“Rhea. Putri Rhea! Bangun Putri!” Suara lembut terdengar dari seorang wanita, membuat mata Rhea bergerak kecil di balik kelopak matanya. “Bangunlah putri kecilku!”
“Ibunda, kaukah itu?” Rhea bergumam kecil. Mengucek-ngucek matanya dengan punggung matanya.
“Iya, putri kecilku. Lantas siapa lagi yang berada di ruangan ini jika bukan aku yang bersuara. Mengapa putri kecilku tertidur disini? Bukannya disini dingin?”
“Tidak apa-apa ibunda. Aku sedang ingin dekat dengan ibunda. Lagian, ranting-ranting pohon ini menjaga kehangatanku.” Rhea bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian duduk di dekat meja tempat Putri Harmonie berada.
“Lihat dirimu. Seberantakannya dirimu kamu tetap cantik.”
“Putri siapa dulu dong!” Rhea tersenyum.
“Adakah yang mau kamu tanyakan pada ibu?” tanya Putri Harmonie.
Layar wajah hologram Putri Harmonie menghilang sepersekian detik untuk kemudian muncul hologram biru muda berhiaskan kerlap-kerlip putih, menampakkan keseluruhan dari kepala sampai kaki. Putri Harmonie mengenakan gaun model sabrina dengan rambut panjangnya diikat ekor kuda. Duduk di kursi sebelah kanan Putri Harmonie.
“Ibu selalu cantik.” Bulir mata Rhea terjatuh. Terjun bebas dari balik matanya ke pipi. Lantas turun membasahi bajunya.
“Hei, pagi-pagi kamu sudah menangis sayangku.” Harmonie mengangkat tubuh Rhea untuk duduk di pangkuannya. “Coba kamu lihat di langit biru disana. Burung-burung telah sibuk mencari makan untuk anak-anaknya. Pohon dan tumbuhan sedang menyiapkan hati untuk fotosintesis. Langit di luar sana sedang cerah-cerahnya. Kamu, Rhea sudah sepatutnya secerah itu.”
“Ibunda pasti sudah mendengar pertemuan kemarin bukan? Apa ibunda juga hadir disana?” Rhea menyandarkan kepalanya di bahu Harmonie. Sembari iseng menggulung-gulung satu dua gumpalan rambut ibunya. Tangisnya sudah mulai teratur. Ia tak lagi sesenggukan.
“Pastinya. Ibu akan selalu hadir di dekat Rhea. Apa kamu terlalu penasaran siapa Harry?”
“Yah, asal ibunda ingin memberitahuku. Bahkan Philip ataupun Marsha tak ingin memberitahuku. Ini tidak adil,” gerutu Rhea.
“Rhea, hidup di masa lalu adalah lampau, masa kini adalah perjuangan, masa depan adalah tujuan yang sesungguhnya. Kamu terlahir spesial Rhea. Kamu terlahir memiliki hati yang tulus berbeda dengan peri lainnya. Sedang peri lainnya terlahir memiliki hati yang polos. Maklumkanlah mereka. Sama seperti ibunda yang memaklumkanmu bersikap nakal kali ini.”
“Iiih..ibunda. Mengapa malah lebih memilih mereka? Ibunda jahat.” Rhea beranjak turun dari pangkuan Harmonie. Berusaha menyentuhkan kakinya di lantai. Bergerak duduk di kursi semulanya.
“Ibunda adalah peri bodoh sayang. Tapi, ibu setuju denganmu satu hal. Manusia tidak sepenuhnya licik. Mereka juga memiliki hati yang tulus. Namun, janji sama Ibu kamu jangan berhubungan dengan manusia lagi.”
“Ibunda jahat!” teriaknya.
Rhea berlari. Menggeser pintu dengan lasak.
Putri Rhea. Kamu adalah putri ibunda satu-satunya. Ibunda tidak mau kamu terluka seperti Ibunda. Ibunda terlalu polos sampai ibunda berakhir seperti ini. Memiliki jiwa tanpa raga.
***
Delapan tahun yang lalu.
Segala penjuru arah mata angin. Angin dari arah selatan, barat, utara, dan timur dikumpulkan oleh empat dayang peri. Keempat jenis angin tersebut mengitari satu sama lain membentuk sebuah bola angin. Lama-kelamaan, dari bola angin kecil menjadi besar, membentuk sebuah gelembung. Menembus masuk pelan-pelan ke dalam rahim Putri Harmonie. Dua menit kemudian, gelembung itu keluar dari perut Harmonie. Di dalam gelembung itu telah terisi seorang bayi. Seorang bayi telah lahir tepat pukul sembilan malam.
