"Will you marry me?"
"Yes, i will."
Setelah menjalin hubungan selama satu tahun akhirnya kekasih Elle melamar. Elle sedikit terkejut karena menurutnya satu tahun adalah waktu yang terbilang singkat untuk menjalin sebuah hubungan.
Eleonora Esmond, kebanyakan orang memanggilnya Elle, dia seorang dokter wanita yang cantik dan sederhana di sebuah rumah sakit terbesar di kotanya sekarang, Toronto—Kanada.
Hubungan dengan kekasihnya itu berawal dari pertemuan mereka di sebuah rumah sakit tempat Elle bekerja.
Waktu itu sang kekasih ingin mengunjungi ibunya yang sedang dirawat karena sakit. Mungkin karena terlalu khawatir setelah mendapat kabar akan kondisi ibunya, pria itu menjadi sedikit tergesa-gesa saat berada di dalam rumah sakit.
Hingga, Bruk! Saat berjalan dirinya berpapasan dengan Elle, mereka saling bertabrakan.
"M-maaf." Pria itu segera meminta maaf dan karena tergesa-gesa dia langsung pergi menuju ruang di mana ibunya sedang dirawat.
Namun, tidak disangka ternyata ibu pria itu adalah salah satu pasien VIP Elle jadi mau tidak mau mereka akhirnya sering bertemu.
Pasien VIP kebanyakan adalah orang-orang yang terpandang, terkenal, sukses, mempunyai kekuasaan dan banyak uang.
Intensitas pertemuan mereka yang lumayan sering itu lah yang membuat mereka semakin dekat, dari yang awalnya sekedar membahas kondisi sang ibu lalu menjadi membahas tentang kehidupan pribadi. Sampai pada akhirnya pria itu menyatakan cinta kepada Elle.
Elle tidak perlu mempertimbangkan terlalu lama untuk menerima cintanya karena dari yang Elle lihat selama ini, pria itu adalah orang yang sopan, sayang kepada keluarga dan bertanggung jawab.
Awalnya orang tua kekasih Elle menolak hubungan mereka. Meskipun Elle seorang dokter dan sangat cantik tetap saja dia dipandang sebelah mata karena dia berasal dari keluarga biasa sedangkan pria yang menjadi kekasihnya dari keluarga terpandang dan kaya raya.
Kekasih Elle yang bernama Dicky Dirk itu merupakan putra tunggal dan pewaris utama dari keluarga Dirk.
Namun, melihat kegigihan Dicky yang memperjuangkan hubungan mereka, maka mau tidak mau meski dengan berat hati pada akhirnya kedua orang tua Dicky merestui hubungan mereka.
***
Elle mematut diri di cermin. Hari ini dia akan melaksanakan pernikahan dengan Dicky—kekasihnya. Rasa gugup dan cemas tentu dia rasakan.
Sebenarnya dia sedikit tidak percaya akan ada hari ini. Dia yang dari golongan orang biasa bisa menikah dengan seorang tuan muda dari salah satu keluarga terpandang dan sukses di kota ini. Biasanya hal seperti itu hanya akan terjadi di mimpi saja.
Kini Elle telah di make up. Nyonya Tania Oda—ibu Dicky secara khusus menyewa seorang make up artist.
Tania ingin membuat Elle tampil sempurna, katanya untuk menutupi kekurangan Elle yang dari golongan biasa, agar tidak membuat malu keluarga besarnya yang terpandang.
"Perfect!" ucap Lily si make up artist yang baru saja selesai merias Elle.
"Kau sangat cantik, Nona Eleonora," puji Lily sambil menatap Elle.
"Benarkah? Apa ini tidak terlalu tebal?" tanya Elle yang merasa tidak nyaman dengan make up di wajahnya saat ini.
"Tidak Nona, kau benar-benar sangat cantik. Mari, aku akan membantumu untuk memakai gaun pengantinmu," kata Lily. Elle pun mengangguk pelan.
Tidak lama kemudian Elle sudah memakai gaun pengantinnya yang sangat cantik.
Penampilannya hari ini benar-benar seperti tuan putri, mahkota di kepalanya menyempurnakan penampilan Eleonora. Gaun pengantin yang begitu indah membuat semua orang menatap kagum dirinya. Bahkan Elle sendiri terkejut melihat penampilannya.
***
Sesaat Elle menghentikan langkahnya tepat di depan pintu aula, satu tarikkan nafas dia lakukan. "Huft, aku pasti bisa melakukannya."
