Hari itu semua orang tampak sibuk. Liora baru saja menyelesaikan sarapannya yang tentu saja lagi-lagi diantarkan ke kamarnya.
"Lili.." "Aku inigin keluar jalan-jalan." Liora merasa sangat bosan di dalam kamar. "Ada taman yang indah di belakang istana nona, apa nona mau saya antarkan kesana?" "Mauuuu... ayoo Lili, pengap sekali rasanya di dalam kamar." "Baik nona, mari saya temani." Saat membuka pintu, ada seorang pria yang sedang berdiri di sana. "Salam nona..." "Ah.. iya." Liora masih merasa canggung jika ada yang memberi salam dengan menundukkan kepala di depannya. "Perkenalkan nona, beliau adalah Sir Ernest yang ditugaskan untuk menjadi pengawal pribadi nona. Sir Ernest adalah seorang ahli pedang terbaik keempat di kerajaan ini." "Mari nona.. saya akan mengikuti di belakang..." "Kalau begitu mohon bantuannya.." Dalam perjalanannya ke taman, Liora sangat takjub dengan struktur bangunan istana ini. Sangat klasik dan indah. Beberapa lukisan yang tergantung di dinding juga sangat memukau. Dan saat sampai di taman yang dimaksud Lili, Liora semakin dibuat takjub oleh pemandangan yang sangat menakjubkan. Di depannya ada hamparan luas bunga-bunga, di tengahnya terdapat jalan setapak untuk berjalan-jalan. "Lili.. Apa tempat ini adalah surga?? Semuanya terlihat sangat indah hingga rasanya tidak nyata." "Siapa yang menanam bunga-bunga ini Lili?" "Itu... Yang Mulia Zevalier." "Benarkah?? Tidak kusangka dia menyukai hal-hal semacam ini." Semua bunga itu memang ditanam atas perintah Zevalier. Dia menghias istananya menjadi seindah mungkin, memajang berbagai macam karya seni, menanam berbagai macam bunga yang indah, semua itu untuk Liora. Dan karena Zevalier tidak tahu apa bunga kesukaan Liora, dia menanam segala jenis bunga yang indah di tamannya. Saat sedang menyusuri jalan setapak, Lulu menghampiri mereka. "Nona, saya sudah menyiapkan berbagai macam kudapan untuk dinikmati di taman. Mari kita ke sebelah sana.." Tempat yang mereka tuju adalah hamparan rumput, disana terdapat pohon besar yang rindang. Kembar bersaudara itu menggelar alas di bawah pohon dan menyiapkan berbagai kudapan yang terlihat lezat. "Silahkan nona.." Liora duduk di bawah pohon rindang itu. Menyenangkan sekali, udaranya sangat sejuk. Dia duduk ditemani Lulu dan Lili yang sibuk mengoceh. Namun ada satu hal yang mengusiknya. "Sir Ernest, kenapa hanya berdiri di sana? Duduklah di sini bersama kami." panggil Liora. "Saya tidak apa-apa nona, saya akan berjaga di sini." "Jangan begitu, di sini sangat sejuk. Anda membuat saya merassa tidak nyaman jika anda terus berdiri di sana." "Nona, anda tidak perlu menggunakan bahasa yang formal kepada saya. Nona bisa memanggil saya Ernest saja." "Sudahlah kita bahas itu nanti, sekarang cepat kemari dan duduklah di sini." "Tapi nona..." "Apa kau akan membantah ucapanku? Aku bisa mengadukan sikapmu ini kepada Yang Mulia Pangeran." "Maaf... baiklah nona." Dengan enggan, Ernest duduk di pinggir di samping Lili. "Kh.... haha... baiklah Ernest, aku hanya bercanda tadi. Maaf... jika tidak begitu kau akan terus berdiri di sana." "Anda tidak perlu minta maaf nona.. saya..." "Kenapa semua orang di sini melarangku untuk minta maaf sih? Menyebalkan sekali. Huh.. Ernest, daripada meminta maaf, jika kau memang merasa bersalah, makanlah kue yang dibawa Lulu ini.. semuanya lezat, cobalah.." "Ternyata rumor itu salah besar, nona bukanlah baik hati, melainkan berhati malaikat." batin Ernest. "Lili bukankah tadi kau bilang Ernest ahli pedang terbaik keempat? Lalu siapa ketiganya? "Baiklah.. pertama adalah Yang Mulia Pangeran Zevariel, kedua Yang Mulia Ratu Seraphine, ketiga Yang Mulia Pangeran Kael." "Kupikir raja adalah peringkat pertama?" "Ahh.. itu... Yang Mulia Raja Alaric adalah yang ke sembilan dalam ahli pedang, namun beliau sangat