Share

Orientasi Sekolah Kedua

"Astaga! masa ada hantu di belakang kita! Bangsat betul!" Afif mencaci dalam hatinya, namun ia tidak bisa langsung membalikkan badan kebelakang.

Perlahan ia melihat ke arah Jimi yang sudah melihat dirinya namun bukan dengan pandangan takut melainkan penasaran. Tangan Jimi sudah dikepalkan seolah bersiap memberi pelajaran bagi orang yang berusaha menakutinya.

Jimi kemudian menoleh cepat kebelakang, seakan ikut ditarik, Afif juga turut menoleh kebelakang dan tiap detiknya ia sesali keputusan mengikuti Jimi itu. Namun begitu mereka berdua melihat ke arah belakang mereka kaget bukan karena melihat hantu, melainkan seseorang yang berdiri di belakang mereka mengenakan topeng cirebon - topeng panji berwarna putih dengan senyum seringai yang memperlihatkan gigi.

"Hei, kalian tuli ya? apa seperti ini?" terdengar suara tanya itu lagi, namun kali ini lebih terdengar halus seperti suara perempuan.

Jimi dan Afif masih menahan nafas melihat pemandangan yang anomali itu. Sosok dengan suara perempuan itu terus berbicara meracau, menanyakan apa suaranya terdengar jelas, namun belum ada jawaban dari mereka berdua. kondisi tersebut membuat sosok kecil itu tidak sabar dan akhirnya memilih membuka topengnya.

"Fuaahh! lepas juga,.. sepertinya memang harus dilepas agar bisa terdengar, bukan?" ucap sosok perempuan itu.

Di hadapan Jimi dan Afif berdiri seorang perempuan cantik dengan rambut hitam dan pendek, potongan bob dengan poni tergerai di dahi. Salah satu pupilnya berwarna kuning, ia juga mengidap sindrom ludens. Meski sudah diajak bicara, namun Afif dan Jimi belum juga menjawab pertanyaan perempuan itu, padahal jika dilihat dari pakaiannya yang juga serba hitam, mudah ditebak jika ia sekelompok dengan Gina dan Yongki.

"Jika kalian tidak juga menjawab, saya akan menghajar kalian!" kini perempuan itu benar-benar kesal karena tidak digubris oleh mereka berdua. Akhirnya kekesalan itu juga yang membuyarkan tatapan gemas mereka berdua.

"Ma, maaf. Kami mendengarmu, tapi kami tidak menyangka jika di balik topeng itu ada orang sungguhan" sergah Afif sebelum kemarahan perempuan itu bertambah.

"Hoo.. kalian anak baru tapi sudah berani macam-macam dengan senior ya.. Lupakan, sekarang ambil ini dan jangan beritahu siapa-siapa kalian telah berbicara dengan saya" ujar perempuan itu dengan cepat, ia mengatakannya sembari membagi dua lembar leaflet.

"Faksi palung? Apa ini? Dan siapa lo?" Jimi berusaha mencegat perempuan itu sebelum pergi.

"Nama saya Kida, Aan Kida Lorem. Ingat nama saya bocah, karena kalian akan membutuhkannya di organisasi nanti, he he he" balas Kida seraya mengenakan kembali topengnya dan melompat dari lapangan ke gedung sekolah lantai dua.

Afif dan Jimi yang masih terpana dengan kecantikan Kida, bertambah kagum melihat gerakan yang tidak mungkin dilakukan manusia. Kida kemudian menghilang di dalam bayang-bayang lorong kelas lantai dua, bersamaan dengan beberapa bayangan lain.

"Fif, gue pasti bakal daftar!" Jimi tersenyum penus antusias.

"Cuma gara-gara dipamerin celana dalam berenda saja langsung ingin bergabung, ya?" ujar Afif.

"Hah? Maksud otak mesum lo itu? Lompatannya itu Fif! tinggi banget, gue harus bisa menyusul doi. Lo lihat apaan sih, sialan" Jimi membalas sekaligus mengumpat, namun Afif tidak ambil pusing dan memilih tetap berjalan ke arah belakang sekolah.

