“Aku tidak pantas menjadi Raja jika aku hanya akan menjadi permainan menteri Kerajaan. Harusnya kamu tahu itu Panthea.”
Panthea menarik napas dalam-dalam.
“Harry, aku mengenal kamu sejak kita kecil. Kamu adalah seorang yang pemberani. Seseorang yang selalu berlaku adil untuk semua orang. Jika kamu tidak menjadi Raja. Siapa lagi yang bisa?”
“Tentu saja suamimu Panthea.”
“Tidak Harry. Pangeran Dalmacio adalah Pangeran kedua dan ia terlalu ambisius. Seperti yang kamu tahu bukan?”
“Ya. Dan pada akhirnya kamu lebih memilih dia daripada aku.”
“Harry!”
“Baik. Baik. Aku tetap akan berpikiran sama. Aku hanya menyukai alam bebas. Mengarungi dunia.”
“Lantas dengan egomu yang ingin mengelilingi dunia. Pada saat kamu pulang, saat itu juga dunia akan hancur di belakangmu.”
“Kamu memang selalu saja seperti ini. Keras kepala.” Harry mengangkat gelas tehnya, menghirupnya, lantas meminumnya pelan.
“Aku akan menjaga kalian dari luar. Kabari aku jika perlu bantuan,” lanjutnya.
Ia pergi keluar. Duduk di balkon dengan kaki bergelantungan di bawah. Merasakan angin sepoi-sepoi yang membelai dirinya. Mungkin itu bisa meredakan rasa sesak dan rindu yang kian memuncak.
Wahai gadis cantik, bolehkah aku bertemu denganmu lagi?
***
Pangeran Dalmacio beserta pasukannya memacukan kudanya secepat mungkin. Pastinya mereka akan sampai saat mentari sedang tinggi-tingginya. Namun, daripada menjadi mata-mata yang mencolok. Mereka berpencar sesuai dengan instruksi Pangeran Dalmacio.
“Tim A berpencar dengan bekerja di pertambangan emas dan timah. Lihatlah cara para peri melakukan transaksi disana. Sapalah satu atau dua peri disana, dekatin dan cari informasi dari sana. Walau sehari tak cukup, lanjutkan terus-menerus. Kalian mengerti?”
“Baik. Laksanakan.”
“Tim B ikut para penambang pohon. Awasi dari jarak dekat. Kalau-kalau para peri sedang lengah, cepat-cepat nyelinap ke tempat mereka dan lakukan apa yang sudah kuperintah. Kalian mengerti?”
“Baik. Laksanakan.”
***
Hari begitu berlalu cepat. Mentari berganti menjadi rembulan. Cahayanya berpendar memantulkannya pada lautan.
“Lapor Pangeran. Para peri tidak menaruh curiga sama sekali pada kita. Transaksi tadi siang berjalan seperti biasa. Mereka tidak menaruh curiga apapun.”
“Bagus. Lantas bagaimana dengan Tim A dan Tim B tadi pagi?”
“Mereka tetap menjalani tugas sesuai instruksi Pangeran. Tidak ada yang tahu keberadaan kami.”
“Baguslah. Sebentar lagi tentu saja Raja akan memilihku sebagai penerus dibandingkan dengan kakakku yang terlalu polos.”
“Namun Pangeran. Maaf jika saya lancang.” Seorang menteri datang mendekat. “Sebaiknya Pangeran harus tetap menjaga relasi yang kuat dengan Pangeran Harry. Walaupun beliau tetap tidak mau jadi Raja, tetapi jika ia memiliki saudara yang tidak akur dengannya, saya takut akan mengancam kedudukan Pangeran di masa depan.”
“Jadi apa saran darimu?”
“Pangeran Harry suka berpetualang ke dunia luar. Menurut saya, Pangeran bisa mendukungnya untuk yakin dengan jiwa petualangnya daripada harus terus terkungkung di istana yang menurut dia seperti sangkar ini. Dan juga dukunglah beberapa pemikirannya. Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Pangeran Harry dijauhkan dari istana. Tentu saja kedudukan Pangeran Dalmacio akan tetap aman.”
