Share

PART 14 - VIOLA

To be continued

AUTHOR POV

Wajah Mika yang ceria ketika masuk menuju lift membuat Alex keheranan. Alex merasa sahabatnya sudah sengklek sebab seharian kemarin wajahnya kusut dalam semalam berubah menjadi seriang atau segila ini. Tapi entah kenapa mukanya memerah dan menganggap Alex lebih imut dari biasanya.

“Kenapa lu, kesambet?”

“Eh, Mika seneng banget, banget dan banget. Tadi pagi Noah ngelamar aku, lex!” teria Mika, sontak membuat seluruh penumpang lift lainnya tertegun.

Dalam satu kalimat saja yang terlontar dari mulut Mika sukses membuat hati tony runtuh pagi itu.

"Mickey, lu itu baru kenal dia. Ga mungkin dia langsung seserius ini. Bohong kali"

"Ndak lex, belum aku ceritain ya"

"Ceritain apa"

"Kita berkawan sejak kecil, lex." ucapnya menggebu-gebu

Alex tercenung.

Apakah Mika ini adalah gadis yang kerap Noah ceritakan dulu?

Kenapa di antara jutaan perempuan, kenap harus Mika yang jadi cinta pertama pria brengsek itu?!

***

Seharian berada di kantor benar-benar membuat kepala Tony dipenuhi suara dentuman keras yang membuat kepalanya berputar.

Ia belum faham perasaan apa yang kurasakan terhadap Mika. Gadis yang bangga akan nada medhog-nya dan kerap belopetan ketika menggunakan kosakata lu dan gue itu telah memikat hatinya.

Mika adalah gadis pertama yang membuat pikirannya lurus selurus bangunan-bangunan yang menjulang di tengah-tengah tubuh kota Jakarta. Pikiran yang lurus mengarah ke masa depan dalam jangka panjang.

Alex kepincut dengan perempuan yang baru Ia kenal beberapa bulan ini. Lekuk pipit di kedua sisi pipinya yang tidak tirus, tawanya yang menggelegar, rambutnya yang lembut dan panjang, sikapnya yang berani dan apa adanya. Bukankah perempuan semacam ini masih banyak di luar sana?! Tapi kenapa hanya satu yang punya hak menusuk-nusuk hatinya.

Ditambah pria yang menjadi kekasihnya adalah pria sialan. Pria yang merenggut kasih sayang yang kuterima dari seorang wanita yang aku sayangi. Meskipun wanita itu sama persis brengseknya dengan Noah.

Kira-kira dimana wanita jalang itu, apakah dia sudah mati?

Alex yang masih kepikiran dengan berita gembira menurut Mika merasa linglung.

Pelampias terbaik adalah bertemu dengan Marissa.

Alex mengemudikan kuda besinya menuju hotel bintang lima yang berlokasi tidak jauh dari pusat kota Jakarta

Mobil sejuta umat yang ia tumpangi menelusuri jalanan yang agak lengang Ibu Kota Negara itu. Hatinya benar-benar kalut. Macam orang yang tak waras Ia melajukan kendaraan beroda empat berwarna putih itu berkeliling tanpa tujuan hingga menjelang maghrib.

Malam minggu yang kelam bagi pemuda setampan yang biasanya ia habiskan bermain dengan lawan jenis berparas cantik yang bersedia membuka baju di depannya.

Warna jingga yang beradu dengan semburat merah muda yang dikombinasi setumpuk awan yang membimbing larinya cahaya agar segera menenggelamkan diri.

Sudah dua jam ia berkeliling Jakarta, jika dikira-kira jarak yang ia tempuh sama dengan jaraka Jakarta ke Bandung. Menghamburkan bahan bakar!

Pikirannya yang semrawut mengajaknya untuk pergi ke tempat sialan yang membuat Mika dan pria bangsat itu saling bertemu.

Dia terlihat seperti pria paling menyedihkan di antara orang-orang yang saling melempar tawa satu sama lain dengan tangan yang masing-masing memegang sesuatu. Satu tangan untuk minuman satunya lagi menjamah tubuh wanita yang berbaju nyeplak.

“Halo ganteng” Seorang gadis berperawakan tinggi dan kurus dengan wig berwarna blonde itu merangkul Alex yang masih malas untuk berkomunikasi.

Viola adalah gadis yang kerap menjadi langgananku. Ia terpaksa putus sekolah akibat kelakuan Bapaknya yang suka mabok dan tak pernah memberinya uang jajan. Sedangkan Emaknya pergi merantau ke Arab menjadi TKW, sudah bertahun-tahun tak ada kabar yang mampir  ke rumah Viola. Orang-orang yang bekerja disini tak memiliki pilihan lain untuk bertahan di tengah sukarnya memenuhi kebutuhan hidup.

Meskipun oksigen gratis tapi makan dan status pengakuan adalah hal yang tidak gratis.

Sama halnya dengan Alex Andrew yang jatuh miskin akibat perusahaan Ayahnya yang bangkrut. Itu sebabnya ia selalu memberi uang lebih kepada Viola. Viola bukanlah nama asli gadis berusia dua puluhan itu, nama alias adalah cara mereka untuk menghindari kejamnya mulut tetangga.

“Hey, Mas baik-baik aja kan?” ucap viola melihat wajah Alex yang muram

“gue baik-baik aja kok, Cuma lagi ga mau diganggu” tangan kurus Viola yang melingkari dada Tony dari belakang itu langsung dilepas

“Tapi ga mungkin kan kalo nolak minum” tawar Viola menatap Alex penuh iba.

“oke, bawain kek biasanya” sebotol cairan peluntur kesadaran mengalir ke seluruh darah Alex sampai ke otak.

Tubuhnya kegerahan akibat efek air setan itu.

Hingga suara dering telepon menyalakan layar gawai, menyibak sinar yang membuat mata birunya kaget dan perih.

Dengan gontai ia menekan ikon berwarna hijau, layar gawainya menampilkan sebuah tulisan Friend with Benefit alias Marissa yang ia letakkan di sebelah kuping Alex untuk mendengar suara dari si penelepon.

“Lex, lu lagi dimana? Anterin gue ke supermarket yuk” suara dari seberang membuat bulu-bulu halus di telinganya sedikit kegelian.

Tony yang berada di ambang ketidaksadaran hanya menjawab suara itu dengan bergumam

“Lo lagi sama Viola ya?”

Tony hanya manggut-manggut meski orang di seberang sana tak menahu gerakannya.

“Ya udah kagak jadi. selamat menikmat malam minggu, baby ku” suara centil Marissa membuat sudut bibir Alex naik.

To be Continued again

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status