Elle membuka pintu. Satu langkahnya mengantar memasuki aula pernikahan. Seluruh pandangan tertuju padanya. Kini jantung Elle seolah berdegup sepuluh kali lebih cepat dari biasanya.
Tidak ada bisik-bisik negatif dari para tamu. Mereka hanya melontarkan kekaguman akan pengantin wanita yang terlihat sangat cantik dari segi manapun.
Di balik cadar yang terpasang, Elle dapat melihat semuanya, termasuk seorang pria dari altar berjalan dengan gagahnya menghampiri. "Sayang ... you look so beautiful," pujinya.
Ya, pria itu adalah Dicky. Setelan jas putih yang melekat di tubuhnya telah menambah pesonanya.
Mereka kini berada di depan pemimpin acara pernikahan. "Pak, mari kita mulai acara pernikahan ini. Pernikahan atas nama Dicky Dirk dan Eleonora Esmod," ucap pria itu.
Upacara pernikahan pun dimulai. Dua mempelai mengikat janji suci, berjanji membangun bahtera rumah tangga dengan kasih dan sayang.
Setelah janji suci terucapkan, sepasang cincin lambang cinta dan cadar pengantin wanita telah di buka. Mereka kini telah sah menjadi pasangan suami istri.
Pemimpin pernikahan meminta mereka berciuman selayaknya pasangan suami istri baru untuk melengkapi upacara sakral ini.
***
Tania telah memesan hotel bintang lima untuk acara resepsi pernikahan yang akan di adakan keesokan harinya.
Tania juga telah memesankan tempat beristirahat untuk Elle dan seluruh keluarganya.
Malam ini adalah malam sebelum hari resepsi pernikahan Elle, yang juga malam pertamanya setelah tadi pagi dia resmi menjadi Nyonya Dicky Dirk.
Elle menunggu Dicky di dalam kamar. Sebuah kamar yang di dekorasi khusus untuk sepasang pengantin baru.
Dicky memang belum kembali karena masih membicarakan sesuatu dengan orang tuanya.
Elle menunggu Dicky hingga larut malam, situasi kamar yang remang nan romantis dengan cahaya dan aroma dari lilin aromaterapi yang menenangkan, ditambah tubuhnya yang terasa sangat lelah dan sedikit pusing akibat minum wine membuat mata Elle terasa berat.
Ketika Elle baru memejamkan mata, dia merasakan ada yang datang lalu naik ke tempat tidur.
Elle mengira itu adalah suaminya—Dicky. Elle membiarkannya ketika pria itu meraba seluruh tubuhnya sampai akhirnya Elle merasakan sakit yang luar biasa di area sensitifnya, saat itu barulah Elle tahu apa yang pria itu inginkan.
Elle merasakan gerakkan pria itu yang sangat tiba-tiba.
"Honey, it's hurt." Elle merasa sangat kesakitan. Namun dia hanya bisa pasrah, dia terus memejamkan matanya menahan rasa sakit yang luar biasa di inti tubuhnya.
Nafas Elle terengah-engah, dia merasakan benda asing yang memasukinya. Sungguh membuatnya tidak nyaman.
"Akh ... Honey—" Elle mengangkat wajahnya, dia mendesah ketika mendapatkan hentakkan lebih dalam. Semakin lama, perlahan rasa sakit yang sebelumnya Elle rasakan telah berubah menjadi kenikmatan.
Decit ranjang dan erangan kedua anak manusia berbeda gender itu menjadi saksi bagaimana Elle dan Dicky melebur jadi satu, melakukan kegiatan panas suami istri.
Dicky semakin mempercepat tempo permainannya hingga dia mendapatkan pelepasannya, kini dia telah ambruk disamping Elle dan memeluknya.
***
Brak! Pintu kamar dibuka dengan kencang oleh seseorang ketika mereka baru menyelesaikan kegiatan panas mereka.
Orang itu berjalan cepat ke arah ranjang dan langsung menarik selimut yang menutupi tubuh polos Elle.
"Apa yang sedang kalian lakukan?!" orang itu berkata dengan suara dingin, berintonasi tinggi dan penuh kemarahan.
Elle sangat kaget. Suara yang terdengar itu jelas-jelas adalah suara Dicky, suaminya.
Lampu utama kamar yang dinyalakan dengan tiba-tiba, sinarnya sangat menyilaukan, membuat Elle menyipitkan mata.
"D-Dicky?"
*** Bersambung ***
Halo kakak readers, Selamat datang di novel pertamaku di GoodNovel. Semoga kalian suka ya. Mohon dukungannya dengan menambahkan cerita ini ke library dan bintang 5 nya ya :) Terima kasih.