jenius." "Jadi Zevariel sehebat itu?" "Benar nona, beliau mewarisi kejeniusan Yang Mulia Raja dan kekuatan Yang Mulia Ratu." "Genetik yang luar biasa... Lalu siapa Pangeran Kael?" "Beliau adalah adik dari Pangeran Zevariel nona. Saat ini Beliau sedang berada di akademi." "Akademi ya...." "Betul nona, saat ini Beliau berusia 14 tahun." "14tahun??? Ernest, berapa usiamu?" "Saya 22tahun nona." "Dan kau dikalahkan oleh bocah 14tahun itu?? Hhmmm.. apa kau mengalah?" "Tidak sama sekali nona, walaupun Beliau belum mencapai usia dewasa namun kemampuan beliau sangatlah hebat." Di sisi lain bangunan yang berada di dekat pohon besar tempat Liora bercengkerama, Zevariel memperhatikannya dari balik jendela. Beberapa saat sebelumnya dia sedang memeriksa dokumen. Lalu dia mendengar suara yang sangat dikenalinya, dia pun melihat keluar jendela untuk memastikan. Dan benar saja, wanita yang dia rindukan sedang tersenyum dengan indahnya. Tunggu.. apa yang kau lakkukan Liora... untuk apa kau memperhatikan Ernest. Hmmm... aku memang sehebat itu Liora.. bukankah itu membuatmu terpikat padaku? Ahh tidak.. kenapa kau membahas pria lain? Tidakkah kau ingin mengetahui tentangku? Jangan tersenyum semanis itu di depan Ernest Liora.. Rasanya aku ingin melompat kesana sekarang juga dan menc*ngkil mata bajing*n itu.. Zevariel hanya bisa bermonolog dalam hatinya. Javier yang melihat tuannya itu sedari tadi hanya diam terpaku di pinggir jendela sambil menggenggam pena yang sudah patah itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Kasihan pena itu... ck.. ck.. ck.."Keesokan harinya, Morgan masih belum melepaskan Liora. Liora sudah sangat lelah. Sekujur tubuhnya sakit, terutama kakinya.Morgan berada di ruangan yang dia gunakan untuk bertemu dengan para barbarian. Salah seorang barbarian bertanya pada Morgan."Ketua, kita harus menakuti para serigala itu. Terutama sang pangeran yang sok hebat itu.""Benar ketua. Kita kirim saja salah satu jari tangan gadis tawanan itu." ucap barbarian lain."Dia pasti akan kehilangan akal melihatnya." mereka semua tertawa mendengar usulan itu, membayangkan Zevariel yang terkenal hebat itu terpuruk adalah hiburan bagi mereka.Tidak seperti lainnya, Morgan tampak berpikir. Itu bukan ide yang buruk. Tapi dia terpikirkan hal yang lebih menarik, haruskah dia memotong salah satu kaki Liora ketimbang jari tangannya? Agar Liora tidak bisa kabur darinya, kalaupun Zevariel melihatnya, dia pasti tidak akan mau lagi menerima Liora. Liora sudah cacat. Benar, dengan begitu hanya dirinya yang bisa menerima Liora, begitu pikir M
Liora pikir dia sudah salah langkah. Dia bermaksud memancing emosi Morgan agar dia memukulnya, tapi Liora malah membangkitkan sisi obsesi Morgan. Liora menyadari saat Morgan menatapnya, bukan cinta, bukan kasih sayang, Liora melihat obsesi di dalamnya.Seperti halnya dia terobsesi menginginkan tahta Velmoria, dia juga terobsesi pada Liora.Dugaan Liora tidak salah, Morgan kini duduk di ujung ranjangnya sambil menatap Liora yang sedang terkantuk sambil berdiri karena tangannya diikat ke atas di tembok.Setiap kali matanya terpejam, Liora langsung terbangun karena tangannya sakit menahan beban tubuhnya sendiri. Morgan menyeringai setiap melihat Liora kesakitan, Liora yang berada di balik penjara buatannya, penjara yang sengaja dia tempatkan di hadapannya. Peliharaan cantik yang selalu marah dan membangkang.Entah sejak kapan, Morgan mulai tertarik pada Liora. Alasan Liora tidak pernah disiksa oleh bawahannya, juga atas perintah Morgan. Hanya dia yang boleh melakukannya.Tak lama, Morgan