Pangeran Dalmacio tidak menjawab lagi. Lebih memilih memutar badannya pergi menjauh. Melewati lorong, sampai ke kediamannya.
“Dalmacio! Bagaimana proses pengintaianmu?” Harry berdiri tepat di samping Dalmacio.
“Berjalan dengan lancar.”
“Tentu saja lancar. Semua orang sudah tahu bagaimana cara dirimu bekerja. Tidak ada yang tak bisa dilakukan oleh seorang Pangeran Dalmacio.”
“Akankah ada hal yang ingin kamu sampaikan, Putra Mahkota?”
“Tidak.”
“Baiklah. Giliran saya yang berbicara. Namun saya ingin berbicara sebagai seorang ... adik.”
Harry menatap bingung ke Dalmacio.
“Sebenarnya aku bukan orang yang biasa mengutarakan isi hatiku, tapi sudah saatnya aku jujur pada kakak. Aku tidak menyukai rencana Ayahanda.”
“Apakah aku bisa mempercayaimu?”
“Tentu saja. Aku terlalu muak dengan rencana untuk menyerang Kerajaan Aphrodite. Tapi, aku juga harus mematuhi apa yang menjadi perintah Ayahanda.”
“Begitukah pemikiranmu?” Harry bertanya. Setidaknya ia harus meyakinkan dirinya apakah adiknya berkata jujur.
“Iya. Beberapa hal aku mengintai ke Kerajaan Aphrodite untuk mencari tahu siapa warga Kerajaan yang bisa aku berikan info mengenai penyerangan ini. Karena sangat tidak mungkin aku bisa menemui Kerajaan Aphrodite. Hanya Ayahanda yang boleh berhubungan langsung dengannya.”
“Aku bangga denganmu adikku. Aku kira kamu akan terus mengikuti perintah Ayahanda yang tak masuk akal itu. Mengenai warga Kerajaan yang ingin kamu cari, aku bisa membantumu,” jawabnya. “Tetapi awas saja jika kamu membohongiku, adikku. Belum tentu aku akan tetap menganggapmu sebagai adikku.”
“Terima kasih atas belas kasihmu kakak. Terima kasih juga telah menggantikan diriku menjaga Panthea dan Hans.”
“Baiklah. Tentu tidak menjadi masalah. Selamat beristirahat adikku. Engkau sudah lelah seharian.”
Harry menepuk pelan pundak Dalmacio. Tersenyum sesaat. Kemudian melangkah ke koridor. Menuju kediamannya kembali.
“Wah, lihat siapa yang baru pulang. Putra Mahkota Harry.” Cakra duduk di atas kediaman Harry. Lantas terbang turun saat Harry memicingkan mata padanya.
“Aku ada permintaan untukmu. Besok temani aku mencari gadis itu. Aku harus menemuinya segera,” ujar Harry.
“Sudah kubilang kau tidak perlu mencarinya. Kamu dan dia akan segera bertemu.”
“Mengapa kau begitu yakin?”
“Yang kamu cari adalah Putri Harmonie. Ia seorang putri yang berpikiran luas dan seorang yang berani. Jika bukan dirimu yang mencarinya, ia yang akan mencarimu.”
“Putri Harmonie. Nama yang begitu cantik.”
“Jika boleh aku bertanya, mengapa kau sangat ingin sekali bertemu dengannya dalam waktu cepat?”
“Aku harus memberitahu rencana Ayahanda padanya. Setidaknya aku bisa memperingatkan mereka terlebih dahulu. Sebelum semuanya terlambat.”
“Baiklah. Aku yakin besok kalian akan segera bertemu.”
Cakra terbang menjauh. Menghilang dalam kegelapan dengan kepakan sayap besar berwarna hitamnya.
