12 tahun yang lalu.
Hans Dharma Panenta, seorang Pangeran tampan telah lahir ke dunia di kala bulan purnama menjadi pengisi angkasa malam itu. Kulitnya berpigmen kuning langsat sedang bibirnya merah bagai buah delima. Tangisannya tak seperti sedang meracau, sunyi setelah berada di gendongan Putri Panthea. Berita suka cita tersebut mulai tersebar dimana-mana setelah para penunggang kuda memberitakan berita kelahiran seorang bayi laki-laki calon penerus Kerajaan Theligonia. Pesta akan digelar tujuh hari tujuh malam merayakan kelahiran bayi mungil dari Pangeran Dalmacio.
Seluruh seisi istana Theligonia sampai ke pasar digelar acara besar-besaran. Ada yang menyanyi, ada yang mengadakan lomba gulat sampai dengan pertunjukan siapa yang paling terkuat. Masyarakat begitu antusias dengan berita gembira tersebut. Sudah lama sekali Kerajaan Theligonia tidak semeriah ini semenjak Raja Perseus sibuk menangani pekerjaannya di istana.
Jika pesta rakyat berada di luar istana, tepatnya di pasar dan halaman luas. Pesta untuk di dalam Kerajaan, Raja mengundang kolega-kolega yang berpengaruh terhadap keberlangsungan Kerajaan. Mereka duduk berleha-leha menikmati makanan yang ada serta beberapa gelas minuman cokcktail yang dibawa para pramusaji. Pesta di istana digelar selama 24 jam non stop.
Tentu saja Pangeran Dalmacio dengan sumringah menyambut para tamu. Ditemani oleh Putri Panthea yang sudah membaik dari proses persalinan dua hari yang lalu. Bayi mungil itu menatap dengan gemasnya kepada para tamu. Tak sedikitpun merasa takut ataupun merasa terancam. Nyaman di gendongan Ibundanya.
“Hei, Pangeran Dalmacio saja sudah punya istri dan anak. Lah dia?” Gelak tawa terdengar menggema di suatu ruangan VIP di istana. Terdapat lima Pangeran dari berbagai istana belahan dunia lainnya sedang berkumpul.
“Apa urusanmu jika aku masih seperti sekarang?”
“Tidak kah kau takut dengan posisimu sebagai Raja? Lihatlah adikmu. Ia memiliki seorang bayi laki-laki. Kedudukannya sekarang bisa saja lebih tinggi darimu.” Seorang pangeran berponi cepak menimbrung perbincangan.
“Tidak sama sekali. Jika terjadi seperti yang kau bicarakan, aku akan dengan sangat rela memberikannya.” Harry mengambil sebuah gelas cocktail dari meja emas di sampingnya. Berjalan ke sudut ruangan. Duduk di sebuah sofa khusus satu orang.
“Harry, apakah kamu terlalu bodoh untuk tidak menjadi Raja. Stop untuk berkelana ke dunia luar. Kamu hanya akan jadi gelandangan bukan?” Gelak tawa terdengar menggema sekali lagi.
“Dunia luar tidak akan menciptakan manusia menjadi gelandangan, tetapi ia akan menyatu ke dalam alamnya. Bersatu dengan alam dan misteri dunia.” Harry berdiri. meletakkan gelasnya kembali ke meja asal. “Aku butuh udara segar. Permisi!”
Gelak tawa memenuhi ruangan kembali. Namun, tanpa diperhatikan oleh mereka, seorang lainnya menatap punggung Putra Mahkota sampai berbelok menuju ke bagian istana lainnya. Lantas, menyusul keluar tanpa diperhatikan oleh pangeran lainnya.
***
Ia tiba beberapa menit setelah Pangeran Harry. Berdiri di atas balkon luas sekaligus balkon tertinggi yang dimiliki istana.
“Aku sudah tahu kamu pasti disini. Berdiri sendiri. Lagi-lagi menatap ke arah hutan terlarang. Kamu yakin dengan keputusanmu?”
“Keputusanku tidak akan berubah, Cakra. Aku harus menemukan gadis itu sebelum Raja memulainya.”
“Namun, mereka terkenal memiliki kekuatan yang berada di luar nalar otak manusia. Kau tentu saja bisa mati.”
“Kalaupun aku harus mati, aku tidak mau mati dengan rasa penasaran yang menggantung. Jika aku bertemu dengannya kembali, aku bisa mengajaknya menghadap Raja. Menjelaskan kepada Raja bahwa mereka pantas untuk hidup, bukan malah memusnahkannya. Lagipun, kau juga bagian dari mereka bukan?”
“Yah, aku yang kena. Tapi bukannya itu tidak gampang Harry?” Cakra menatap iba kepada sahabatnya itu. Lebih tepatnya satu-satunya sahabat yang ia miliki. Satu-satunya pangeran yang memperlakukan dirinya seperti pangeran pada umumnya. Walaupun sebenarnya ia hanyalah seorang anak angkat dari Kerajaan Sansena, belahan bumi manusia bagian utara. “Raja Harry tidak akan mudah menerima saranmu.”