Di salah satu ruangan yang ada di sebuah mansion dekat perbatasan Utara, Zevariel sedang bersama Hugo. Di luar, hujan turun. Langit seolah ikut bersedih dengan keadaan Velmoria. Seorang pelayan masuk setelah dipersilakan oleh Zevariel, dia membawakan teh dan kudapan untuk menemani teh."Hugo, menurutmu apa yang mereka lakukan pada Liora?""Mereka pasti menyekap Nona Liora Yang Mulia, mereka masih memerlukan nona Liora. Saya yakin mereka tidak akan gegabah menyakiti Nona Liora.""Kau benar, tapi.. saat aku duduk berhadapan denganmu seperti ini, di atas kursi yang empuk, dengan secangkir teh di atas meja. Liora mungkin sedang duduk di lantai yang dingin." Zevariel menunduk, tangannya mengepal."Ini tidak terlihat seperti Yang Mulia.""Apa maksudmu?" Tatapan Zevariel beralih ke Hugo, pandangannya tajam mengarah ke Hugo."Yang Mulia Pangeran Zevariel yang saya kenal adalah sosok yang kuat, selalu memenangkan pertarungan, yang hebat dalam hal strategi maupun serangannya. Yang Mulia yang te
Situasi di ibukota Velmoria sedang dihebohkan oleh berita Madam Estelle yang dihukum mati karena berkhianat pada kerajaan. Dan yang lebih mengejutkan semua orang, dia adalah barbarian. Tidak ada yang menyadarinya selama ini.Hal ini pun turut disaksikan oleh beberapa tamu undangan festival sebelumnya yang masih terkurung di ibukota. Mereka akhirnya diperbolehkan pulang ke wilayahnya masing-masing hari ini.Mereka menyaksikan, betapa kerajaan Velmoria tidak kenal ampun pada siapa pun yang berkhianat. Bencana yang menimpa saat festival menjadi situasi yang menguntungkan dimana kerajaan Velmoria jadi semakin ditakuti sekaligus dihormati.***Sementara itu di perbatasan, langit sore mulai dibungkus oleh awan kelabu saat Zevariel dan Ernest kembali dari hutan. Keduanya berlumuran debu dan wajah mereka tidak kalah kelam dengan langit Velmoria.Zevariel menghela napas berat. Jejak yang mereka temukan menghilamg begitu saja dan berakhir di tepi sungai.Mereka baru saja melewati gerbang saat s
Zevariel memacu kudanya sangat cepat, hingga akhirnya dia tiba di sana...Di tepi sungai, jejak itu menghilang. "Si*l!!" Zevariel berteriak frustasi.Di sisi lain hutan, seorang pria dengan jubah hitam menyenderkan dirinya di sisi pohon. Napasnya tersengal, jantungnya masih berdebar kencang. "Hosh... Hosh... Untung saja aku berhasil melarikan diri. Jika tertangkap bisa mati aku."Dia bergegas kembali ke markas untuk melaporkan situasi saat ini."Ketua!" panggilnya kepada seorang lelaki yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu."Mereka berhasil melacak jejak kita, wanita itu sengaja menjatuhkan perhiasannya untuk memberi mereka petunjuk.""Brengs*k! Mereka selalu saja menyusahkan!" Umpat lelaki berambut sebahu yang tentu saja berwarna merah. Dia adalah ketua barbarian, Morgan, anak kepala barbarian sebelumnya.Dia berhasil kabur bersama pengasuh dan beberapa bawahan ayahnya dulu saat perang dengan Velmoria yang dipimpin oleh Ratu Seraphine. Dan ayahnya kalah telak.Kini setelah meng
Pagi itu, Velmoria terlihat kelam. Meskipun hujan sudah reda, dan menyisakan embun tipis di halaman utama Istana Velmoria. Suasana yang seharusnya terasa syahdu itu justru membuat suasana semakin kelabu.Seorang lelaki dengan baju kumal dijaga oleh dua pengawal di penjara bawah tanah. Tangan penyusup itu terikat rantai besi, lututnya hampir tidak mampu menopang tubuhnya. Darah mengering di sudut bibirnya.Di depannya, Ratu Seraphine duduk tegak di atas kursi yang sudah disediakan oleh kesatria penjaga, mengenakan gaun gelap tanpa ornamen. Matanya tajam mengamati setiap gerak penyusup itu.“Katakan.” suara Ratu Seraphine terdengar lembut, tapi keras menusuk udara. “Siapa yang memberimu akses masuk ke festival dan memanah Raja?”Lelaki itu menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar, bukan karena takut. Dia lalu tertawa terbahak-bahak.Ratu mengernyitkan alisnya. "Siapa? Jawab!" Ratu hanya menjentikkan jarinya, tanpa perlu bangun dari kursinya, Ratu membuat lelaki itu sesak napas."Ohhokkk...