Mari kita biarkan Rhea istirahat sebentar. Ia memerlukan istirahat untuk kepulihan badannya. Kita beralih ke Kerajaan klan manusia. Tempat lahir seorang Hans Dharma Panenta. Seorang Pangeran tampan yang memiliki ayah yang super cuek.
Pukul 23.00. Kerajaan Theligonia.
Para prajurit berkumpul di halaman istana. Mereka sambil berbisik-bisik, apa gerangan yang terjadi? Menurut mereka tidak terjadi kerusuhan apapun. Bahkan kalau untuk preman pasar yang baru-baru ini meresahkan warga sudah diselesaikan oleh dewan keadilan. Mereka telah dihukum untuk bekerja secara sukarela di daerah pertambangan.
Menurut para prajurit, Raja sebenarnya baik. Namun, ia membungkusnya dengan rapi seakan ia tidak nampak baik sama sekali. Bahkan orang bilang, Raja tak ada hati. Ada bagusnya, kata Raja suatu hari. Dengan begitu mereka tidak akan ada yang berani melawan perintah Raja. Biarlah anakku kelak yang menjadi Raja yang baik untuk mereka.
Penasihat istana beri
“Akhirnya aku bisa istirahat juga!” Marsha merebahkan punggungnya ke atas tempat tidur di kamarnya. Namun, kali ini dia belum bisa langsung tidur karena masih ada dua pria yang terus-terusan bertatap-tatapan sengit di meja bundar, tepatnya di dalam kamarnya. Kamar tamu yang disediakan untuknya memiliki ukuran yang cukup besar. Sebenarnya bahkan tampilannya kamarnya tidak jauh berbeda dengan kamarnya di Kerajaan Aphrodite. Hanya yang berbeda adalah dekorasi dan interior. Jika Kerajaannya menggunakan bahan alam dan tentunya dibentuk dengan kekuatan magis, berbeda dengan disini yang semuanya dibuat dan dirancang oleh tangan para manusia pekerja, yang lagi-lagi menggunakan ornamen kayu, tembaga, dan emas. Kamarnya terdiri dari tiga bagian. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah meja mundar coklat yang dikelilingi dengan empat kursi. Di sebelah kanan ruangan, itulah tempat Marsha sedang merebahkan punggungnya. Sedangkan di sebelah kiri ruangan, terdapat tempat duduk panjang yan
Kembali ke Kerajaan Aphrodite. Kerajaan Peri nan asri dengan komoditi utama adalah memproduksi parfum dan rempah-rempah.Saat mentari keluar dari tempat peraduannya, para peri mulai sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Gemericik suara air dari aliran Sungai Timur mulai terdengar melewati pipa-pipa bambu. Aliran sungai juga terdengar begitu syahdu. Para peri kecil berlarian kesana-kemari. Taman bunga Reveihan lagi-lagi sedang panen. Para peri bergembira. Gesekan-gesekan pohon bambu terkena angin lembut berpadu dengan bunyi suling dari Peri Burung terdengar lembut dan menenangkan. Semua bergembira menyambut panen bunga Reveihan.Para prajurit juga turut bergembira, mereka berpatroli sembari mencium wangi semerbak dari olahan-olahan parfum yang sedang diolah. Tentu saja dari bunga Reveihan. Setiap kali mereka lewat, aroma parfum tercium. Sedang di sisi barat aroma rempah-rempah juga menggiurkan. Sepanjang perjalanan keluar masuk istana, para prajurit tidak menemui
Peri serigala itu hanya tersenyum. Menunjukkan kedua taringnya yang tajam. Lantas tertawa. Menggema. Suara tertawanya menggema ke seluruh hutan terlarang. Beberapa burung yang bertengger di pohon memilih untuk pergi.Saat ini langit sudah berubah warna menjadi oranye kebiruan.“Apakah kamu ingin mati terbunuh di tangan saya?” Rhea sangat penasaran dengan kalimat yang terlontar dari mulut si peri serigala ini.Bagaimana ia bisa tahu jika sekarang jantungnya bermasalah?“Putri janganlah terburu-buru. Waktu kita masih panjang sebelum acara pesta bunga Reveihan digelar.”“Sebenarnya siapa kamu?”“Aku? Aku adalah peri. Seperti yang Putri tahu, akulah peri Serigala.” Ia melompat terbang. Lantas duduk di salah satu ranting pohon yang kokoh. Pohon-pohon di hutan terlarang memang sangat besar. Jadi, patutlah jika seorang dapat menyenderkan tubuhnya di ranting, seberat apapun berat bobot tubuhny
Pangeran Philip, Putri Marsha, dan Pangeran Hans berjalan menuju ke penginapan Raja Harry. Dalam perjalanannya, mereka diiringi oleh para pelayan dan prajurit. Pelayan dan prajurit lainnya yang tidak ada di dalam iringan mencuri-curi mata ke arah para tamu. Mereka semua berbisik mengagumi. Herannya, tak ada satu pun yang melihat ke arah mereka secara langsung.“Mengapa para pelayan dan prajuritmu tidak ada yang berani menatap kami?” Philip bertanya ingin tahu.“Di kerajaan kami, tidak ada satupun rakyat yang boleh menatap anggota Kerajaan secara langsung. Bahkan para menteri saja tidak berhak menatap langsung mata kami, kecuali diizinkan.” Pangeran Hans menatap sekilas ke arah Philip. Ia hampir kira jika ini khayalan karena seorang Pangeran Philip sekarang malah memulai obrolan santai.“Bagaimana jika ada yang melanggar?” Kini giliran Marsha yang bertanya penuh tahu.“Palingan hukuman cambuk. Jika yang ditatap tidak terima. Tapi biasanya jarang yang ada terima ditatap seperti itu. Itu
