“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.
“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”
“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”
“Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.
“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”
“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”
“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan Ibundamu sudah tahu?”
“Kalau itu...sudahlah abaikan itu. Fokus ke masalahmu dong. Cepetan.”
“Ok, ok Pangeran Cakra yang terhormat.” Harry membetulkan posisi duduknya. Duduk di atas bebatuan besar, melipatkan kakinya.
Sambil menatap perbatasan hutan. Ia menerawang dengan kejadian seminggu yang lalu.
“Waktu itu aku merasakan duduk sekedar santai di istana sangat membosankan. Dan hari itu aku memutuskan untuk membantu para penebang pohon. Daripada mereka harus lembur karena permintaan ayahanda yang tak masuk akal.”
“Hei, cepatlan langsung ke inti cerita. Janganlah bertele-tele.”
“Baiklah, wahai Pangeran Cakra terhormat. Saat asyiknya menebang pohon. Samar-samar aku mendengar teriakan seorang wanita. Kukira aku sedang masuk ke dunia lain, karena tidak masuk akal di dalam hutan ada teriakan seorang wanita. Namun, ya sudahlah sudah kepalang basah, aku mengikuti arah suara tersebut. Ternyata, ada seorang wanita yang terduduk di area pertambangan. Lebih tepatnya, terjatuh ke dalam area pertambangan. Tentu saja aku menolongnya. Dan kau tahu apa jawabannya setelah aku menolongnya, Aku ingin buang air kecil dulu. Bolehkah kau berjalan agak jauh kesana!”
“Tentu saja aku berdiri agak jauh dan tidak memandanginya. Namun, setelah kira-kira sepuluh menit. Waktu yang cukup lama untuk sekedar buang kecil, aku segera berlari mengeceknya. Kalau-kalau ia jatuh pingsan atau mungkin sedang kesakitan. Namun, aku tidak mendapatinya sama sekali. Lalu, aku temukan ini di terjatuh di tanah.”
Sebuah sapu tangan berwarna merah muda dengan setiap pinggirannya dijahit begitu rapi dengan daun Reveihan. Sedang di sudut kiri terdapat huruf H.
“Nggak salah lagi dia adalah warga Kerajaan Aphrodite.”
“Apakah kau benar-benar tidak berbohong?” Harry mengerutkan wajahnya. Saat itu semburat cahaya matahari dari ufuk timur samar-samar mulai nampak. Memantulkan bayangan sapu tangan Harmonie.
“Lihat saja begitu indahnya sapu tangan ini. Bahkan bayangan sapu tangan saja begitu cantik. Inikah wanita yang kau temui waktu itu?” Cakra membentang sapu tangan tersebut ke arah terbitnya matahari. Semburat bayangan yang dihasilkan oleh sapu tangan terukir di tanah daerah pertambangan. Bayangan wajah seseorang.
“Iya, benar. Dialah wanita itu. Kau kenal dia?”
“Tentu saja. Tentu saja tidak.”
“Yah, percuma sekali aku bertanya denganmu.”
“Tapi tenang saja. Dengan petunjuk sapu tangan ini, pasti kita akan segera bertemu dengan dia. Sapu tangan yang indah ini hanya dimiliki sekelompok orang.”
“Siapa mereka?”
“Anggota Kerajaan Aphrodite.”
Harry memandangi Cakra. Apa?
“Mengapa kau kaget seperti itu? Seperti kau habis saja menyentuhnya atau bahkan lebih dari itu. Merangkulnya mungkin?”
“Ya! Aku merangkulnya bahkan hampir saja aku ingin menciumnya kalau aku tidak mengendalikan diriku,” jawabnya tegang.
“Dasar mesum!” Cakra memicingkan matanya. Menatap tajam ke arah sahabatnya.
“Hei, kan sudah kubilang aku mengendalikan diriku. Bagaimanapun juga kalau aku tidak merangkulnya bisa saja dia akan terjatuh kembali ke jurang.” Kali ini ia berkeringat dingin. Perlahan ia merasakan butiran air menuruni punggungnya dan telapak kakinya mulai basah kepanasan.