Tangisannya memecah kesunyian dan menembus dinding-dinding kokoh kerajaan nan bertaburan permata setelah gelembung telah terbuka. Seorang bayi putri mungil telah lahir ke dunia pada malam purnama yang indah. Pada saat malam itu juga, para pembawa berita segera terbang keluar istana untuk menyebarkan berita bahwa seorang bayi dari Putri Rusa telah lahir ke dunia. Segera berita sukacita tersebar dari pedagang kain, lanjut ke pedagang daging, dan terus lanjut sampai ke daerah perbatasan. Berita sukacita tersebut tersebar dimana-mana.
Namun, suasana kelam menyelimuti kamar Putri Harmonie, ibunda dari bayi mungil yang baru saja melahirkan dengan jerih payah. “Kakak, bisakah engkau memberikan pil ini pada putriku?” pinta Harmonie lembut. Tenaganya sudah cukup terkuras setelah berusaha melahirkan putrinya. Ia terbaring lemah di atas tempat tidurnya.
“Pil ini bukannya...” Putri Hera belum sempat menyelesaikan pernyataannya, namun Harmonie sudah memotongnya, “Aku tidak ingin putriku kelak jatuh cinta pada manusia atau ia akan terluka.” kata Harmonie lirih.
“Baiklah Harmonie. Aku tahu maksudmu,” Segera Putri Hera memasukkan pil berwarna merah muda ke dalam mulut si putri kecil yang berada di dalam gendongannya. Ia mengeluarkan sedikit tenaga dari telunjuk kirinya dan mengeluarkan cahaya putih sesaat. Pil tersebut berhasil dimasukkannya dalam tubuh si putri kecil. Lantas ditanamkan dalam jantungnya. “Lalu, nama apa yang cocok untuk keponakan kecilku yang cantik ini?”
Rhea Liseira Mhenta
***
“Putri Rhea, mengapa Putri berlari ke dalam hutan? Disini berbahaya.” Seekor angsa berlari kecil-kecil menyusul Rhea.
Rhea berlari masuk ke dalam hutan terlarang. Terbang ke pohon tertinggi disana. Duduk dan bersandar disana. Tangisnya belum selesai.
“Abaikan aku, Shera!” teriaknya. Ia membenamkan wajahnya ke dalam lengannya.
“Putri kecilku. Lihatlah ke arah terbit. Matahari ingin menyapamu. Bebaskan dirimu, biarkan matahari mengusap air matamu.” Suara terdengar di telinga sebelah kanan Rhea. Bisikan dari Putri Harmonie.
Rhea menopang dagunya di lengan. Menatap nanar matahari yang masih seperempat besar dari sesungguhnya. Langit abu-abu pelan-pelan sirna. Tergantikan dengan langit biru.
“Putri, yuk kita turun. Putri belum sarapan.” Shera telah berubah bentuk menjadi peri. Terbang di samping Rhea yang masih menatap matahari.
“Shera, andaikata aku menjadi putri yang tak berguna bagi Kerajaan Aphrodite. Apa yang akan terjadi ya?”
“Ssst...Putri tidak boleh ngomong sembarangan. Siapa bilang Putri tidak berguna. Lihat saja taman bunga Reivehan yang mati kekeringan kemarin. Putri Rhea berhasil mengembalikannya dengan sempurna.”
“Kamu jangan sok menghibur Shera. Itu malah akan membuat Putri Rhea bersedih karena cara hiburmu yang aneh.” Seekor kelinci menyeletuk. Lantas mengubah diri menjadi peri. Terbang berdampingan dengan Shera, si angsa.
“Siapa yang aneh. Inilah hiburan yang cocok untuk Putri Rhea. Kamu jangan suka potong-potong deh. Dasar!”
“Seperti ini harusnya. Aku beri contoh. Putri Rhea, yuk kita makan. Di dapur istana telah disediakan berbagai menu hidangan. Ada pucuk sayur, ulat pedas, sayur jagung, sup bunga Reivehan dan tentunya nasi panas yang buanyakk sedang mengepul di meja makan. Mm, lezat.” Pearl, si kelinci menjilat bibirnya dengan lidah. Membayangkan betapa enaknya makanan yang baru saja disebutnya.
