Share

Chapter 6 (kecewa)

Dewa sedang sibuk menghadapi tumpukan dokumen dan arsip-arsip legal perusahaan saat ponsel nya bergetar, dan menghadirkan nama ibunya memanggil.

"Ya Ma, ada apa nih siang-siang begini mama menghubungi Dewa? Mama masak enak ya, jadi mau nyuruh Dewa makan siang dirumah?"

Dewa sejenak menyingkirkan tumpukan berkas yang harus dibaca dan di tanda tangani tersebut, dan berniat menggoda mamanya dengan menjawab panggilannya dengan candaan.

"Kamu ini ya Wa, setiap mama nelpon, makanan aja yang dibahas. Makanya cepetan bujuk istrimu supaya mau pulang dan masakin kamu. Bukannya tiap hari malah masakin Bima."

Dewa mengernyitkan alisnya. Ngapain juga Ory tiap hari pake masakin si Bima makanan. Emangnya Ory itu istrinya apa? Lha dia yang beneran suaminya aja nggak pernah dimasakin.

"Darimana mama tau Ory tiap hari masakin Bima, Ma?" Dewa penasaran juga akhirnya.

Diseberang sana Bu Mita tersenyum simpul. Akhirnya anaknya cemburu juga dipancing-pancing ego kelelakiannya. Dia merasa yakin sebenarnya Dewa itu suka pada Ory, cuma dia belum sadar saja akan perasaannya sendiri.

"Ya tahulah, orang setiap mama kesana pas waktu jam makan siang, Ory selalu mengeluarkan rantang empat susunnya dan melayani Bima makan. Persis sekali seperti melayani suami nya sendiri."

Dewa menggerutu dalam hati mendengar cerita ibunya. Wah, tidak bisa dibiarkan ini. Bima sepertinya terlalu mengeksploitasi tenaga Ory sebagai bawahannya. Nanti dia sendiri yang akan menegur sikap Bima yang keterlaluan pada Ory.

"Belum lagi perlakuan Ory pada Rendra, lebih mencerminkan istri yang baik daripada dengan Bima. Kemarin malam mama kesana saat Rendra sedang mandi dan bersiap-siap kepesta. Kamu tau Wa, Ory yang memilih dan menyiapkan setelan jasnya berikut pakaian dalam dan sepatunya. Ory bahkan mengancingkan bajunya dan memakaikan dasinya. Memang Ory itu istri idaman sekali. Mama yakin siapapun yang akan menikahi Ory kelak, apabila memang akan terjadi pembatalan pernikahan kalian maksud mama, pasti akan berbahagia dunia akhirat."

"Aaminnn."

Dewa menjawab singkat kata-kata mama nya. Dewa sudah tidak tahu lagi, bagaimana lagi menanggapi statement itu.

"Ya sudah. Mama cuma mau minta tolong agar kamu menjemput Ory dikantornya, dan langsung antarkan ke butik Mama ya? Mama mau menyiapkan gaun dan ke salon dengan Ory untuk menghadiri resepsi pernikahan Farah, Wa. Tadi mama sudah minta izin Bima supaya Ory boleh pulang duluan. Kamu juga jangan telat ya datangnya."

"Iya iya Kanjeng Ratu." Dewa langsung mengiyakan titah mamanya. Kalau tidak, sudah bisa dipastikan mamanya bisa ngomel-ngomel panjang seperti rel kereta api. Dengan cepat dirapikannya berkas-berkas dimejanya. Mamanya tadi bilang jam 2 siang baru bisa menjemput Ory, karena dia biasanya jam segitu baru sampai di kantor. Dewa sebenarnya takjub juga melihat tekad Ory yang ingin hidup mandiri sampai pontang panting sendirian mencari rezeki.

Bayangkan saja, sepulang sekolah jam satu siang, dia langsung berangkat ke kantor Bima dengan masih memakai seragam sekolah. Mandi dikantor, bahkan masih sempat menyiapkan makan siang untuk Bima. Memang luar biasa istri ciliknya ini.