"Apa yang sedang kalian lakukan?!" orang tersebut berkata dengan suara dingin, berintonasi tinggi dan penuh kemarahan.Elle sangat kaget. Suara yang terdengar itu jelas-jelas adalah suara Dicky, suaminya.Lampu utama kamar yang dinyalakan dengan tiba-tiba. Sinarnya sangat menyilaukan, membuat Elle menyipitkan mata."Di-Dicky?" setelah mata Elle beradaptasi dengan cahaya kini Elle bisa melihat Dicky suaminya itu sedang berdiri di samping tempat tidur dengan ekspresi sangat marah.'Jika Dicky sedang berdiri di samping ranjang lalu tadi aku melakukannya dengan siapa? Siapa yang memelukku sekarang?' batin Elle. Seketika kepala Elle menjadi kosong. Badannya gemetaran. Dia tidak bisa berpikir ataupun berkata-kata sepatah kata pun.Dicky menarik rambut Elle dengan kuat hingga Elle turun dari tempat tidur."Dicky! Sakiitt ...." Elle mengerang kesakitan sembari menahan tangan Dicky agar tidak terus mena
"Cepat! Segera tanda tangani." Tania berkata dengan wajah yang penuh kebencian.Merasa sudah tidak ada harapan lagi dengan tangan yang gemetar Elle mengambil pulpen tersebut.Ketika Elle hendak menandatangani surat tersebut, tiba-tiba ... Sret! Seseorang meraih pulpen yang berada di tangan Elle lalu membuangnya ke sembarang arah."Di-Dicky." Elle menatap Dicky dengan tatapan terkejut.Ya, orang yang merebut pulpen dari tangan Elle adalah Dicky. Setelah membuang pulpen tersebut, Dicky menarik tangan Elle memaksanya untuk mengikuti langkahnya keluar dari gedung menuju area parkir di mana kendaraannya terparkir."Dicky ... Dicky!" Tania terus berteriak memanggil putranya karena tidak dihiraukan maka Tania dan Henry Dirk—ayah Dicky—tidak punya pilihan lain selain mengikuti Dicky."Kamu jangan pernah berpikir bisa semudah ini lepas dariku! Bersedia bercerai, hah? Lalu dengan bebasnya kam
Sekarang Dicky menginginkan kembali semuanya. Hal itu sama saja seperti membunuh diri Herman, jadi sampai kapan pun Herman tidak akan pernah mau. Elle merasa sangat malu melihat semuanya saling beradu mulut apalagi posisi mereka saat ini berada di rumah sakit."CUKUP!" Elle berteriak, dia sudah tidak bisa lagi menahan emosi yang bergejolak di hatinya."Aku akan kembalikan semuanya tapi tolong kalian tenanglah, ibuku sedang sakit di dalam sana," -Elle menunjuk ruangan Aida- "jadi kalian jangan berisik!""Kau mau kembalikan? Dengan apa kau mengembalikannya? Aku tidak bisa membantumu, aku tidak punya uang," Herman menekankan."Kalau kau tidak punya uang maka kau jual saja rumah putramu itu. Rumah itu kau beli dari uang pernikahanku yang aku berikan pada ibu, maka otomatis rumah itu adalah milikku. Apa kau pikir aku tidak mengetahui tentang itu," kata Elle. Dadanya naik turun, matanya melebar bahkan kedua tangannya yang sedari ta
Elle terdiam, hatinya merasa sangat senang karena pada akhirnya pria itu memberikan penjelasan atas kesalahpahaman ini. Kini pandangan Elle tertuju pada Dicky. Setelah penjelasan tadi, Elle harap Dicky tidak lagi membencinya karena di masalah ini dia adalah korban."Saya telah menyebabkan keadaan menjadi kacau sampai seperti ini, saya minta maaf. Saya akan memberikan ganti rugi," ucap pria itu sembari melihat Elle."Ganti rugi? Ganti rugi seperti apa yang akan kamu berikan?" rahang Dicky mengeras. Sorot matanya begitu tajam."Ganti rugi seperti apa yang akan saya berikan untuk Eleonora itu tidak ada hubungannya denganmu," pria itu berkata tegas dan menekankan sembari melirik Elle."Kau dengar itu Elle? Dia menyebutkan namamu, apa kamu masih menyangkal kalau kamu tidak mengenalnya, dengan semua yang dia katakan dan lakukan untukmu semua juga tahu kalau dia selingkuhanmu," Dicky menggeram."Aku tidak mengenalnya!"
