Share

Bab 4: Masa Lalu, Masa Kini, Masa Depan

“Rhea. Putri Rhea! Bangun Putri!” Suara lembut terdengar dari seorang wanita, membuat mata Rhea bergerak kecil di balik kelopak matanya. “Bangunlah putri kecilku!”

“Ibunda, kaukah itu?” Rhea bergumam kecil. Mengucek-ngucek matanya dengan punggung matanya.

“Iya, putri kecilku. Lantas siapa lagi yang berada di ruangan ini jika bukan aku yang bersuara. Mengapa putri kecilku tertidur disini? Bukannya disini dingin?”

“Tidak apa-apa ibunda. Aku sedang ingin dekat dengan ibunda. Lagian, ranting-ranting pohon ini menjaga kehangatanku.” Rhea bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian duduk di dekat meja tempat Putri Harmonie berada.

“Lihat dirimu. Seberantakannya dirimu kamu tetap cantik.”

“Putri siapa dulu dong!” Rhea tersenyum.

“Adakah yang mau kamu tanyakan pada ibu?” tanya Putri Harmonie.

Layar wajah hologram Putri Harmonie menghilang sepersekian detik untuk kemudian muncul hologram biru muda berhiaskan kerlap-kerlip putih, menampakkan keseluruhan dari kepala sampai kaki. Putri Harmonie mengenakan gaun model sabrina dengan rambut panjangnya diikat ekor kuda. Duduk di kursi sebelah kanan Putri Harmonie.

“Ibu selalu cantik.” Bulir mata Rhea terjatuh. Terjun bebas dari balik matanya ke pipi. Lantas turun membasahi bajunya.

“Hei, pagi-pagi kamu sudah menangis sayangku.” Harmonie mengangkat tubuh Rhea untuk duduk di pangkuannya. “Coba kamu lihat di langit biru disana. Burung-burung telah sibuk mencari makan untuk anak-anaknya. Pohon dan tumbuhan sedang menyiapkan hati untuk fotosintesis. Langit di luar sana sedang cerah-cerahnya. Kamu, Rhea sudah sepatutnya secerah itu.”

“Ibunda pasti sudah mendengar pertemuan kemarin bukan? Apa ibunda juga hadir disana?” Rhea menyandarkan kepalanya di bahu Harmonie. Sembari iseng menggulung-gulung satu dua gumpalan rambut ibunya. Tangisnya sudah mulai teratur. Ia tak lagi sesenggukan.

“Pastinya. Ibu akan selalu hadir di dekat Rhea. Apa kamu terlalu penasaran siapa Harry?”

“Yah, asal ibunda ingin memberitahuku. Bahkan Philip ataupun Marsha tak ingin memberitahuku. Ini tidak adil,” gerutu Rhea.

“Rhea, hidup di masa lalu adalah lampau, masa kini adalah perjuangan, masa depan adalah tujuan yang sesungguhnya. Kamu terlahir spesial Rhea. Kamu terlahir memiliki hati yang tulus berbeda dengan peri lainnya. Sedang peri lainnya terlahir memiliki hati yang polos. Maklumkanlah mereka. Sama seperti ibunda yang memaklumkanmu bersikap nakal kali ini.”

“Iiih..ibunda. Mengapa malah lebih memilih mereka? Ibunda jahat.” Rhea beranjak turun dari pangkuan Harmonie. Berusaha menyentuhkan kakinya di lantai. Bergerak duduk di kursi semulanya.

“Ibunda adalah peri bodoh sayang. Tapi, ibu setuju denganmu satu hal. Manusia tidak sepenuhnya licik. Mereka juga memiliki hati yang tulus. Namun, janji sama Ibu kamu jangan berhubungan dengan manusia lagi.”

“Ibunda jahat!” teriaknya.

Rhea berlari. Menggeser pintu dengan lasak.

Putri Rhea. Kamu adalah putri ibunda satu-satunya. Ibunda tidak mau kamu terluka seperti Ibunda. Ibunda terlalu polos sampai ibunda berakhir seperti ini. Memiliki jiwa tanpa raga.

***

Delapan tahun yang lalu.

Segala penjuru arah mata angin. Angin dari arah selatan, barat, utara, dan timur dikumpulkan oleh empat dayang peri. Keempat jenis angin tersebut mengitari satu sama lain membentuk sebuah bola angin. Lama-kelamaan, dari bola angin kecil menjadi besar, membentuk sebuah gelembung. Menembus masuk pelan-pelan ke dalam rahim Putri Harmonie. Dua menit kemudian, gelembung itu keluar dari perut Harmonie. Di dalam gelembung itu telah terisi seorang bayi. Seorang bayi telah lahir tepat pukul sembilan malam.

