Ory menatap tidak percaya saat melihat pantulan dirinya sendiri dikaca salon yang meriasnya. Dia tahu dia memang mendapat berkah dari Tuhan terlahir dengan paras yang begitu rupawan, namun hari ini dia benar-benar takjub dengan wajahnya sendiri setelah dirias pria tampan namun melambai tersebut.
Wajah remaja cantik alaminya cuma diberi riasan tipis dan seulas lipstik warna peach. Namun karena bentuk bibirnya yang memang nampak seksi dari sononya, jadi makin menantang seolah minta dicium. Kissable itu adalah istilah Intan untuk menggambarkan lekuk bibirnya. Napsuin pengen dicipok! Intan terkadang memang tidak suka memfilter, mana kata-kata yang pantas dan tidak pantas untuk diucapkan.
Rambut ikalnya cuma dibuat bergelombang, kemudian diikat longgar ala abg Korea. Ory menggunakan anting-anting berbentuk dua bintang besar, hadiah dari Intan beberapa hari lalu.
"Subhanallah, kamu cantik sekali Ory. Mama rasa Dewa sudah buta karena tidak bisa melihat kecantikan luar dalam kamu Ory. Mama seperti melihat mama kamu dulu dimasa-masa remajanya."
Mata Bu Mita tampak dilapisi cairan bening karena teringat sahabatnya yang sudah terlebih dahulu menemui Sang Khalik. Ory cuma bisa tersenyum canggung. Dia sudah kenyang mendengar pujian dari orang-orang yang memuji kecantikkannya, entah itu tulus ataupun dengan niat terselubung.
Tapi dia sungguh-sungguh menghargai pujian dari mertuanya ini. Mertua ecek-ecek. Katanya dalam hati. Kadang Ory heran, mempunyai orang tua sebaik Papa Dewo dan Mama Mita, kenapa anaknya bisa semenyebalkan Dewa. Ternyata kebaikan hati itu tidak menurun secara genetika. Ha ha.
"Ayo Ory, kita temui suamimu. Mama ingin memperkenalkan kamu sebagai istri sah Dewa kepada keluarga besar dan kolega-kolega bisnis yang belum mengetahui tentang status Dewa yang sudah mempunyai seorang istri sekarang ini. Nanti Mama ingin mengadakan resepsi secara besar-besaran, mengingat saat akad nikah kalian yang terburu-buru itu begitu sederhana karena keadaan yang tidak memungkinkan."
Bu Mita menggandeng lengan mulus Ory dan menghampiri Dewa yang sedang mengobrol santai dengan teman-teman akrabnya. Diantara kumpulan para executive muda itu terlihat Rendra, Bima dan Bayu. Saat Bu Mita dan Ory tiba disana, Dewa sampai ternganga melihat kecantikan istri ciliknya. Rendra terdiam ditengah-tengah obrolannya, Bima bahkan terang-terangan terpesona sementara Bayu bahkan seperti mengeluarkan air liurnya.
Ory yang dipandangi dengan penuh nafsu oleh para pemilik hormon testoteron disana nampak kebingungan. Bagaimana tidak, mereka semua tadi tertawa-tawa seru dan saling meledek, tapi sekarang semuanya mendadak menjadi patung.
"Wa, ayo ikut mama dan Ory menyapa keluarga besar dan kolega-kolega yang belum kenal dengan istrimu. Sekalian perkenalkan Ory kepada mereka semua. Biar mereka tau kalau kamu itu sudah beristri sekarang."
Dewa cuma mengangguk dan mengekori dua perempuan cantik berbeda generasi didepannya. Setelah berbasa basi sejenak dengan keluarga besar lainnya, Dewa kembali menemui teman-temannya dan Ory mulai melangkah menuju taman belakang. Ory memang termasuk orang yang tidak begitu menyukai keramaian.
"Oh jadi kamu istrinya Dewa, sekarang? Sungguh tidak disangka, seleranya bisa terjun bebas seperti ini."
Celine wanita yang tadi dilihat Ory dikantor Bima memandangi Ory mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan sikap melecehkan.
"Kamu tau siapa saya gadis cilik? Saya ini pacarnya Dewa. Kalau saja dulu tidak ada satu kejadian yang menyebabkan pernikahan kami batal, pasti saat ini Sayalah yang menjadi istri Dewa. Saya peringatkan kamu ya Ory, Saya telah datang kembali kesini untuk merebut kembali posisi Saya yang telah kamu rebut. Kamu siap-siap saja ditendang oleh Dewa. Gadis cilik seperti kamu, mana bisa memenuhi segala fantasi seksual pria dewasa seperti Dewa."
Lagi-lagi Celine mencoba memprovokasi dan menjatuhkan mental Ory.
