Share

Curhat

Kini, Bella berada tepat di bawah kucuran air shower hangat untuk membasahi tubuhnya yang sudah pegal setelah seharian bekerja dan menemui Kristan tadi. 

Ternyata mandi itu sangat ampuh untuk menghilangkan rasa pegal dan juga menjernihkan semua pikiran yang sudah kusut sejak pertemuan tadi. 

Bayangan saja apa yang di katakan Kristan tadi begitu mengena dalam hati. 

"Aku memberi sebuah jalan. Urusan bisnis ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak saja. Tapi juga memberi kehormatan pada keluargamu karna bisa mendapatkan keluarga Moreno. Salah satu keluarga terpandang di Negri ini. Kamu pasti sudah tau bagaimana keluargaku kan. Makanya kamu tidak usah berpikir panjang. Jika kamu menolak. Maka hilang sudah jalan lebar yang kamu terima."

Bella mencermati wajah datar dan tidak berperasaan yang saat ini duduk di hadapannya. Dia begitu sombong karna menjadi bagian dari keluarga Moreno. Itu kebetulan saja dia bisa lahir di keluarga terpandang coba kalau dia lahir bukan dari keluarga ini. Mungkin tidak begitu keadaannya.

Apa dia masih bisa bersikap sombong seperti ini? Bella rasa tidak.

Lalu, bagaimana dengan perasaannya? Bella bukanlah boneka yang bisa di jadikan tumbal di sini. Bella juga punya hati dan bisa terluka. 

Bella benci mengakui hal ini. Kenapa harus Bella yang di libatkan di sini. Sejujurnya Bella tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba saja sebuah berita menyesakkan dada terdengar ke dalam telinganya. Bella harus menikah dan di tekan begitu saja. Mereka begitu tega. Tega sekali mereka melakukannya. 

Bella berniat dalam hati, besok Bella harus menemui Kakek untuk membicarakan masalah ini. Meskipun sebenarnya apa yang di tawarkan Kristan buatnya tidak keberatan. Dia bilang tidak ada saling sentuh dan tidak ada cinta di dalamnya. Mustahil, mana mungkin laki-laki seperti dia bisa bilang tidak ada saling sentuh. Kalau ditanya soal cinta mungkin ya, kita tidak saling mengenal satu sama lainnya dan kemungkinan besar tidak ada cinta diantara kita. Tapi kalau soal urusan hasrat. Bella yakin laki-laki itu pasti punya hasrat yang tinggi. 

Bella ingin tertawa miris rasanya. Pernikahan macam apa yang dia tawarkan padanya. Bella sadar ini adalah pernikahan bisnis. Makanya tanpa ada perasaan di sana. Bella sih tidak masalah karna Bella juga tidak punya perasaan apa-apa sama dia. Mungkin laki-laki itu mempunyai pacar makanya dia bilang begitu sama Bella. Lalu, kenapa dia tidak menikahi pacarnya itu. Malah menikah sama Bella. Ah mungkin dia tidak di restui sama kedua orang tuanya. Jadi, dia memilih rasa aman. Dengan alasan menikahi Bella lalu dengan sembunyi-sembunyi dia masih berhubungan dengan pacarnya itu. 

"Kristan... Kristan... sudah ketebak apa yang kamu pikirkan itu. Hahaha. Dasar laki-laki itu. Kenapa bisa dia berpikiran begitu."

Selepas mandi, Bella memakai handuk lalu melangkah ke lemari pakaian. Mengambil piyama tidur dan mengeringkan rambut dengan menggunakan hairdriyer. 

Masih memegang hairdriyer. Ponsel Bella berdering dengan riang gembira kemudian. Bella mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas dan melihat siapa yang meneleponnya. Nama Firly tertera di sana. Bella menggeser tombol hijaunya dan mendengarkan dengan mode speakerphone karna Bella sedang sibuk dengan hairdriyernya. Terdengar kemudian suara khas seorang Firly yang bawel. Tak hanya itu suara bising menyeruak masuk, membuat suaranya jadi samar-samar terdengar. 

"Bel ... lo udah pulang?"

"Kebiasaan lo ya, awas aja kalau hang over. Gue nggak mau tau, besok ada meeting pagi, gue nggak mau terima alasan lo telat. Klien penting nih."

"Gue nggak mabuk. Cuma have fun aja kok. Godain cowok-cowok ganteng. Abis setiap hari ketemu lo lagi. Lo lagi. Mata gue sampai sepet. Gue pengen hiburan bentar. Asli di sini banyak banget daun muda alias brondong Bel."

"Gue nggak minat."

"Ya iyalah lo nggak minat. Ada laki-laki yang ngajak lo nikah. Makanya lo nggak minat. Coba lo hilangin patah hati lo itu. Pasti lo minat sama brondong sekali pun. Hehehe."