Harry duduk di kursi kediamannya. Untuk sekedar memejamkan matanya merupakan tugas berat bagi dirinya teruntuk malam ini. Bulan sabit tergantung disana sedang bintang bertebaran di atas sana, sungguh pemandangan begitu tenang. Ia mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna merah muda dengan setiap pinggirannya dijahit begitu rapi dengan daun Reveihan, sedang di sudut kiri terdapat huruf H.
“Anehnya, aku tidak bisa melupakanmu sejak hari itu. Seperti takdir yang sudah digariskan, pikiranku selalu terjebak memikirkanmu. Siapa dirimu sebenarnya, wahai Putri Harmonie?”
***
Kerajaan Aphrodite
“Aku kehilangan sapu tanganku. Apakah manusia itu yang mengambilnya?” Harmonie berdiri di balkon istana. Matanya menerawang jauh ke bawah, menembus kerumunan peri, keluar dari gerbang Kerajaan, berhenti di area pertambangan Kerajaan Theligonia.
“Tak ada sapu tanganku disana. Pasti dia mengambilnya.”
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.“Hei, cepatlah berlari. Nanti buruan kita bisa hilang.” Hans berteriak cukup kuat, tatapannya tetap fokus ke arah mangsanya tersebut. Di belakangnya, disusul seorang anak laki-laki berbadan cukup besar seperti anak remaja. Namun, ia seumuran dengan Hans yaitu berumur dua puluh tahun. Ia terus berlari mengejar tuannya tersebut.Peluh bercucuran seiring dua orang laki-laki itu berlari. Mereka berlari dari dalam istana, melewati lapangan hijau, bahkan hampir membuat pasar menjadi lintang-pukang akibat ulahnya. Tetap saja seekor kijang berbadan gempal tersebut berlari tanpa tersentuh oleh tombak yang digenggam Hans dan Steve.Selalu saja tombak yang hendak mereka acungkan ke arah badan kijang berhasil dihindari. Sungguh gesit jika dibandingkan dengan binatang yang biasa mereka tangkap. Tatkala mereka terus berlari semakin lama semakin jauh menjauhi istana. Kini yang berada di samping kiri kanan mereka bu
Pagi-pagi buta. Matahari belum nampak dari peraduannya. Namun, Kerajaan Theligonia telah dibuat ribut. Seorang pengawal memberitahu kepada Raja Harry bahwa Steve, pengawal Pangeran Hans ditemukan sedang terluka di kediaman tabib. Luka di pergelangan tangannya masih basah, tanda baru saja terluka dengan sebuah benda tajam. “Panggilkan Pangeran Hans, segera!” ujar Raja Harry di singgasananya. Masih dengan mata sembab. Tentu saja saat-saat sedang asyiknya terbuai mimpi, terpaksa memenuhi permintaan Raja. Ia telah mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian kebangsaannya. Merapikan rambutnya lantas segera menuju ke ruang utama istana. “Saya datang menghadap, Ayahanda!” ujarnya berlutut dengan telapak kaki kiri menyentuh lantai sedang lutut kanan menyentuh lantai. “Apa yang terjadi dengan Steve? Kalian kemana saja semalam?” Hans bergidik ngeri. Mimpi buruknya datang terlalu pagi. Datang terlalu cepat. Ruang kerja Raja lengang. Hanya a
Pukul lima sore, latihan telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.Langit berubah menjadi warna menjadi abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”Hans segera