"Kau saja berselingkuh kenapa aku tidak boleh." Satu kalimat itu yang sukses membuat Elle terdiam seribu bahasa. Satu kalimat itu membuat Elle harus menerima dan membiarkan Dicky berbuat sesuka hatinya. Aida — ibu Elle yang telah sadar beberapa waktu lalu dan mengetahui tentang masalah itu memberikan nasehat kepada putrinya agar bersabar dan bertahan dengan semua yang terjadi karena semua ini awalnya adalah kesalahan Elle sehingga membuat Dicky marah dan melakukan semua kegilaan itu. Jika nanti Dicky sudah tidak lagi marah dan emosinya sudah reda, dia akan melupakan semua. Dia dan Dicky akan hidup bahagia bersama. Elle selalu mengingat kata-kata dari ibunya itu. Hanya saja ada satu pertanyaan yang terbesit di hati Elle yang selama ini belum terjawab. 'Jika memang Dicky tidak menginginkan dirinya lagi, kenapa Dicky tidak menceraikan saja dirinya.' Hati Elle yang dasarnya sudah terlanjur hancur dan kacau sejak kejadian mala
"DIAM KAMU! Jangan pernah kamu mengatakan tentang hal itu lagi!" Dicky berteriak kepada Valerie. Namun bukannya marah, Valerie malah semakin mengeratkan pelukannya agar terlihat mesra oleh Elle. "Sayang, bukankah kamu bilang kita akan bersenang-senang bersama? Bagaimana kalau sekarang saja kita melakukannya? Aku dan Elle akan melayanimu," ucap Valerie dengan senyum menyeringai. Mata Elle membelalak, dia terkejut dengan perkataan Valerie. Tubuhnya bergetar karena takut. "Jangan gila kamu Valerie! Dicky tidak akan setuju! Dicky tidak akan melakukannya, iya kan Dicky?" "Shut Up!" Dicky mendorong kembali tubuh Elle ke ranjang. Sontak Elle terkejut melihat Dicky mulai membuka satu persatu kancing kemejanya. Wajah Elle tampak berubah menjadi takut kala Dicky melempar kemeja yang dia pakai ke lantai. Ya, kini terekspos tubuh polos bagian atas Dicky yang sempurna. Dada bidang dan otot perutnya yang membuat para wanita tidak berkedip melihatnya
"Aku mohon tolonglah aku—segera bawa aku pergi dari sini." Elle berbicara tanpa memandang si pengemudi sembari menutup pintu mobil tersebut. Setelah Elle menutup pintu kemudian Elle menoleh ke arah si pengemudi. Dia pun tercengang. "KAMU!" Elle tidak menyangka bahwa mobil yang dia hentikan ternyata mobil Galant. "Eleonora! Aku bilang berhenti!" teriakan Dicky kembali terdengar. Sosok Dicky juga mulai terlihat. Tubuh Elle menegang, pikirannya dipenuhi Dicky yang akan mendapatkan dirinya kembali sedangkan Galant menatap dingin ke arah Dicky. "Please, help me." Elle menatap Galant dengan tatapan memohon. "Kunci pintunya dan pasang sabuk pengamanmu," ucap Galant pada akhirnya. Elle tertegun dan panik saat melihat Dicky hampir mendekat. "Cepat ... cepat." Elle buru-buru mendesak Galant agar segera melajukan mobilnya. Dia menarik kemudian memasang sabuk
Hotel yang Elle masuki adalah sebuah hotel termewah yang ada di Toronto. Saat ini Elle merasa tidak pantas berada di hotel itu. Meski lobby hotel yang Elle dan Galant lewati saat itu sedang sepi tetapi Elle tetap merasa sedang ditatap oleh banyak pasang mata. Elle semakin menunduk tidak berani mengangkat kepalanya. Hanya sepasang kaki panjang di depannya yang ia perhatikan sesekali. BRUK! "Aduh!" Elle yang tidak melihat Galant yang berhenti melangkah secara tiba-tiba tidak sengaja menabraknya. Elle mengusap bagian yang terasa sakit di hidungnya akibat menabrak tubuh tinggi Galant dan mengernyitkan keningnya sembari menatap Galant. Tetapi saat mengetahui mereka tengah berhenti di depan sebuah lift, Elle merasa canggung. "Apa kamu tidak melihat saat berjalan, hah!" Galant berkata dingin, menatap Elle dengan alis yang berkerut kemudian dia mundur dua langkah memberi jalan agar Elle masuk ke dalam kotak besi yang telah terbuk