"Kalau begitu selamat berjuang ya Bu." Ory cuma menanggapi singkat atas ancaman panjang lebar Celine. Celine geram sekali melihat sikap santai Ory yang seakan-akan tidak takut dengan segala intimidasinya. Sudut matanya melihat Dewa yang sepertinya sedang berjalan menuju kearah tempat mereka berbicara.Seketika ide cemerlang hinggap dikepala Celine. Tiba-tiba saja dia bertingkah seolah-olah didorong oleh Ory dan terjatuh serta disiram oleh minuman Ory. Padahal dia sendiri yang menarik minuman Ory agar tumpah dan membasahi gaun putihnya tersebut. Celine langsung berakting kesakitan dan menangis tersedu-sedu.
"Ada apa ini?" Dewa langsung membantu Celine bangun dan menutupi bekas minuman tumpah didada Celine dengan jas nya. Celine masih bersikap playing victim dan menangis tersedu-sedu.
"Aku nggak tahu apa-apa Wa. Tiba-tiba saja istri kamu ini marah-marah dan mendorong ku. Dia bilang agar aku tidak mendekati kamu dan mengusir aku dari pesta ini. Padahal kan Farah sendiri yang mengundangku kesini. Aku sama sekali tidak tahu kalau akan ketemu dengan kamu disini."
Celine masih terus menangis sedih sambil memeluk Dewa dan membenamkan wajahnya didada bidangnya. Dasar modus! batin Ory. Dewa tampak menarik nafas panjang dan menegur Ory.
"Kamu tidak boleh bersikap kasar pada orang yang lebih tua Ory. Lagi pula Celine kan tidak ada salah apa-apa sama kamu. Ayo minta maaf!"
Dewa mulai membentak Ory, karena dilihatnya Ory cuma diam. Sebenarnya Ory sedang bingung melihat tingkah absurd Celine.
Dia yang ngancam, ngamuk-ngamuk, pura-pura jatuh eh pake memfitnah dia lagi. Bener-bener drama queen sejati mantan pacar suaminya ini.
"Minta maaf untuk apa Mas? Lha kan si Ibu yang ngomel-ngomelin Ory dari tadi. Trus menjatuhkan diri sendiri, malah narik tangan Ory sampai minuman Ory tumpah kena bajunya. Kenapa jadi Ory yang harus minta maaf?"
"Sudahlah Mas, namanya juga masih anak-anak. Aku nggak apa-apa koq. Cuma kakiku sedikit keseleo aja. Auhhh!!"
Celine mendesis kesakitan."Ya sudah kita kedokter dan aku akan mengantarkanmu pulang."
Dewa dengan sigap segera menggendong Celine ala bridal style. Sudut bibir Celine tersenyum sinis memandang Ory."Ory, bilang sama mama kalau Mas ada keperluan sebentar. Kalau nanti kelamaan, kamu minta diantar pulang Mang Jaja saja."
"Tidak usah Mas. Hari ini Ory mau nginap dirumah Intan. Besok pagi Bang Bima mau mengajak kami jalan-jalan katanya. Jadi nanti Saya ikut Bang Bima saja sekalian pulang."
Wajah Dewa langsung menggelap seketika. Dewa tau Bima itu suka dengan Ory. Dasar Bima, sudah tau Ory istri orang masih saja cari-cari kesempatan.
"Tidak boleh! kamu tidak boleh menginap dirumah Bima. Kamu itu perempuan bersuami, tidak pantas menginap dirumah bujangan."
Dewa mengultimatum.
"Tapi kan Ory boboknya dengan Intan, bukan dengan Bang Bima. Masak tidak boleh?"
Ory mulai mengerucutkan bibirnya karena kesal. Mendengar kata bobok dan Bima langsung saja Dewa membayangkan jika Ory memang benar-benar di boboin Bima. Langsung saja naluri membunuhnya keluar. Sampai matipun dia tidak rela membayangkan ada pria lain yang mencumbu Ory selain dirinya.
"Sekali saya bilang tidak boleh, ya tidak boleh!mengerti kamu. Case closed!"
Dewa langsung berlalu sambil menggendong Celine. Ory kesal langsung menghentak-hentakkan kakinya sambil memaki-maki Dewa dalam hati. Semua nama hewan yang ada dalam kebun binatang sudah diabsennya satu persatu. Bagaimana pun dia masih bocah berusia tujuh belas tahun yang sedang labil-labilnya. Rasa-rasanya dia sangat ingin mencekik leher Dewa dan membuangnya kerawa-rawa agar dimakan buaya.