“Iya. Iya. Aku percaya padamu kawan. Nih, aku kembalikan sapu tangannya. Sebentar lagi kamu akan bertemu dengannya kembali. Jangan sampai kamu tidak bisa mengembalikannya.”
Cakra berdiri. Lantas meregangkan tubuhnya. Matahari telah hampir keluar sepertiga. Langit biru perlahan mulai nampak. Suasana remang-remang kian nampak jelas.
“Hei, jangan pergi dulu. Apa maksudmu dengan-“
“Bye, kawan!” Cakra terbang melewati Harry. Menghempaskan beberapa daun kering yang tergeletak asal di tanah. Terbang bebas ke sekujur wajah dan badan Harry yang masih duduk bersila di atas batu besar.
“Sial, dasar pangeran itu!”
***
“Kak Harry, kakak darimana saja?” Seorang laki-laki berperawakan besar menghampirinya. Sesaat ia tiba di istana.
“Hanya sedang berjalan-jalan saja. Mengapa? Kau rindu padaku.”
“Untuk apa aku merindukanmu. Aku hanya ingin meminta bantuanmu. Tolong jaga Putri Panthea dan Hans untukku. Aku harus pergi ke suatu tempat.”
Raut wajah Harry seketika berubah. Menjadi lebih serius.
“Apakah karena misi Raja?”
“Iya. Saya harus ke perbatasan. Setidaknya mengawasi gerak-gerik para peri itu. Sampai kita hafal semua gerakan mereka, saat itu juga kita menyerang mereka.”
“Dalmacio, apa kau yakin harus menyerang mereka? Bukannya selama ini kedua kerajaan saling menguntungkan? Kerajaan kita, Theligonia, memberikan mereka hasil tambang dan emas untuk membantu kehidupan mereka. Begitu juga dengan mereka, Aphrodite, kita menerima rempah-rempah dan parfum yang menguntungkan bagi kita.”
“Kak Harry, aku tahu apa maksudmu. Tapi, kekuatan kita tidaklah seimbang dengan mereka. Lihatlah mereka. Mereka bisa melakukan pekerjaan dengan mudah, terbang dan tentu saja memiliki kekuatan magic. Sedangkan kita hanya bisa mengandalkan otak dan otot.”
“Hanya karena itu kita manusia tega menyerang mereka? Jika memang kita mau menyerang, bukannya kita akan pasti kalah. Karena dirimu tahu bahwa mereka jauh lebih hebat dibandingkan klan manusia.”
“Stop untuk mempertanyakan banyak hal kak. Ayahanda telah mempersiapkan rencana yang matang untuk ini. Aku titip Panthea dan Hans.”
Dalmacio berlalu pergi. Menaiki kuda yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pengawal. Diikuti beberapa kuda pengawal lainnya. Melewati gerbang istana, keluar istana.
Keadaan semakin gawat. Aku harus segera menemui wanita itu. Bagaimanapun caranya.
Segera ia berjalan menyelesaikan lorong yang dilewatinya. Lantas keluar ke taman hijau. Untuk kemudian menaiki tangga menuju kediaman seseorang dengan plang nama di atas daun pintu “Kediaman Pangeran Dalmacio”.
“Adik ipar. Saya, Pangeran Harry meminta izin untuk masuk.”
“Silakan masuk Pangeran!” Butuh sekitar lima detik sebelum Panthea menjawab.
Harry menggeser pintu. Melihat ke dalam kediaman adiknya. Tidaklah lagi sama baginya. Posisi pojok baca yang biasa terisi beraneka judul buku, sekarang telah menjadi tempat tidurnya seorang bayi kerajaan. Tempat tidur sebelah kanan di balik pintu besar pun telah berganti dari warna dominan hitam, sekarang telah berganti dengan warna-warna cerah. Sungguh Dalmacio mencintai istrinya. Mungkin ia sudah bertobat daripada menjadi play boy semata yang tidak ada gunanya.
“Hormat kepada Putra Mahkota!” Putri Panthea membungkukkan badannya ke depan. Ia berdiri tak jauh dari tempat kerja Pangeran Dalmacio. Berdiri menyamping. Seraya Harry berjalan masuk, mendahuluinya, lantas menduduki kursi Pangeran Dalmacio.
“Duduklah Putri!”