Dewa tiba di kantor Bima pukul 02.10 wib. Dia langsung saja melenggang keruangan Bima seperti biasanya. Saat Dewa membuka pintu, dia di sambut oleh pemandangan yang membuatnya membelalakkan matanya. Dia takjub melihat Bima yang sedang sibuk membaca berkas-berkas, sementara disampingnya Ory sedang menyuapinya makan seperti anak usia lima tahun. Dimeja dekat sofa bahkan nampak rantang empat susun yang berisi lauk pauk rumahan yang pasti dibawa oleh Ory dari rumah.

"Wah wah tingkah lo udah kayak raja minyak dari Arab aja ya Bim. Makan sampe pake disuapin segala. Lo perlu dayang-dayang kagak buat ngipasin lo!" Dewa langsung saja mengomentari pemandangan bagai harem didepannya.

"Gue nggak perlu dikipasin karena zaman sekarang udah pake AC. Dan lo ngapain siang-siang udah ada disini."

Bima masih saja berbicara sambil mengunyah.

"Eh Ory, kamu juga koq mau-maunya dijadiin dayang-dayang siBima. Sampai segitunya ya kamu cari duit." Dewa begitu penasaran melihat betapa loyalnya Ory terhadap atasannya.

"Ory, coba kamu jelaskan sama Dewa, sebagai apa posisimu disini." Bima cuma menimpali dengan acuh tak acuh kata-kata sindiran Dewa.

"Sebagai OG pribadi Pak Bima." Jawab Ory jujur.

"Denger kan lo WA. Dia ini OG pribadi gue. Jadi tugas dia ya ngurusin semua hal-hal yang berkaitan dengan pribadi gue."

Bima menyudahi makannya dan beranjak menuju wastafel untuk membersihkan diri. Ory menyusun kembali makanan dan beranjak ke pantry untuk mencuci segala peralatan makan tadi.

Lima belas menit kemudian, Ory sudah rapi dan mencangklong tas slempangnya.

"Ayo Mas, mama sudah nungguin kita daritadi." Baru saja Ory beserta Dewa melewati pintu ruangan Bima, bahu Dewa bersinggungan dengan sepasang suami istri yang ingin masuk keruangan Bima.

"Ups! sorry Pak, Saya tidak sengaja."

"Dewa!" Sebuah suara feminim menyebut nama Dewa dengan bibir gemetar.

"Celine?" Dewa menatap tidak percaya kepada wanita cantik yang dahulu sempat menjadi pusat segala perhatiannya. Matanya dengan rakus memandangi setiap detail wajah jelita yang secara tidak sengaja ditemuinya. Dulu, berhari, berbulan bahkan bertahun-tahun dia mencari sosok jelita yang dicintainya sepenuh hati ini. Ya dia yang meninggalkannya hanya berselang seminggu menjelang pernikahan mereka berdua.

"Dewa, maafkan Aku. Maaf Dewa."

Dengan kedua lengan memeluk dirinya sendiri Celine terus mengucapkan kata maaf kepada Dewa yang masih saja berdiri mematung. Ory yang melihat sepertinya ada sesuatu yang belum terselesaikan diantara Dewa dan wanita cantik itu memilih segera keluar ruangan dan memanggil taksi online. Dewa pun sepertinya sudah lupa akan tujuannya semula untuk menjemputnya.

"Ehm, sebaiknya kita semua masuk dulu dan duduk disini. Celine, walaupun kita semua ini teman lama, tapi Gue disini harus bersikap professional sesuai dengan tugas gue. Kalo lo emang mau nyelesaiin dulu masalah lo yang belum kelar sama Dewa, Gue bisa nunggu diluar dulu sama Raven. Gimana?"

Bima langsung mengambil alih pembicaraan yang mulai terlihat sedikit tegang karena keterdiaman Dewa.

"Nggak usah Bim. Ini malah moment yang paling tepat untuk menjelaskan kepada Dewa, bahkan ada Raven juga disini."

Celine memandang Dewa dengan rasa bersalah sekaligus penuh kerinduan.