“Apakah kau benar mengenai ini? Ini seperti jalan jebakan. Tak ada yang mau lewat sini,”ujar Steve pada Sylas. “Tentu saja para peri tidak bodoh. Tak mungkin mereka akan memasang sebuah gerbang emas supaya manusia bisa masuk ke dalamnya dengan gampang, yang menampakkan jalan setapak di dalamnya.” “Yah memang tidak mungkin juga.” “Apa kau tahu? Hutan terlarang dibuat seperti labirin rumit. Konon, katanya tidak ada seorang pun yang bisa keluar hidup-hidup dari sana, kecuali jika ia memiliki hati yang baik dan tidak bermaksud jahat.” “Apa? Astaga. Bagaimana kalau kita terjebak di dalam sana dan tak akan pernah kembali? Aku tidak mau mati muda, Sylas.” “Aku sudah menunjukkan jalannya padamu. Sekarang pergilah, beritahu Pangeran Hans apa yang kau temukan. Jangan bilang kalau aku yang membantumu.” “Kau tidak ikut dalam misi kan? Karena Pangeran melarangmu.” “Memangnya aku akan gentar dengan pernyataan tolakan dari Pangeran. Tentu saja tidak. Tapi aku akan mengawasi kalian dari jauh. K
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.“Put
“Pangeran, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau mati disini.” Steve telah bangun. Mendapati dirinya terikat di batang pohon saja bisa membuatnya histeris bukan kepalang.“Steve, janganlah cengeng. Bagaimana seorang pengawal bisa secengek ini? Aku juga sedang berpikir. Yang penting kau jangan bergerak atau ular itu akan menerkammu.”Ikatan akar pohon yang melilit mereka sangat kuat. Bahkan setiap kali mereka bergerak, akar itu akan semakin kuat melilit mereka, sedang mata ular terus menatap tajam ke mereka. Satu ular di Hans dan satu ular di Steve.“Ayolah! Kami tidak bermaksud jahat wahai pohon. Kami berjanji tidak akan mengganggu siapapun disini.”“Pangeran, Pangeran sedang mengobrol dengan pohon?” tanya Steve.Tanpa ada hasil, Hans memanggil Sylas.“Sylas, aku tahu kamu sedang bersembunyi. Keluarlah dari tempat persembunyianmu.”“Oho..Ternyata Pangeran tahu aku
Grasak grusuk grasakSepanjang perjalanan tak terhindar dari semak belukar. Semakin lama semak itu akan terus meninggi. Setiap kali diinjak. Lagi dan lagi. Hans terus berusaha jalan lurus-esok lusa untuk kemudian ia menyesalinya.“Shera, manusia itu bebal sekali. Teman-temannya saja sudah pulang. Mengapa ia malah cari mati?” Si kelinci dan si angsa memantau dari balik semak-semak. Mengawasi Hans dari jarak jauh.“Hmm. Sekarang itu bukan menjadi buah pikiranku. Yang sekarang aku pikirkan adalah tadi Putri Rhea melepas ikatan untuk para manusia itu. Lalu, ia bersedih kembali.”“Biasa lah. Kamu kayak nggak tahu Putri aja. Pasti Putri tak tega mereka diikat kayak gitu. Apalagi coba kamu lihat, mereka hampir saja mau memotong pohon. Bayangkan coba?”Hans menoleh sesaat.“Pearl, pelankan suaramu! Kamu mau kita ketahuan sama dia.”“Tenang. Tadi pagi saja ia pingsan karena melihat
“Rhea, benarkah itu? Bisakah kamu jelaskan lebih detail?” Marsha bertanya penuh antusias. Peluh dingin telah membasahi bawah hidungnya.Aargh...Rhea mengeram. Dengan telapak tangan kirinya ia menekan tengah-tengah dadanya agak sedikit ke kiri. Jantungnya sakit kembali. Kali ini lebih parah, seperti jarum pentul sedang menusuk-nusuknya disana.“Putri Rhea? Putri Rhea kenapa? Putri sakit?” Shera bertanya cemas. Dengan sigap ia berlutut.“Putri, Putri. Janganlah meninggalkan kami. Apa yang sakit? Bisakah kita ke tabib sekarang?” Pearl ikut menimpali.“Ayo, aku temani ke tabib, Rhea!” Marsha menawari.Marsha hampir saja sudah akan mengangkat salah satu lengan Rhea sebelum Rhea mengatakan sesuatu.“Aku tidak apa-apa. Sakit ini hanya sementara. Mungkin hanya karena aku syok. Sekarang kita urus manusia itu. Shera dan Pearl temani aku.” Rhea berdiri. Kemudian menoleh pada M