Mereka berjalan menyusuri lorong lantai satu, melewati ruangan seperti laboratorium dan toilet, tidak lupa melewati kelas - kelas yang kosong dan gelap. Di ujung lorong akan terdapat percabangan, ke kiri menuju lapangan dan gedung yang berisi ruangan-ruangan ekskul, murid-murid di sekolah menyebutnya El-Dorado [1]. Sedangkan percabangan ke kanan menuju lapangan belakang sekolah dan tempat parkir. Sebelum mencapai percabangan tersebut terdengar suara yang riuh.

Terlihat sebuah conveyor belt yang melintang melewati lorong, di atasnya mengalir batu-batuan berwarna hitam legam. Conveyor belt ini bergerak dari arah lapangan belakang menuju gedung El-Dorado. Sesekali lewat beberapa orang yang mengenakan pakaian pabrik dengan sepatu boots, sarung tangan besar dan helm welding [2]. Orang-orang itu ada yang memanggul mattock [3] dan tali tambang.

Mereka akhirnya tiba di dekat persimpangan tersebut, dan melihat conveyor belt itu mengangkut batu-batu yang digali dari lapangan belakang sekolah. Lapangan yang baru satu jam mereka tinggalkan karena serangan terak gajah itu kini sudah berlubang dalam. Dari pandangan mereka hanya terlihat helm las yang digunakan para pekerja.

Pekerja itu lalu lalang tanpa mengindahkan kehadiran Jimi dan Afif. Asap dan bau dari uap panas mulai mengganggu pernafasan mereka. Afif terus mengucek matanya sedangan Jimi terbatuk. Melihat itu, seorang pekerja yang baru saja melewati mereka kemudian berbalik dan membuka helmnya, pekerja itu adalah seorang perempuan dengan wajah yang sudah kehitaman.

"Pergi dari lokasi galian jika kalian tidak memiliki atau menggunakan pakaian pelindung... dan ruangan Agora Beak ada di ruang ekskul mading, bukan di lapangan belakang" ujar perempuan itu sambil terus menatap Jimi.

"Ba, baik mba" balas Jimi cukup terkejut dengan peringatan tersebut.

Jawaban Jimi tidak serta merta membuat perempuan pekerja itu pergi, ia terus memandangi Jimi dan Afif dengan tatapan datar. Jimi akhirnya menarik Afif yang masih mengusap kelopak matanya. Begitu mereka berdua beranjak pergi, Jimi melirik ke belakang dan mendapati dirinya masih diikuti tatapan perempuan itu.

"Wow. itu cewek fif, manggul-manggul kapak" ucap Jimi terkesima. Rupanya ia bicara terbata bukan karena takut atau cemas melainkan mengagumi hal lain.

"Mata gue masih perih nih, anterin gue ke keran air dong, Hilmi" pinta Afif yang akhirnya menutup kedua matanya dengan tangan.

Mereka berjalan tergopoh-gopoh menuju keran air yang berada di pinggir lapangan kecil. Lapangan yang hanya berukuran dua pertiga ukuran laparan futsal, di belakangnya berdiri bangunan dua lantai yang berkamar-kamar. Di bagian tengah terdapat pintu masuk, namun bukan pintu masuk melainkan lorong pendek yang menghubung bagian dalam bangunan.

"Afif, buruan, kita sudah tiba di El-dorado" ujar Jimi sedikit bersemangat.

"Iyaaak! Sebentar lagi, mata gue sudah lebih baik" balas Afif yang masih mengusap-usap matanya dengan air keran.

Namun belum selesai bicara, ada seorang perempuan lain yang datang menghampiri mereka, rambutnya hitam legam sepanjang pundak. Perempuan itu hampir setinggi Jimi dan saat beberapa langkah di depannya, ia berhenti dan menyilangkan tangannya. Sama seperti yang lain, ia juga mengidap sindrom ludens. Namun yang menarik adalah ia tidak mengenakan pakaian serba hitam, melainkan seragam sekolah, kemeja putih dan rok sepanjang lutut dengan motif kotak biru - putih.

"Kalian Jimi Bandri dan Triamur Tasrif?" tanya perempuan itu. Suaranya yang berat dan matang membuat Afif menghentikan aktivitasnya.