“Iya, tentu saja aku tahu. Siapa yang tidak kenal dengan Ayahanda. Seorang Raja yang terkenal ambisius. Bahkan bisa memberantas pengawal pribadinya sendiri hanya karena satu hal kecil. Tapi, tentu saja aku tidak akan semudah itu menyerah.” Hans memutar tubuhnya, menyenderkan punggungnya ke tiang tepi balkon. Dipandanginya ke atas langit-langit. Taburan bintang-bintang bekerlip di antara pekatnya awan malam. “Jika aku tidak mungkin dilahirkan untuk jadi Raja, justru apa yang harus kuperbuat sebagai Pangeran?”
“Bukan Harry yang kukenal jika tidak gila.”
Cakra memutar tubuhnya, mengikuti memandangi langit. Angin semilir malam itu menjadi tanda kelekatan persahabatan dua insan manusia.
“Sekarang ayo kita nikmati pestanya!” Cakra merangkul pundak Harry.
“Kau saja. Aku tidak mau ikut. Membosankan sekali.”
“Hei, bukan pesta itu yang kumaksud.” Cakra mendecakkan lidahnya.
***
“Terbang itu yang benar dong!”
“Kamunya jangan gerak-gerak atau tidak kepalamu akan membentur bebatuan di bawah sana.”
“Aku tidak akan goyang kalau si pembawanya stabil. Lah ini?”
“Kubilang jangan goyang. Aku merasa aku seperti seekor elang dan kaulah mangsa ikanku, menggelapar, takut dengan kehabisan napas,” balasnya teriak.
Lampu pinjaran dan gemerlap pesta semakin menjauh dari pandangan. Bisik-bisik suara yang menggema semakin lama semakin tak terdengar. Lagu dansa di arena perlombaan rakyat mulai mengalun pelan, lambat laun hilang dari pendengaran. Berganti dengan sunyinya gelap tepat di bawah bebatuan pertambangan.
Dua puluh menit kemudian, Harry dan Cakra sampai di sebuah gerbang besar. Terbuat dari batu alam yang dipoles dengan sempurna. Berwarna hitam mengkilap dengan beberapa motif kecoklatan membentuk garis asal dengan jarak yang cukup jauh antara garis satu dengan yang lainnya. Tentunya, Harry pernah melihat batu alam tersebut saat ia bermain di pinggir Sungai Timur. Namun, untuk sebesar ini tidak pernah didapatinya jika itu berada di luar Kerajaan.
“Ini gerbang Kerajaan Aphrodite?”
“Iya, betul sekali. Inilah tempatnya.”
“Tapi kau yakin ingin memintaku mencarinya di tengah malam seperti ini?” Harry memandang Cakra. Sembari ia was-was jika terjadi serangan binatang buas dari dalam hutan.
“Aku hanya ingin memberitahumu. Di sana, di dalam sana. Melewati jauh ke dalam gerbang ini, aku dapat menjamin rasa takutmu akan menguap begitu saja.” Cakra menjawab dengan suara mantap.
***
“Kamu gila Harry!” suara pekik lantang terdengar dari seorang berbadan tegap walaupun di kala uban telah hadir di kepalanya.
“Ayahanda, biarkan saya menyelesaikan kalimat yang akan saya ucapkan!”
“Tidak Pangeran Harry. Saya sudah bisa menebak apa yang akan kamu katakan. Jangan pernah sesekali terlintas di pikiranmu untuk menyatukan Kerajaan Theligonia dengan Kerajaan Aphrodite. Tidak sudi jika manusia yang terlahir pintar harus memiliki keluarga dari klan peri yang tidak punya logika.”
“Siapa bilang mereka tidak punya logika? Justru mereka hebat. Tidak hidup dalam keserakahan bahkan terus menjalani arti silsilah yang namanya keluarga. Keluarga satu kerajaan.”
“Cukup, Pangeran Harry. Saya tidak perlu membutuhkan izinmu untuk menjalankan misi ini. Di luar ketidaksetujuanmu, misi penyerangan harus tetap berjalan. Klan manusia harus berkuasa.”