“Pearl, Pearl. Memangnya Putri Rhea rakus dengan makanan. Itu mah menghibur untuk perutmu sendiri.” Shera menyeletuk geli.
Rhea tersenyum melihat tingkah kedua temannya itu. Setiap kali mereka bertemu, ada saja yang diperdebatkan.
“Nah, nah. Putri Rhea tersenyum. Berarti aku yang lebih bisa menghibur Putri Rhea.” Pearl membusungkan kedua dadanya. Bangga.
“Putri tersenyum karena ia menyesal mengapa memiliki teman yang konyol seperti dirimu,” nyeletuk Shera.
“Dasar tidak mengaku kalah!”
“Sudah, sudah. Kita balik ke istana saja.” Rhea terbang bangkit dari duduknya. Terbang kembali ke istana. Sedang di belakang diikuti oleh kedua temannya.
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A
Kerajaan Aphrodite."Yang Mulia Raja, Pangeran Philip datang menghadap!" seorang kasim memasuki Aula Kekaisaran.Raja Heros menurunkan buku hologram yang ia baca. Layar hologram otomatis padam saat Raja menaruhnya kembali ke rak buku kecil di sampingnya.Buku hologram itu sangat efisien. Peri hanya perlu memegang sebuah stik kecil dengan ukiran yang menuliskan tema bacaan yang berbeda-beda.Buku-buku hologram itu merupakan inovasi terbaru dari hasil penelitian Raja Heros dan Pangeran Philip.Selamat tinggal untuk buku Ensiklopedi super tebal, sebentar lagi Para Peri bisa menyimpan ratusan buku hanya dalam ukuran satu tempayan."Biarkan ia masuk," jawab Raja.Kasim tersebut mundur sekitar dua langkah kemudian berbalik dan berjalan keluar."Pangeran, silakan masuk!" Kasim merentangkan tangannya."Terima kasih, Kasim!""Yang Mulia Raja, saya datang menghadap," Philip memberi hormat dengan telapak
"Pearl, aku akan ikut bermeditasi disini. Aku akan menjemput Putri dari alam kekal," Shera melepaskan tangannya dari punggung Rhea.Ia duduk memunggungi Rhea. Duduk bersila."Hei, apa kamu yakin dengan cara ini? Kita hanyalah peri kecil tanpa kekuatan yang berarti. Jika kamu masuk ke alam sana, bukannya kamu yang menyelamatkan Putri, malah sebaliknya,"Benar juga kata Pearl. Mereka hanyalah peri biasa. Peri yang biasa diakui sebagai peri tingkat terendah. Walaupun Rhea tidak masalah dengan kekurangan mereka, namun tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa hanya pelayan Putri Rhea yang kekuatannya hanya sebesar biji wijen.Shera mengurungkan niatnya. Ia turun dari batu. Kembali membantu Pearl menahan berat tubuh Rhea."Jadi, hanya Putri yang bisa menyelamatkan diri sendiri,""Dan jika ada mukjizat,"***Hans cepat-cepat turun dari langit kira-kira jaraknya 5 meter jauh dari Istana. Ia tak mau jika ia terkena masal
Rhea terkulai lemah saat Hans membaringkannya di atas batu besar di dalam gua. Napasnya tersengal kadang sesak. Kekuatannya seperti lenyap seketika.Jantungnya terasa seolah-olah bisa berhenti kapan pun jantungnya mau. Terasa jantungnya akan copot saat ini juga.Rhea berusaha membuka kedua kelopak matanya setelah ia sadar dari jatuh pingsan. Ia mengerjap-ngerjap matanya. Gua yang tidak terlalu terang membuat penglihatannya pulih lebih cepat."Aku ada di gua Red Stone?" Rhea tanya memastikan."Iya Putri. Saat Putri jatuh pingsan, Pangeran Hans juga yang menggendong Putri masuk ke dalam gua," jawab Shera. Ia telah kembali ke ukuran normal. Begitu juga dengan Pearl.Shera berdiri tak jauh dari tempat Rhea terbaring, sedangkan Pearl lebih memilih mengitari gua. Sesekali berjongkok karena kakinya terasa pegal."Apa pecahan Red Stone ini bisa membantuku pulih?""Sedari tadi kami mencoba untuk mempelajari Red Stone ini Putri. R