Tangisannya memecah kesunyian dan menembus dinding-dinding kokoh kerajaan nan bertaburan permata setelah gelembung telah terbuka. Seorang bayi putri mungil telah lahir ke dunia pada malam purnama yang indah. Pada saat malam itu juga, para pembawa berita segera terbang keluar istana untuk menyebarkan berita bahwa seorang bayi dari Putri Rusa telah lahir ke dunia. Segera berita sukacita tersebar dari pedagang kain, lanjut ke pedagang daging, dan terus lanjut sampai ke daerah perbatasan. Berita sukacita tersebut tersebar dimana-mana.

Namun, suasana kelam menyelimuti kamar Putri Harmonie, ibunda dari bayi mungil yang baru saja melahirkan dengan jerih payah. “Kakak, bisakah engkau memberikan pil ini pada putriku?” pinta Harmonie lembut. Tenaganya sudah cukup terkuras setelah berusaha melahirkan putrinya. Ia terbaring lemah di atas tempat tidurnya.

“Pil ini bukannya...” Putri Hera belum sempat menyelesaikan pernyataannya, namun Harmonie sudah memotongnya, “Aku tidak ingin putriku kelak jatuh cinta pada manusia atau ia akan terluka.” kata Harmonie lirih.

“Baiklah Harmonie. Aku tahu maksudmu,” Segera Putri Hera memasukkan pil berwarna merah muda ke dalam mulut si putri kecil yang berada di dalam gendongannya. Ia mengeluarkan sedikit tenaga dari telunjuk kirinya dan mengeluarkan cahaya putih sesaat. Pil tersebut berhasil dimasukkannya dalam tubuh si putri kecil. Lantas ditanamkan dalam jantungnya. “Lalu, nama apa yang cocok untuk keponakan kecilku yang cantik ini?”

Rhea Liseira Mhenta

***

“Putri Rhea, mengapa Putri berlari ke dalam hutan? Disini berbahaya.” Seekor angsa berlari kecil-kecil menyusul Rhea.

Rhea berlari masuk ke dalam hutan terlarang. Terbang ke pohon tertinggi disana. Duduk dan bersandar disana. Tangisnya belum selesai.

“Abaikan aku, Shera!” teriaknya. Ia membenamkan wajahnya ke dalam lengannya.

“Putri kecilku. Lihatlah ke arah terbit. Matahari ingin menyapamu. Bebaskan dirimu, biarkan matahari mengusap air matamu.” Suara terdengar di telinga sebelah kanan Rhea. Bisikan dari Putri Harmonie.

Rhea menopang dagunya di lengan. Menatap nanar matahari yang masih seperempat besar dari sesungguhnya. Langit abu-abu pelan-pelan sirna. Tergantikan dengan langit biru.

“Putri, yuk kita turun. Putri belum sarapan.” Shera telah berubah bentuk menjadi peri. Terbang di samping Rhea yang masih menatap matahari.

“Shera, andaikata aku menjadi putri yang tak berguna bagi Kerajaan Aphrodite. Apa yang akan terjadi ya?”

“Ssst...Putri tidak boleh ngomong sembarangan. Siapa bilang Putri tidak berguna. Lihat saja taman bunga Reivehan yang mati kekeringan kemarin. Putri Rhea berhasil mengembalikannya dengan sempurna.”

“Kamu jangan sok menghibur Shera. Itu malah akan membuat Putri Rhea bersedih karena cara hiburmu yang aneh.” Seekor kelinci menyeletuk. Lantas mengubah diri menjadi peri. Terbang berdampingan dengan Shera, si angsa.

“Siapa yang aneh. Inilah hiburan yang cocok untuk Putri Rhea. Kamu jangan suka potong-potong deh. Dasar!”

“Seperti ini harusnya. Aku beri contoh. Putri Rhea, yuk kita makan. Di dapur istana telah disediakan berbagai menu hidangan. Ada pucuk sayur, ulat pedas, sayur jagung, sup bunga Reivehan dan tentunya nasi panas yang buanyakk sedang mengepul di meja makan. Mm, lezat.” Pearl, si kelinci menjilat bibirnya dengan lidah. Membayangkan betapa enaknya makanan yang baru saja disebutnya.

“Pearl, Pearl. Memangnya Putri Rhea rakus dengan makanan. Itu mah menghibur untuk perutmu sendiri.” Shera menyeletuk geli.

Rhea tersenyum melihat tingkah kedua temannya itu. Setiap kali mereka bertemu, ada saja yang diperdebatkan.

“Nah, nah. Putri Rhea tersenyum. Berarti aku yang lebih bisa menghibur Putri Rhea.” Pearl membusungkan kedua dadanya. Bangga.

“Putri tersenyum karena ia menyesal mengapa memiliki teman yang konyol seperti dirimu,” nyeletuk Shera.

“Dasar tidak mengaku kalah!”

“Sudah, sudah. Kita balik ke istana saja.” Rhea terbang bangkit dari duduknya. Terbang kembali ke istana. Sedang di belakang diikuti oleh kedua temannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status