"Wa, kamu ingat pesta lajang yang aku buat dua bulan sebelum pernikahan kita? Saat pesta itu berlangsung aku mabuk berat Wa, begitu juga Raven. Saat mabuk rupanya Randy membawa kami semua pulang kerumahnya, karena takut mengantarkan kami pulang kerumah dalam keadaan hang over parah.

Dan kami berdua yang sama-sama dalam keadaan tidak sadar malah melakukan hubungan suami istri. Dan parahnya lagi, bulan depannya aku hamil Wa. Mau tidak mau kami harus menikah demi bayi yang tidak bersalah dirahimku. Karena itulah Aku kabur ke LA ikut bersama Raven dan tinggal disana. Kami mencoba bertahan berumah tangga selama lima tahun demi Isabelle putri kecil kami. Tapi karena pada dasarnya kami tidak saling mencintai, kami tidak sanggup menjalaninya Wa. Makanya kami berdua mencari Bima untuk mendaftarkan perceraian kami dengan baik-baik."

Celine mengakhiri penjelasannya sambil menangis terisak-isak.

"Ya sudahlah Celine. Semua sudah terlanjur terjadi. Lagipula kejadian itu juga sudah lama. Aku juga sudah melupakannya."

Dewa bisa saja mengatakan tidak apa-apa, tapi jauh dilubuk hatinya, rasa sakit itu kembali menggeliat, seakan-akan mengulang kembali saat-saat 6 tahun lalu. Walau mungkin Dewa sudah tidak mencintainya sebesar dulu, tetapi rasa sayang itu tetap ada.

"Wa, Gue minta maaf sama lo. Walau seperti apapun kejadiannya waktu itu, tetap aja kami berdua salah. Dan sebentar lagi Celine akan terbebas dari statusnya sebagai istri gue. Jadi kalian bebas untuk mencoba saling menjajaki lagi. Fyi, anak kami Isabelle, Gue yang akan mengasuhnya, bukan karena Gue egois ingin merebutnya dari Celine. Tapi Celine lah yang menginginkannya."

Raven orang yang dulu sangat pelit berbicara, untuk pertama kalinya bisa mengucapkan kalimat sepanjang itu tanpa jeda.

"Enam tahun nggak ketemu dengan lo, sekalinya ketemu, lo bisa juga ya Ven ngomong sepanjang itu. Hahaha".

Bima tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Coba nanti kalo lo punya anak. Dan anak lo doyan ngomong sepanjang rel kereta api setiap harinya, lambat laun lo akan terbiasa untuk mengikuti ritme nya. Trust me." Raven tersenyum kecil.

"Nampaknya lo sangat menyayangi anak lo ya Ven." Dewa tidak tahan untuk tidak menanggapi. Raven terlihat menarik nafas panjang.

"Seperti apapun kondisi pembuahannya, anak itu tidak bersalah Wa. Dia juga nggak pernah minta dilahirkan. Gue mencintai Isabel lebih dari diri gue sendiri. Dan gue tidak pernah menyesal memilikinya."

Entah mengapa saat mengatakan kalimat itu, Raven melihat ke arah Celine. Dan Celine sendiri tampak tidak suka mendengar kata-kata Raven. Jelas sekali Celine tidak nyaman saat mereka membahas anaknya tersebut.

"Lho Ory mana ya Bim?" Dewa tiba-tiba celingukan mencari-cari Ory.

"Maaf Pak Dewa, tadi Ory nitip pesen untuk jalan duluan katanya. Permisi Pak."

Sekretaris Bima langsung berlalu setelah menyampaikan pesan Ory. Dewa langsung menepuk jidatnya. Alamat bakal diomelin kanjeng Ratu semaleman ini mah kayaknya.

"Gue duluan ya semuanya. Ada urusan." Dewa langsung berlari terbirit-birit ke parkiran.

Sementara 3 pasang mata yang ditinggalkan, memandanginya dengan 3 pemikiran berbeda. Dalam hati Celine dan Raven bertanya-tanya. Siapa yang dimaksud dengan Ory?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status