Tanpa dia sadari, sedari tadi bahkan sebelum drama Celine dimulai, sepasang mata tajam telah mengawasi gerak geriknya. Pria tampan yang sangat jarang tersenyum itu bahkan terkekeh pelan melihat cara melampiaskan marah ala Ory yang berjingkrak-jingkak menginjak-injak tanah sambil membayangkan bahwa yang diinjaknya itu adalah tubuh Dewa.
"Iiihhhh kesel kesel kesel!!!mati kau! Mati kau!"
Ory sekarang bahkan sudah memukul-mukul kursi taman sambil membayangkan bahwa itu adalah wajah menyebalkan Dewa. Tiba-tiba saja Ory merasa kedua tangan tidak memukuli kursi taman yang keras lagi, melainkan memukul benda keras namun hangat dan kenyal.
Ory kaget dan seketika menghentikan pukulan ala fighter One Pride ditivi. Pelan-pelan dia memandangi intens benda apa yang sekarang dipukulnya. Pandangannya terarah pada kemeja putih pria yang dilapisi tuxedo abu-abu dan dasi garis-garis. Ya Allah dia rupanya sudah memukuli dada seorang pria. Pandangan Ory makin keatas dan menemukan leher yang kokoh, makin keatas menemukan rahang persegi ala Channing Tatum kalau dia brewokan. Makin keatas bibir seksi cipokable dan akhirnya sepasang mata tajam beralis tebal yang menatapnya balik dalam-dalam.
"Aaaaahhhh! Maaf...Ma—maaf, Saya tidak sengaja memukuli anda. Tapi kenapa bisa begini ya? Tadi saya memukuli kursi, kenapa sekarang tiba-tiba jadi malah memukuli An-anda?"
Ory bertanya takut-takut. Walau ini orang gantengnya subhanallah macam pangeran Arab, tapi badannya besar dan seram sekali. Ory sampai berasa jadi Tinkerbell didekatnya.
"Tentu saja bisa, karena Saya yang memindahkan objek kemarahan kamu pada dada saya saja. Kamu boleh memukulinya sepuasmu. Saya tidak tega melihatmu memukuli kursi taman yang keras itu. Lihat tanganmu sudah memerahkan?"
Dia mulai mengecupi pelan-pelan jari jemari Ory yang terasa panas dan memerah. Dengan cepat Ory menarik kedua tangannya, namun pria itu tetap menahannya dan malah kini memenjarakannya didada bidangnya.
Dua netra mata mereka saling berpandangan dalam diam. Wajah mereka begitu dekat, sehingga Ory bisa merasakan nafas hangat yang terasa diwajahnya.
"Anda siapa?" Tanya Ory pelan, seakan terhipnotis mata segelap malam yang hanya sejengkal jaraknya dari matanya sendiri itu.
"Raven Artharwa Al Rasyid."
"Bar, kamu kapan sih menikah Nak? Mama sudah kepengen sekali menggendong cucu dari kamu. Michellia aja anaknya sudah mau dua. Masa kamu kalah sama adikmu, Bar? Umur kamu juga udah tiga puluh tahun, lho. Mama kadang heran, papamu itu dulu, pacarnya di setiap sudut kota ada. Di setiap tikungan rumah juga ada. Lah kamu, umur segini juga pacarannya cuma satu kali. Perempuan di dunia ini tidak semuanya sama seperti Diandra, Bar. Nggak semua nya materialiatis. Atau kamu mama jodohin mau?" Ory yang sudah putus asa ketika melihat anak sulungnya masih betah melajang diusianya yang ke tiga puluh, mulai berpikir untuk menjodohkan anaknya dengan salah satu anak dari sahabat-sahabatnya. Akbar yang hanya pernah pacaran sekali saja dengan Diandra Sasmita, teman sekampusnya selama tiga tahun. Dan ternyata pada tahun ketiga itulah, Diandra tiba-tiba meminta putus dari Akbar, dan menikah dengan seorang duda seusia ayahnya karena faktor harta. Semenjak itu Akbar merasa kalau wanita itu
Dewa akui dia bukanlah orang yang baik-baik amat. Dosanya masih bleberan ke mana-mana. Ibadah pun sekedarnya saja. Dalam doa rasa-rasanya dia tidak pernah meminta apa-apa. Tapi saat ini, untuk pertama kalinya, dia sungguh-sungguh berdoa kepada yang Maha Kuasa, untuk keselamatan istri dan anaknya. Untuk pertama kalinya juga, dia bisa merasakan bagaimana seseorang bisa mencintai orang lain, melebihi cintanya pada diri sendiri.Dewa mulai membaca ayat kursi satu kali, surat al-A'raf ayat 54 dan surat Al-Falaq satu kali. Tidak lama kemudian Ory pun sampai pada bukaan terakhir dan mulai mengejan."Ahhhhhh! Ya Allah!" Ory mulai mengejan sekuat tenaga. Rasa sakitnya bahkan sampai membuatnya tidak malu lagi untuk menjerit sekuat-kuatnya."Ayo mulai lagi, tarik napas, mulai!" Dokter Ajeng memberi aba-aba." Ya Allah, sakit ya Allah!" Di tengah perjuangannya melahirkan anaknya ini, tiba-tiba Ory terbayang i