“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”“Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan
“Aku tidak pantas menjadi Raja jika aku hanya akan menjadi permainan menteri Kerajaan. Harusnya kamu tahu itu Panthea.”Panthea menarik napas dalam-dalam.“Harry, aku mengenal kamu sejak kita kecil. Kamu adalah seorang yang pemberani. Seseorang yang selalu berlaku adil untuk semua orang. Jika kamu tidak menjadi Raja. Siapa lagi yang bisa?”“Tentu saja suamimu Panthea.”“Tidak Harry. Pangeran Dalmacio adalah Pangeran kedua dan ia terlalu ambisius. Seperti yang kamu tahu bukan?”“Ya. Dan pada akhirnya kamu lebih memilih dia daripada aku.”“Harry!”“Baik. Baik. Aku tetap akan berpikiran sama. Aku hanya menyukai alam bebas. Mengarungi dunia.”“Lantas dengan egomu yang ingin mengelilingi dunia. Pada saat kamu pulang, saat itu juga dunia akan hancur di belakangmu.”“Kamu memang selalu saja seperti ini. Keras kepala.” Har
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.“Hei, cepatlah berlari. Nanti buruan kita bisa hilang.” Hans berteriak cukup kuat, tatapannya tetap fokus ke arah mangsanya tersebut. Di belakangnya, disusul seorang anak laki-laki berbadan cukup besar seperti anak remaja. Namun, ia seumuran dengan Hans yaitu berumur dua puluh tahun. Ia terus berlari mengejar tuannya tersebut.Peluh bercucuran seiring dua orang laki-laki itu berlari. Mereka berlari dari dalam istana, melewati lapangan hijau, bahkan hampir membuat pasar menjadi lintang-pukang akibat ulahnya. Tetap saja seekor kijang berbadan gempal tersebut berlari tanpa tersentuh oleh tombak yang digenggam Hans dan Steve.Selalu saja tombak yang hendak mereka acungkan ke arah badan kijang berhasil dihindari. Sungguh gesit jika dibandingkan dengan binatang yang biasa mereka tangkap. Tatkala mereka terus berlari semakin lama semakin jauh menjauhi istana. Kini yang berada di samping kiri kanan mereka bu
Pagi-pagi buta. Matahari belum nampak dari peraduannya. Namun, Kerajaan Theligonia telah dibuat ribut. Seorang pengawal memberitahu kepada Raja Harry bahwa Steve, pengawal Pangeran Hans ditemukan sedang terluka di kediaman tabib. Luka di pergelangan tangannya masih basah, tanda baru saja terluka dengan sebuah benda tajam. “Panggilkan Pangeran Hans, segera!” ujar Raja Harry di singgasananya. Masih dengan mata sembab. Tentu saja saat-saat sedang asyiknya terbuai mimpi, terpaksa memenuhi permintaan Raja. Ia telah mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian kebangsaannya. Merapikan rambutnya lantas segera menuju ke ruang utama istana. “Saya datang menghadap, Ayahanda!” ujarnya berlutut dengan telapak kaki kiri menyentuh lantai sedang lutut kanan menyentuh lantai. “Apa yang terjadi dengan Steve? Kalian kemana saja semalam?” Hans bergidik ngeri. Mimpi buruknya datang terlalu pagi. Datang terlalu cepat. Ruang kerja Raja lengang. Hanya a
Pukul lima sore, latihan telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.Langit berubah menjadi warna menjadi abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”Hans segera
“Apakah kau benar mengenai ini? Ini seperti jalan jebakan. Tak ada yang mau lewat sini,”ujar Steve pada Sylas. “Tentu saja para peri tidak bodoh. Tak mungkin mereka akan memasang sebuah gerbang emas supaya manusia bisa masuk ke dalamnya dengan gampang, yang menampakkan jalan setapak di dalamnya.” “Yah memang tidak mungkin juga.” “Apa kau tahu? Hutan terlarang dibuat seperti labirin rumit. Konon, katanya tidak ada seorang pun yang bisa keluar hidup-hidup dari sana, kecuali jika ia memiliki hati yang baik dan tidak bermaksud jahat.” “Apa? Astaga. Bagaimana kalau kita terjebak di dalam sana dan tak akan pernah kembali? Aku tidak mau mati muda, Sylas.” “Aku sudah menunjukkan jalannya padamu. Sekarang pergilah, beritahu Pangeran Hans apa yang kau temukan. Jangan bilang kalau aku yang membantumu.” “Kau tidak ikut dalam misi kan? Karena Pangeran melarangmu.” “Memangnya aku akan gentar dengan pernyataan tolakan dari Pangeran. Tentu saja tidak. Tapi aku akan mengawasi kalian dari jauh. K
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.“Put
“Pangeran, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau mati disini.” Steve telah bangun. Mendapati dirinya terikat di batang pohon saja bisa membuatnya histeris bukan kepalang.“Steve, janganlah cengeng. Bagaimana seorang pengawal bisa secengek ini? Aku juga sedang berpikir. Yang penting kau jangan bergerak atau ular itu akan menerkammu.”Ikatan akar pohon yang melilit mereka sangat kuat. Bahkan setiap kali mereka bergerak, akar itu akan semakin kuat melilit mereka, sedang mata ular terus menatap tajam ke mereka. Satu ular di Hans dan satu ular di Steve.“Ayolah! Kami tidak bermaksud jahat wahai pohon. Kami berjanji tidak akan mengganggu siapapun disini.”“Pangeran, Pangeran sedang mengobrol dengan pohon?” tanya Steve.Tanpa ada hasil, Hans memanggil Sylas.“Sylas, aku tahu kamu sedang bersembunyi. Keluarlah dari tempat persembunyianmu.”“Oho..Ternyata Pangeran tahu aku