Share

Bab 5: Masa Lalu

12 tahun yang lalu.

Hans Dharma Panenta, seorang Pangeran tampan telah lahir ke dunia di kala bulan purnama menjadi pengisi angkasa malam itu. Kulitnya berpigmen kuning langsat sedang bibirnya merah bagai buah delima. Tangisannya tak seperti sedang meracau, sunyi setelah berada di gendongan Putri Panthea. Berita suka cita tersebut mulai tersebar dimana-mana setelah para penunggang kuda memberitakan berita kelahiran seorang bayi laki-laki calon penerus Kerajaan Theligonia. Pesta akan digelar tujuh hari tujuh malam merayakan kelahiran bayi mungil dari Pangeran Dalmacio.

Seluruh seisi istana Theligonia sampai ke pasar digelar acara besar-besaran. Ada yang menyanyi, ada yang mengadakan lomba gulat sampai dengan pertunjukan siapa yang paling terkuat. Masyarakat begitu antusias dengan berita gembira tersebut. Sudah lama sekali Kerajaan Theligonia tidak semeriah ini semenjak Raja Perseus sibuk menangani pekerjaannya di istana.

Jika pesta rakyat berada di luar istana, tepatnya di pasar dan halaman luas. Pesta untuk di dalam Kerajaan, Raja mengundang kolega-kolega yang berpengaruh terhadap keberlangsungan Kerajaan. Mereka duduk berleha-leha menikmati makanan yang ada serta beberapa gelas minuman cokcktail yang dibawa para pramusaji. Pesta di istana digelar selama 24 jam non stop.

Tentu saja Pangeran Dalmacio dengan sumringah menyambut para tamu. Ditemani oleh Putri Panthea yang sudah membaik dari proses persalinan dua hari yang lalu. Bayi mungil itu menatap dengan gemasnya kepada para tamu. Tak sedikitpun merasa takut ataupun merasa terancam. Nyaman di gendongan Ibundanya.

 “Hei, Pangeran Dalmacio saja sudah punya istri dan anak. Lah dia?” Gelak tawa terdengar menggema di suatu ruangan VIP di istana. Terdapat lima Pangeran dari berbagai istana belahan dunia lainnya sedang berkumpul.

“Apa urusanmu jika aku masih seperti sekarang?”

“Tidak kah kau takut dengan posisimu sebagai Raja? Lihatlah adikmu. Ia memiliki seorang bayi laki-laki. Kedudukannya sekarang bisa saja lebih tinggi darimu.” Seorang pangeran berponi cepak menimbrung perbincangan.

“Tidak sama sekali. Jika terjadi seperti yang kau bicarakan, aku akan dengan sangat rela memberikannya.” Harry mengambil sebuah gelas cocktail dari meja emas di sampingnya. Berjalan ke sudut ruangan. Duduk di sebuah sofa khusus satu orang.

“Harry, apakah kamu terlalu bodoh untuk tidak menjadi Raja. Stop untuk berkelana ke dunia luar. Kamu hanya akan jadi gelandangan bukan?” Gelak tawa terdengar menggema sekali lagi.

“Dunia luar tidak akan menciptakan manusia menjadi gelandangan, tetapi ia akan menyatu ke dalam alamnya. Bersatu dengan alam dan misteri dunia.” Harry berdiri. meletakkan gelasnya kembali ke meja asal. “Aku butuh udara segar. Permisi!”

Gelak tawa memenuhi ruangan kembali. Namun, tanpa diperhatikan oleh mereka, seorang lainnya menatap punggung Putra Mahkota sampai berbelok menuju ke bagian istana lainnya. Lantas, menyusul keluar tanpa diperhatikan oleh pangeran lainnya.

***

Ia tiba beberapa menit setelah Pangeran Harry. Berdiri di atas balkon luas sekaligus balkon tertinggi yang dimiliki istana.

“Aku sudah tahu kamu pasti disini. Berdiri sendiri. Lagi-lagi menatap ke arah hutan terlarang. Kamu yakin dengan keputusanmu?”

“Keputusanku tidak akan berubah, Cakra. Aku harus menemukan gadis itu sebelum Raja memulainya.”

“Namun, mereka terkenal memiliki kekuatan yang berada di luar nalar otak manusia. Kau tentu saja bisa mati.”

“Kalaupun aku harus mati, aku tidak mau mati dengan rasa penasaran yang menggantung. Jika aku bertemu dengannya kembali, aku bisa mengajaknya menghadap Raja. Menjelaskan kepada Raja bahwa mereka pantas untuk hidup, bukan malah memusnahkannya. Lagipun, kau juga bagian dari mereka bukan?”

