Share

Bab 6: Masih Masa Lalu

“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.

“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”

“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”

 “Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.

“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”

“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”

“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan Ibundamu sudah tahu?”

“Kalau itu...sudahlah abaikan itu. Fokus ke masalahmu dong. Cepetan.”

“Ok, ok Pangeran Cakra yang terhormat.” Harry membetulkan posisi duduknya. Duduk di atas bebatuan besar, melipatkan kakinya.

Sambil menatap perbatasan hutan. Ia menerawang dengan kejadian seminggu yang lalu.

“Waktu itu aku merasakan duduk sekedar santai di istana sangat membosankan. Dan hari itu aku memutuskan untuk membantu para penebang pohon. Daripada mereka harus lembur karena permintaan ayahanda yang tak masuk akal.”

“Hei, cepatlan langsung ke inti cerita. Janganlah bertele-tele.”

“Baiklah, wahai Pangeran Cakra terhormat. Saat asyiknya menebang pohon. Samar-samar aku mendengar teriakan seorang wanita. Kukira aku sedang masuk ke dunia lain, karena tidak masuk akal di dalam hutan ada teriakan seorang wanita. Namun, ya sudahlah sudah kepalang basah, aku mengikuti arah suara tersebut. Ternyata, ada seorang wanita yang terduduk di area pertambangan. Lebih tepatnya, terjatuh ke dalam area pertambangan. Tentu saja aku menolongnya. Dan kau tahu apa jawabannya setelah aku menolongnya, Aku ingin buang air kecil dulu. Bolehkah kau berjalan agak jauh kesana!

“Tentu saja aku berdiri agak jauh dan tidak memandanginya. Namun, setelah kira-kira sepuluh menit. Waktu yang cukup lama untuk sekedar buang kecil, aku segera berlari mengeceknya. Kalau-kalau ia jatuh pingsan atau mungkin sedang kesakitan. Namun, aku tidak mendapatinya sama sekali. Lalu, aku temukan ini di terjatuh di tanah.”

Sebuah sapu tangan berwarna merah muda dengan setiap pinggirannya dijahit begitu rapi dengan daun Reveihan. Sedang di sudut kiri terdapat huruf H.

“Nggak salah lagi dia adalah warga Kerajaan Aphrodite.”

“Apakah kau benar-benar tidak berbohong?” Harry mengerutkan wajahnya. Saat itu semburat cahaya matahari dari ufuk timur samar-samar mulai nampak. Memantulkan bayangan sapu tangan Harmonie.

“Lihat saja begitu indahnya sapu tangan ini. Bahkan bayangan sapu tangan saja begitu cantik. Inikah wanita yang kau temui waktu itu?” Cakra membentang sapu tangan tersebut ke arah terbitnya matahari. Semburat bayangan yang dihasilkan oleh sapu tangan terukir di tanah daerah pertambangan. Bayangan wajah seseorang.

“Iya, benar. Dialah wanita itu. Kau kenal dia?”

“Tentu saja. Tentu saja tidak.”

“Yah, percuma sekali aku bertanya denganmu.”

“Tapi tenang saja. Dengan petunjuk sapu tangan ini, pasti kita akan segera bertemu dengan dia. Sapu tangan yang indah ini hanya dimiliki sekelompok orang.”

“Siapa mereka?”

“Anggota Kerajaan Aphrodite.”

Harry memandangi Cakra. Apa?

“Mengapa kau kaget seperti itu? Seperti kau habis saja menyentuhnya atau bahkan lebih dari itu. Merangkulnya mungkin?”

“Ya! Aku merangkulnya bahkan hampir saja aku ingin menciumnya kalau aku tidak mengendalikan diriku,” jawabnya tegang.

“Dasar mesum!” Cakra memicingkan matanya. Menatap tajam ke arah sahabatnya.

“Hei, kan sudah kubilang aku mengendalikan diriku. Bagaimanapun juga kalau aku tidak merangkulnya bisa saja dia akan terjatuh kembali ke jurang.” Kali ini ia berkeringat dingin. Perlahan ia merasakan butiran air menuruni punggungnya dan telapak kakinya mulai basah kepanasan.

“Iya. Iya. Aku percaya padamu kawan. Nih, aku kembalikan sapu tangannya. Sebentar lagi kamu akan bertemu dengannya kembali. Jangan sampai kamu tidak bisa mengembalikannya.”

Cakra berdiri. Lantas meregangkan tubuhnya. Matahari telah hampir keluar sepertiga. Langit biru perlahan mulai nampak. Suasana remang-remang kian nampak jelas.