“Darimana kau tahu jika Kerajaan Timur akan bersekutu dengan baik dengan Kerajaan kita?” Raja bertanya. Cukup kasar. Rapat telah selesai setengah jam yang lalu. Kini di dalam penginapan Raja, hanya ada Raja Harry dan Pangeran Hans. “Tentu saja dari pesan yang kita dapatkan dari Raja Kerajaan Timur. Bukankah Raja juga membaca pesan tersebut?” “Jika saya menemukan keanehan dari mereka. Mereka berdua akan berurusan langsung dengan pedang saya. Kau awasi mereka. Dan jangan sesekali kau mengecohkanku. Caramu dengan menerobos hutan terlarang saja sungguh sangat bodoh.” Raja berlalu pergi. “Apa?” Raja tahu aku ke Kerajaan Aphrodite? Hans bergegas pergi dari kediaman Raja. Di luar terlihat sepi. Semua pelayan yang tadiny ada di depan pintu semuanya telah bubar. Menyisakan Steve yang berdiri kaku. Steve? Adakah sesuatu yang akan kau sampaikan? “Mari kita kembali ke kediamanmu, Pangeran. Cuaca sedang panas hari ini.” Hans segera berjalan melewati Steve. Menuruni tangga, lantas berbelok
“Raja, Pangeran mohon izin masuk!” seorang dayang kepercayaan Raja berkata cukup lantang di depan kediaman Raja.“Biarkan dia masuk!” suara Raja terdengar lantang.Hans berjalan maju. Penjaga di masing-masing pintu membuka lebar-lebar pintu utama di kediaman Raja.Sepersekian detik kemudian, pintu tertutup kembali.Hans membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Raja. Sebelum ia duduk di atas bantal yang empuk.Semilir angin berembus pelan di luar sana. Udara sudah dingin sejak tadi.Raja menuangkan teh dari teko keramik, kemudian menyodorkannya pada Hans.“Minumlah, selagi hangat!”“Aku tidak sedang ingin berbasa-basi, Ayahanda!”Pandangan Hans kaku. Ia menatap serius Ayahanda. Duduknya tegap, menandakan keseriusannya.“Tidak baik menolak pemberian tuan rumah. Minumlah.”Raja menuangkan teh di gelas kedua. Menghirupnya. Lantas, menyeruputnya.Mau tidak mau Hans minum suguhan teh dari Raja.“Ini bukannya...”“Iya, teh buatan Ratu. Tentu saja kau tahu artinya apa bukan?” Raja menyeri
Pagi-pagi benar, saat matahari sudah menampakkan diri dari peraduannya. Udara masih terasa sejuk. Embun juga masih dengan santainya menempel di pucuk-pucuk daun.“Kak, disini sebenarnya asri juga. Cuman mereka terlalu buta akan semua berbau dengan tanaman. Padahal tanah mereka sangat subur. Tumbuh apa saja akan tumbuh dengan cepat. Buah serba manis. Bunga serba wangi.” Marsha menyeletuk di antara barisan dayang yang juga berjalan mengikuti di belakangnya.Marsha dan Philip sedang dalam perjalanan menuju ke kediaman Raja.“Sst...mereka bisa tahu apa yang baru kamu bicarakan.”“Tenang, aku sudah menutup gendang telinga mereka. Jadi, mereka tidak akan mendengar perkataan kita.”“Marsha! Kita nggak diizinkan menggunakan kekuatan kita di luar dari tanah kita.”“Aku hanya menggunakan sedikit. Auraku tidak akan bisa tercium oleh siapapun.”“Sebentar lagi kita akan sampai. Cepat buka penghalang gendang telinga mereka.”“Iya, tentu saja. Tetapi Kak Philip janji. Tidak akan ada kemarahan seper
Rapat selesai. Pertemuan itu memakan waktu hampir setengah hari. Dimulai saat matahari terbit sampai ditutup dengan matahari seperempat hari lagi kembali ke peraduannya. Crit Crit Suara burung kecil terdengar merdu di sebuah ranting pohon. Tertampak mengintip lucu dari balik jendela kamar Marsha. Sedang Marsha sedang memangku dagunya di kedua tangannnya yang terlipat menyender jendela. “Kak Philip, mengapa dunia manusia indah?” “Yah, semua dunia itu indah Marsha. Hanya orang-orangnya saja yang terlalu egois. Selalu menaruh kepentingan sendiri di atas kepentingan orang lain, egois, dan lebih parahnya lagi tidak menghargai lingkungan yang telah diberikan dewa.” Kak Philip berjalan mendekati Marsha. Ikut memperhatikan pemandangan yang disuguhkan. Pohon dan gunung terpampang indah disana. Menyejukkan mata. Sesekali angin melewati di antara mereka. Terasa sejuk dan menenangkan, namun tak terlihat. “Jadi kalian pulang?” Hans masuk ke dalam ruangan. “Apakah kamu tidak memiliki sopan s