“Yah, aku yang kena. Tapi bukannya itu tidak gampang Harry?” Cakra menatap iba kepada sahabatnya itu. Lebih tepatnya satu-satunya sahabat yang ia miliki. Satu-satunya pangeran yang memperlakukan dirinya seperti pangeran pada umumnya. Walaupun sebenarnya ia hanyalah seorang anak angkat dari Kerajaan Sansena, belahan bumi manusia bagian utara. “Raja Harry tidak akan mudah menerima saranmu.”

“Iya, tentu saja aku tahu. Siapa yang tidak kenal dengan Ayahanda. Seorang Raja yang terkenal ambisius. Bahkan bisa memberantas pengawal pribadinya sendiri hanya karena satu hal kecil. Tapi, tentu saja aku tidak akan semudah itu menyerah.” Hans memutar tubuhnya, menyenderkan punggungnya ke tiang tepi balkon. Dipandanginya ke atas langit-langit. Taburan bintang-bintang bekerlip di antara pekatnya awan malam. “Jika aku tidak mungkin dilahirkan untuk jadi Raja, justru apa yang harus kuperbuat sebagai Pangeran?”

“Bukan Harry yang kukenal jika tidak gila.”

Cakra memutar tubuhnya, mengikuti memandangi langit. Angin semilir malam itu menjadi tanda kelekatan persahabatan dua insan manusia.

“Sekarang ayo kita nikmati pestanya!” Cakra merangkul pundak Harry.

“Kau saja. Aku tidak mau ikut. Membosankan sekali.”

“Hei, bukan pesta itu yang kumaksud.” Cakra mendecakkan lidahnya.

***

“Terbang itu yang benar dong!”

“Kamunya jangan gerak-gerak atau tidak kepalamu akan membentur bebatuan di bawah sana.”

“Aku tidak akan goyang kalau si pembawanya stabil. Lah ini?”

“Kubilang jangan goyang. Aku merasa aku seperti seekor elang dan kaulah mangsa ikanku, menggelapar, takut dengan kehabisan napas,” balasnya teriak.

Lampu pinjaran dan gemerlap pesta semakin menjauh dari pandangan. Bisik-bisik suara yang menggema semakin lama semakin tak terdengar. Lagu dansa di arena perlombaan rakyat mulai mengalun pelan, lambat laun hilang dari pendengaran. Berganti dengan sunyinya gelap tepat di bawah bebatuan pertambangan.

Dua puluh menit kemudian, Harry dan Cakra sampai di sebuah gerbang besar. Terbuat dari batu alam yang dipoles dengan sempurna. Berwarna hitam mengkilap dengan beberapa motif kecoklatan membentuk garis asal dengan jarak yang cukup jauh antara garis satu dengan yang lainnya. Tentunya, Harry pernah melihat batu alam tersebut saat ia bermain di pinggir Sungai Timur. Namun, untuk sebesar ini tidak pernah didapatinya jika itu berada di luar Kerajaan.

“Ini gerbang Kerajaan Aphrodite?”

“Iya, betul sekali. Inilah tempatnya.”

“Tapi kau yakin ingin memintaku mencarinya di tengah malam seperti ini?” Harry memandang Cakra. Sembari ia was-was jika terjadi serangan binatang buas dari dalam hutan.

“Aku hanya ingin memberitahumu. Di sana, di dalam sana. Melewati jauh ke dalam gerbang ini, aku dapat menjamin rasa takutmu akan menguap begitu saja.” Cakra menjawab dengan suara mantap.

***

“Kamu gila Harry!” suara pekik lantang terdengar dari seorang berbadan tegap walaupun di kala uban telah hadir di kepalanya.

“Ayahanda, biarkan saya menyelesaikan kalimat yang akan saya ucapkan!”

“Tidak Pangeran Harry. Saya sudah bisa menebak apa yang akan kamu katakan. Jangan pernah sesekali terlintas di pikiranmu untuk menyatukan Kerajaan Theligonia dengan Kerajaan Aphrodite. Tidak sudi jika manusia yang terlahir pintar harus memiliki keluarga dari klan peri yang tidak punya logika.”

“Siapa bilang mereka tidak punya logika? Justru mereka hebat. Tidak hidup dalam keserakahan bahkan terus menjalani arti silsilah yang namanya keluarga. Keluarga satu kerajaan.”

“Cukup, Pangeran Harry. Saya tidak perlu membutuhkan izinmu untuk menjalankan misi ini. Di luar ketidaksetujuanmu, misi penyerangan harus tetap berjalan. Klan manusia harus berkuasa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status