"Meskipun gue nggak patah hati juga. Gue nggak minat sama brondong kali. Gue lebih suka yang dewasa."

Firly mengangguk-anggukkan kepalanya menikmati musik dan juga sudah terpengaruh oleh minuman yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Makanya dia sudah enjoy di sana. 

"Eh terus gimana akhirnya? Lo terima dia atau nggak?"

"Itu urusan gue kali. Lo kepo banget jadi orang."

"Bel ... Bella, hello, lo anggap apa gue selama ini. Gue teman terbaik lo dan juga asisten lo yang nggak pernah marah meskipun lo selalu bentak-bentak gue. Ngerti lo. Awas aja lo nggak mau ngomong. Gue resign besok juga."

"Hahaha."

"Jangan ketawa deh ya. Lo bikin gue eneg."

"Gue belum pastiin Ly. Keputusannya setelah gue ketemu Kakek besok. Kali aja bisa damai dan gagal deh tuh nikah sama dia."

"Bel ... lo mau nggak patah hati lo itu hilang dari hidup lo?"

Bella terdiam tidak berkata-kata apa pun. Bella belum paham apa yang dia katakan. Masih menyimak perkataan Firly. 

"Nggak ngerti gue."

"Ya elah. Gitu aja pake diajarin. Makanya rival lo itu di ambil orang. Lo nggak bisa berburu yang tepat sih."

"Sialan. Lo ngeledek gue atau emang senang banget gue bodoh dalam hal ini. Gue emang nggak pintar sama percintaan. Bagi gue itu rumit. Nggak paham gue sama hal-hal beginian."

"Makanya gue kasih tau. Nenek."

"Eh seenaknya aja lo bilang gitu. Gue belum tua kali. Wajah gue belum keriput. Masih 28 tahun. Di bilang Nenek. Lo kali yang Nenek."

"Eh iya deh. Sorry-sorry. Gitu aja cemberut. Gue kasih tau ya sama lo. Mending lo nikah aja deh sama Kristan. Percaya deh sama gue. Lo bakalan bisa beralih dari patah hati lo ke dia. Daripada lo sendirian begini. Lebih baik punya pasangan. Biar lo nggak kesepian."

"Ly, gue udah biasa kesepian kali."

"Buat kali ini kalau bisa di ubah ya sayang. Sayang umur kalau lo begini-begini aja."

"Lo nasehatin gue seakan percintaan lo mulus-mulus aja."

"Gue itu meskipun patah hati nggak kayak lo, seumur hidup nggak mau berhubungan lagi sama cowok."

"Ya sih, lo bisa cepet banget cari cowok setelah putus. Kayak ganti pakaian aja. Nggak pake acara nangis-nangis segala. Hebat banget lo ya."

Firly mendecak. "Bel ... tanpa sepengetahuan lo. Terkadang gue nangis Bel. Gue binggung sama diri gue. Kok nggak bisa ya bertahan lebih lama soal menjalin hubungan sama seseorang. Kenapa selalu aja putus. Hubungan gue nggak pernah menginjak sampai jenjang pernikahan. Ya gue tahu, gue masih muda. Tapi apa salahnya coba gue nikah terus jadi istri orang. Salah gue dimana coba? Padahal gue itu udah cari tahu kesalahan gue selama berhubungan sama mantan-mantan gue itu. Gue udah bersikap sabar dan dewasa. Gue juga udah jadi diri sendiri. Tapi herannya gue selalu putus."

"Belum jodoh kali Ly, lo nggak usah terlalu dilema gitu deh. Kayak kenapa aja," jawab Bella acuh.

"Ya mungkin. Bikin happy aja lah. Suatu saat nanti gue pasti ketemu dia. Jodoh gue dan gue akan jadi istri yang bahagia sampai akhir nanti."

"Bagus tuh kata-katanya. Lo belajar dari siapa sih?"

"Lo bikin gue kesel tahu nggak. Gue mau balik dulu deh."

"Hati-hati lo di jalan. Lo nggak mabuk kan?"

"Nggak. Gue minum cuma segelas doang. Gue anti mabuk."

"Oke. Gue tutup teleponnya."

Telepon itu terputus kemudian. Bella menggenggam erat ponselnya dan setelah itu Bella mematikannya. 

Kata-kata Firly tadi terlintas dalam pikirannya untuk beberapa saat kemudian. 

"Buat kali ini kalau bisa pemikiran lo itu di ubah deh. Sayang kan umur lo kalau lo masih begini-begini aja."

Apa aku harus menikah sama dia meskipun aku tidak cinta sama dia? Meskipun aku harus mempertaruhkan kehidupanku demi urusan bisnis dan aku harus bersiap menerima semua risikonya kalau nantinya Kristan malah diam-diam berhubungan sama pacarnya itu. 

Apa begini hidup yang aku harus jalani? Hampa?! Masih sendiri atau sudah menikah sekali pun. Semua masih saja terasa hampa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status