujud rubahku. Tentu saja tak seru jika aku tidak mengintip para pekerja manusia itu. Semuanya berjalan normal. Pohon-pohon ditebang dengan kapak. Namun, ada para pekerja yang menepuk-nepuk pohon. Lantas, di pohon itu tertempel suatu benda hitam dengan cahaya merah menyalak di dalam kaca benda hitam itu. Sebelumnya aku belum pernah melihatnya.”“Hmm, benda hitam, cahaya merah dan menempel di pohon.” Rhea mengusap jari telunjuknya dan jempol ke dagu. Ia berpikir keras. Lalu, terbesit pikiran bahwa benda itu sepertinya tid
Penginapan peri gajah tidak terlalu besar. Bahkan bisa dibilang tak semewah gedung pencakar langit di Kerajaan Theligonia. Gedung dengan tiga lantai itu memiliki sekitar sepuluh kamar di tiap lantainya. Iya, memang dari depan penginapan ini lebih nampak seperti rumah susun. Namun, pada saat Hans tiba di kamarnya, lantai tiga, kamar nomor 21. Ornamen mewah menjamu matanya. Ini lebih dari sekedar rumah susun, melainkan apartemen mewah.Kedua bola matanya menyapu habis setiap ruang. Di sisi kanan ruangan terdapat ruang tamu kecil dengan sofa empuk serta TV berukuran sedang. Di belakangnya terdapat partisi yang memisahkan ruang tamu dan dapur. Dapurnya kecil namun sangat lengkap. Tidak seperti di Kerajaan Theligonia yang dimana perabotan rumah tangga terbuat dari emas. Disini, di penginapan ini menggunakan seperti gabungan dari ranting pohon dengan daun yang ditempa menjadi satu. Hampir semua perabotannya terbuat dengan bahan yang sama, kecuali busa untuk tempat tidur dan sofa. S
“Ini tak bisa dibenarkan. Raja harus tahu akan ini.” Philip bangkit dari tempat tidurnya. Namun sebelum itu ia pergi ke bilik kecil samping tempat tidurnya. Tersambung ke taman belakang. Saat Philip masuk ke dalam bilik tersebut, biliknya memanjang lalu melingkari sebuah pohon. Saat dirinya mendekat, gelembung-gelembung air keluar dari pohon tersebut. Terbang mengelilingi badannya. Pecah saat terkena badan Philip. Gelembung itu bukan sembarang gelembung. Gelembung tersebut dihasilkan oleh pohon sabun dengan setiap kandungan airnya mengandung senyawa alkali dengan dicampur lemak nabati, serta wewangian yang dihasilkan untuk membersihkan tubuh. Saat dirasa dirinya sudah bersih dan wangi, ia keluar dari bilik tersebut. Lantas, lima menit kemudian ia telah rapi. Philip melangkah ke luar, membuka pintunya. Pukul 06.20 Namun suasana istana sudah mulai hidup. Para penjaga malam sudah tidak nampak batang hidungnya, mungkin mereka telah terbuai dalam dunia mimpi. Seka
Pukul 06.00. Penginapan Nyonya Gajah.Kegiatan sarapan telah selesai. Tak ada lagi suara berbincang ataupun tertawa di atas meja. Sekarang hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok–garpu, saling beradu–dikelompokkan. Hans mengikuti setiap langkah para tamu. Bangkit berdiri, merapikan piring serta alat makan yang digunakan secara pribadi, dibawa ke dapur. Lantas kembali ke meja, ada yang mengangkat sisa lauk untuk kemudian ditaruh di dalam kulkas, ada juga yang menarik kain meja untuk digulung dan ditaruh ke dalam baskom besar. Hans bingung apa yang harus dilakukannya. Jadi dirinya memutuskan untuk mengikuti gerakan seorang tamu. Ia merapikan kursi untuk dirapatkan dengan meja.“Semuanya terima kasih telah hadir sarapan dengan baik hari ini. Nanti sore pukul enam berkumpul kembali untuk makan malam!” teriak Nyonya Gajah. Lalu kemudian mengambil sebuah tas jinjing, keluar dari gerbang penginapan.“H
“Paman, aku sudah hampir mual! Sampai kapan kita akan berada di atas udara seperti ini!” Hans menggerutu. Mukanya sudah hampir pucat. Sepuluh menit mereka mengangkasa di atas langit.Namun, tak banyak bicara setelah lima belas menit mengangkasa, Cakra menurunkan Hans. Hans mengerjap-ngerjap matanya. Satu dua kali kerjapan ia masih belum bisa melihat dengan jelas. Kepalanya cukup pusing.“Hei, untuk seorang yang sudah bisa terbang sendiri tidak mungkin begini saja akan mual!” Cakra tertawa.“Paman! Bagaimana tidak mual? Paman membawaku memutar kesana-kemari. Lalu kadang naik dan turun tiba-tiba. Paman itu bukannya balon udara yang bisa mengalami turbulensi.” Hans menunduk, kedua tangannya memegang perut. Menahan gejolak isi perut yang mungkin akan terlontar sebentar lagi.“Jangan pura-pura untuk tidak menggunakannya. Aku tahu kamu bisa menghilangkan rasa mual itu! Disini, Kerajaan Peri, semua Peri boleh menggunakan
Pukul 08.00. Kerajaan Aphrodite.Rhea dan Marsha tiba berdiri di sebuah kediaman. Masih di lingkungan istana. Berada di sebelah utara dari istana. Di atas daun pintu terdapat sebuah papan nama kayu, terukir dengan tulisan “Memorial Putri Harmonie”. Inilah tempat yang sering dikunjungi Rhea dimulai dari ia berusia enam tahun.“Ayo, kita masuk!” Rhea mengatakannya pelan. Mereka melepaskan alas kaki mereka secara bersamaan. Menggeser pintu dengan pelan.Sunyi dan dingin menyambut mereka. Ruangan itu rapi dan bersih. Selalu terjaga dan memang akan selalu dijaga. Tak boleh ada yang berani mengusiknya atau seseorang itu akan mati.Rhea langsung menuju ke sudut ruangan. Dimana terdapat rak-rak buku. Ia mulai mencari dengan menggeser jarinya ke setiap buku disana. Cahaya mentari masuk dari balik celah-celah jendela. Gemerisik pohon pun bergoyang dengan sangat pelan. Wangi semerbak bunga tercium, bertebangan mengisi seisi ruang.&ldq
Malam purnama menghiasi hari ke-27 bulan pertama. Saatnya bulan semi. Dimulai sejak tadi pagi. Saat padang bunga Reveihan bermekaran. Aroma musim semi menjadi hal yang ditunggu-tunggu klan Peri Kerajaan Aphrodite. Karena itu berarti buah-buah legendaris akan tumbuh. Hanya akan tumbuh setahun sekali. Dari buah obat, buah kecantikan, buah panjang umur, sampai dengan buah aroma akan sangat tumbuh banyak.Itulah yang menjadi salah satu kelebihan Kerajaan Aphrodite yang sekaligus menjadi bumerang, bagi klan peri sendiri. Tak ada satupun Kerajaan yang bekerja sama tulus dengan mereka. Dulunya memang ada, tetapi semuanya menjadi pengkhianat. Termasuk tetangga Kerajaan, tetangga terdekat, Kerajaan Theligonia.Malam ini saat musim semi di istana, semuanya bergembira. Raja dan Ratu berdua mengeliling ladang bunga Reveihan. Marsha senang bukan kepalang saat ia tahu bahwa dirinya diberi kebebasan untuk merancang gaunnya sendiri. Tentunya dengan kain sutra serta kain dari yang diha