“Hei, jangan pergi dulu. Apa maksudmu dengan-“

“Bye, kawan!” Cakra terbang melewati Harry. Menghempaskan beberapa daun kering yang tergeletak asal di tanah. Terbang bebas ke sekujur wajah dan badan Harry yang masih duduk bersila di atas batu besar.

“Sial, dasar pangeran itu!”

***

“Kak Harry, kakak darimana saja?” Seorang laki-laki berperawakan besar menghampirinya. Sesaat ia tiba di istana.

“Hanya sedang berjalan-jalan saja. Mengapa? Kau rindu padaku.”

“Untuk apa aku merindukanmu. Aku hanya ingin meminta bantuanmu. Tolong jaga Putri Panthea dan Hans untukku. Aku harus pergi ke suatu tempat.”

Raut wajah Harry seketika berubah. Menjadi lebih serius.

“Apakah karena misi Raja?”

“Iya. Saya harus ke perbatasan. Setidaknya mengawasi gerak-gerik para peri itu. Sampai kita hafal semua gerakan mereka, saat itu juga kita menyerang mereka.”

“Dalmacio, apa kau yakin harus menyerang mereka? Bukannya selama ini kedua kerajaan saling menguntungkan? Kerajaan kita, Theligonia, memberikan mereka hasil tambang dan emas untuk membantu kehidupan mereka. Begitu juga dengan mereka, Aphrodite, kita menerima rempah-rempah dan parfum yang menguntungkan bagi kita.”

“Kak Harry, aku tahu apa maksudmu. Tapi, kekuatan kita tidaklah seimbang dengan mereka. Lihatlah mereka. Mereka bisa melakukan pekerjaan dengan mudah, terbang dan tentu saja memiliki kekuatan magic. Sedangkan kita hanya bisa mengandalkan otak dan otot.”

“Hanya karena itu kita manusia tega menyerang mereka? Jika memang kita mau menyerang, bukannya kita akan pasti kalah. Karena dirimu tahu bahwa mereka jauh lebih hebat dibandingkan klan manusia.”

“Stop untuk mempertanyakan banyak hal kak. Ayahanda telah mempersiapkan rencana yang matang untuk ini. Aku titip Panthea dan Hans.”

Dalmacio berlalu pergi. Menaiki kuda yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pengawal. Diikuti beberapa kuda pengawal lainnya. Melewati gerbang istana, keluar istana.

Keadaan semakin gawat. Aku harus segera menemui wanita itu. Bagaimanapun caranya.

Segera ia berjalan menyelesaikan lorong yang dilewatinya. Lantas keluar ke taman hijau. Untuk kemudian menaiki tangga menuju kediaman seseorang dengan plang nama di atas daun pintu “Kediaman Pangeran Dalmacio”.

“Adik ipar. Saya, Pangeran Harry meminta izin untuk masuk.”

“Silakan masuk Pangeran!” Butuh sekitar lima detik sebelum Panthea menjawab.

Harry menggeser pintu. Melihat ke dalam kediaman adiknya. Tidaklah lagi sama baginya. Posisi pojok baca yang biasa terisi beraneka judul buku, sekarang telah menjadi tempat tidurnya seorang bayi kerajaan. Tempat tidur sebelah kanan di balik pintu besar pun telah berganti dari warna dominan hitam, sekarang telah berganti dengan warna-warna cerah. Sungguh Dalmacio mencintai istrinya. Mungkin ia sudah bertobat daripada menjadi play boy semata yang tidak ada gunanya.

“Hormat kepada Putra Mahkota!” Putri Panthea membungkukkan badannya ke depan. Ia berdiri tak jauh dari tempat kerja Pangeran Dalmacio. Berdiri menyamping. Seraya Harry berjalan masuk, mendahuluinya, lantas menduduki kursi Pangeran Dalmacio.

“Duduklah Putri!”

“Baik Putra Mahkota!” Segera Panthea duduk di kursi berhadapan dengan Pangeran Harry. Lantas menuangkan teh hangat ke dalam gelas keramik. Menaruhnya dengan pelan di hadapannya dan Pangeran Harry.

“Tidak perlu sungkan dengan saya dan stop memanggilku dengan sebutan Putra Mahkota. Sudah kubilang aku tidak pantas menyandang gelar tersebut. Lihat, disana ada seorang bayi mungil yang sedang tertidur. Kelak ia yang akan menjadi Raja sejati.”

“Maaf Putra Mahkota, jika saya lancang. Namun, Putra Mahkota Harry adalah kakaknya suami saya. Sudah pasti Anda yang akan menjadi Putra Mahkota untuk kemudian menjadi Raja.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status