"Iya, Saya Jimi dan ini Afif" jawab Jimi. Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan dan perawakan perempuan itu. Namun entah apa, Jimi merasakan suara itu menghipnotisnya dan seakan memberi perintah pada Jimi untuk menjawab.

"Kalian sepertinya sudah sempat melihat semua aktivitas penambangan kami, secara umum kalian juga sudah melihat mayoritas anggota kami. Beruntungnya kalian juga pengindap sindrom ludens, jadi sebelum melangkah lebih jauh kalian harus memilih untuk ikut bergabung atau keluar?" Perempuan itu menjabarkan perkataan dengan lugas dan menekankan kalimat pertanyaannya sehingga Afif dan Jimi dapat mendengar jelas.

Afif cukup terkejut saat melihat perempuan lain yang sudah berdiri di depan mereka. Bayangannya adalah mereka akan disambut terlebih dahulu di ruangan yang disampaikan Yongki tadi. Ia kemudian berusaha menyela pertanyaan perempuan itu, namun saat matanya melirik ke arah Afif, ia seakan membeku.

"Kami..".

"Jawab sambil berlutut, sialan" hardik perempuan tersebut.

"Hah! sadist! wanita ini sadist!" pikir mereka berdua.

Genderang telinga mereka terus mengulang perintah tersebut, kepala mereka bereaksi dengan mengirim pesan empati yang sangat kuat ke dalam diri hingga memaksa mereka melemaskan sendi lututnya. Namun, mereka berdua tidak gentar, merasa ada yang salah dan mencoba melawan dari paksaan. Melihat anomali tersebut, perempuan itu tersenyum dan tertawa sebelum akhirnya Yongki datang dan menghentikan mereka semua.

"Kapten. cukup, sudah lewat tengah malam, jika mereka tidak ingin bergabung tolong jangan dipermainkan" Ucap Yongki dengan raut cukup serius.

"Ha ha ha. Yongki, harusnya lo tadi disini melihat mereka melawan takdir. ha ha ha" Perempuan itu masih tertawa sambil memegang pundak Yongki untuk berpegangan.

"Kalian masih disini? kenapa tidak segera menuju ruang ekskul mading?" tanya Yongki dengan raut lelah, apalagi pundaknya masih ditarik-tarik oleh perempuang itu, ia masih sesekali tertawa.

"Bang, kami ingin bergabung!" ucap Jimi tegas. Afif tidak menjawab dan hanya mengangguk seolah mengatakan ia di kapal yang sama dengan Jimi.

Mendengar itu barulah perempuan tersebut berhenti tertawa dan dan menoleh kembali ke arah Afif dan Jimi. Ia juga meminta Yongki kembali ke ruangan untuk mengambil beberapa barang. Yongki bergegas kembali ke dalam bangunan El-dorado, sementara perempuan itu masih menunggui mereka berdua dengan berdiri tegak.

"Gue Listu, kelas tiga sekaligus kepala biro mangata di Agora Beak" akhirnya perempuan itu memperkenalkan diri dengan raut yang serius, namun suaranya tidak berubah dan masih begitu mengintimidasi.

"Satu jawaban dan kalian bisa bergabung dengan kami. Kalian terlambat tiga bulan sejak perekrutan anggota baru, kenapa kami harus menerima kalian sekarang?" pertanyaan sederhana yang jelas saja merogoh seluruh isi kepala Jimi dan Afif.

Malam itu, Orientasi mereka menemui sandungan yang cukup dalam. Seorang petinggi organisasi menanyakan hal fundamental tanpa memberi waktu bagi mereka untuk bersiap-siap. Namun Jimi yang sudah memiliki pendirian akan menyampaikan gagasannya untuk membawa Afif menjadi lebih tenang dan berterus terang.

---

Glosarium;

[1] El-Dorado; Mitos dari Kolombia yang menceritakan sebuah kota yang makmur dan seluruh bangunannya dibuat dari emas, El-dorado sendiri diartikan secara harafiah yang berbalut emas

[2] Helm Welding; Helm yang digunakan untuk membantu pengelasan, dan melindungi mata penggunanya dari cahaya berlebih

[3] Mattock; adalah palu yang digunakan penambang, mata satunya berupa besi tajam yang digunakan untuk menusuk, sedang mata satunya adalah wadah seperti sekop kecil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status