“Baik Putra Mahkota!” Segera Panthea duduk di kursi berhadapan dengan Pangeran Harry. Lantas menuangkan teh hangat ke dalam gelas keramik. Menaruhnya dengan pelan di hadapannya dan Pangeran Harry.
“Tidak perlu sungkan dengan saya dan stop memanggilku dengan sebutan Putra Mahkota. Sudah kubilang aku tidak pantas menyandang gelar tersebut. Lihat, disana ada seorang bayi mungil yang sedang tertidur. Kelak ia yang akan menjadi Raja sejati.”
“Maaf Putra Mahkota, jika saya lancang. Namun, Putra Mahkota Harry adalah kakaknya suami saya. Sudah pasti Anda yang akan menjadi Putra Mahkota untuk kemudian menjadi Raja.”
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A
Kerajaan Aphrodite."Yang Mulia Raja, Pangeran Philip datang menghadap!" seorang kasim memasuki Aula Kekaisaran.Raja Heros menurunkan buku hologram yang ia baca. Layar hologram otomatis padam saat Raja menaruhnya kembali ke rak buku kecil di sampingnya.Buku hologram itu sangat efisien. Peri hanya perlu memegang sebuah stik kecil dengan ukiran yang menuliskan tema bacaan yang berbeda-beda.Buku-buku hologram itu merupakan inovasi terbaru dari hasil penelitian Raja Heros dan Pangeran Philip.Selamat tinggal untuk buku Ensiklopedi super tebal, sebentar lagi Para Peri bisa menyimpan ratusan buku hanya dalam ukuran satu tempayan."Biarkan ia masuk," jawab Raja.Kasim tersebut mundur sekitar dua langkah kemudian berbalik dan berjalan keluar."Pangeran, silakan masuk!" Kasim merentangkan tangannya."Terima kasih, Kasim!""Yang Mulia Raja, saya datang menghadap," Philip memberi hormat dengan telapak
"Pearl, aku akan ikut bermeditasi disini. Aku akan menjemput Putri dari alam kekal," Shera melepaskan tangannya dari punggung Rhea.Ia duduk memunggungi Rhea. Duduk bersila."Hei, apa kamu yakin dengan cara ini? Kita hanyalah peri kecil tanpa kekuatan yang berarti. Jika kamu masuk ke alam sana, bukannya kamu yang menyelamatkan Putri, malah sebaliknya,"Benar juga kata Pearl. Mereka hanyalah peri biasa. Peri yang biasa diakui sebagai peri tingkat terendah. Walaupun Rhea tidak masalah dengan kekurangan mereka, namun tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa hanya pelayan Putri Rhea yang kekuatannya hanya sebesar biji wijen.Shera mengurungkan niatnya. Ia turun dari batu. Kembali membantu Pearl menahan berat tubuh Rhea."Jadi, hanya Putri yang bisa menyelamatkan diri sendiri,""Dan jika ada mukjizat,"***Hans cepat-cepat turun dari langit kira-kira jaraknya 5 meter jauh dari Istana. Ia tak mau jika ia terkena masal
Rhea terkulai lemah saat Hans membaringkannya di atas batu besar di dalam gua. Napasnya tersengal kadang sesak. Kekuatannya seperti lenyap seketika.Jantungnya terasa seolah-olah bisa berhenti kapan pun jantungnya mau. Terasa jantungnya akan copot saat ini juga.Rhea berusaha membuka kedua kelopak matanya setelah ia sadar dari jatuh pingsan. Ia mengerjap-ngerjap matanya. Gua yang tidak terlalu terang membuat penglihatannya pulih lebih cepat."Aku ada di gua Red Stone?" Rhea tanya memastikan."Iya Putri. Saat Putri jatuh pingsan, Pangeran Hans juga yang menggendong Putri masuk ke dalam gua," jawab Shera. Ia telah kembali ke ukuran normal. Begitu juga dengan Pearl.Shera berdiri tak jauh dari tempat Rhea terbaring, sedangkan Pearl lebih memilih mengitari gua. Sesekali berjongkok karena kakinya terasa pegal."Apa pecahan Red Stone ini bisa membantuku pulih?""Sedari tadi kami mencoba untuk mempelajari Red Stone ini Putri. R