Ory mengaduh kesakitan saat hendak meraih remote tv di kamarnya. Sebenarnya dari dini hari tadi, perutnya terus saja berkontraksi. Tetapi Ory tidak menganggapnya serius, karena dokter kandungannya mengatakan kemungkinan besar ia baru akan melahirkan satu minggu lagi. Ory mengira rasa mulas di perutnya itu adalah akibat dari memakan rujak yang pedas semalam."Auchh... sshhh..."Namun semakin lama, kontraksi mulasnya makin konstan ritmenya. Ory merasa dia mulai berkeringat dingin. Saat ini tidak ada seorang pun di rumah, karena kedua mertuanya tengah menjenguk eyang Dewa yang sedang sakit. Pembantu rumah tangga dan Mang Jaja, supirnya, tengah berbelanja kebutuhan rumah tangga ke supermaket. Dewa pada jam seperti ini tentu saja masih di kantor. Bahkan Satpam di depan rumah pun tadi pagi meminta izin pulang, karena anaknya menjadi korban tabrak lari saat akan berangkat ke sekolah. Dan saat ini sang Satpam tengah mengurus anaknya di rumah sakit
Malam pergantian tahun akan segera berganti dalam hitungan menit. Raven sengaja membuat perayaan old and new dengan seluruh staff karyawan maupun buruh pemetik teh hariannya. Dia ingin semakin mengakrabkan diri antara dirinya sebagai pemilik perkebunan dengan semua pekerjanya yang berasal dari segala lapisan. Suara musik, tawa riuh, berbagai macam makanan dan minuman tumpah ruah dalam kemeriahan pesta. Ory yang akhir-akhir ini begitu mudah lelah karena perut besarnya, menghempaskan pinggulnya di sebuah ayunan yang khusus dibuatkan Raven untuknya. Ada dua ayunan di sana. Satu milik Ibell dan satu lagi miliknya. Tiba -tiba Ory melihat satu bayangan gelap tampak di belakangnya. Ory kaget dan menoleh cepat sambil bersiap-siap lari. Horror juga malam-malam di tempat sepi begini."Ry....Ory, jangan takut. Ini Mas Ry." Dewa langsung menangkap lengan Ory saat melihat kaki Ory sudah menekuk, siap untuk berl
BUGH! BUGH! KRAKKKK!Suara daging yang saling bertumbukan dan tulang patah, terdengar di seantero ruangan. Ruang tamu yang tadinya rapi sekarang lebih menyerupai kapal pecah. Raven yang sudah babak belur dan berdarah-darah ternyata tidak menyerah begitu saja dihajar oleh Dewa. Mereka berdua saling bergumul dan bergelut dengan amarah menggila."Udah! Udah lo bedua! Udah gue bilang! Pada mau mati lo bedua? Fine, gue sih nggak masalah. Asal lo-lo bedua duelnya jangan di depan mata gue. Gue nggak mau repot jadi saksi kematian lo bedua!" Bima dengan napas terengah-engah, berusaha menahan laju tubuh Dewa yang ingin terus menerjang ke depan.Butuh dua orang satpam ditambah Bayu dan Rendra untuk menahan laju tubuh Dewa, yang hari ini seperti mendapat kekuatan ekstra. Dewa mengamuk seperti orang gila akibat kemarahannya.Sedangkan Bayu dan Rendra juga berusaha sekuat tenaga, menahan tubuh Raven ya
Delapan bulan kemudian.Hingar bingar alunan musik remix terdengar di salah satu club elit ibukota. Para pengunjungnya bergoyang seksi-seks panas bersama. Mereka menghilangkan kepenatan dan kejenuhan setelah seharian bekerja. Di salah satu ruang VVIP, tampak Dewa dan kawan-kawannya tengah duduk santai menikmati serunya suasana. Di saat teman-temannya mengobrol hebohnya, Dewa duduk acuh sembari memainkan ponselnya. Bima yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedari tadi dipandangi Dewa di ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Bima meringis setelah mengetahui apa objek yang membuat sahabatnya ini tenggelam dalam dunianya sendiri. Ternyata sedari tadi Dewa terus memandangi galeri photo yang kesemuanya adalah wajah close up