NOAH DYLAN POV
Aku terduduk di kursi depan bar yang menyuguhkan bermacam-macam minuman yang akan membuat orang yang menenggaknya akan jatuh ke lubang yang lebih tenang. Cairan yang akan membuat siapapun yang mengonsumsinya akan kehilangan akal dan lupa akan hiruk-pikuk kejamnya dunia.
Aku menelan cairan itu dalam satu teguk. Hingga dua atau tiga teguk kemudian, aku tersedak ketika menangkap wajah yang sudah lama tidak ditemukan oleh kedua mataku.
Tubuhnya lebih tinggi dari yang ku perkirakan. Wajahnya masih sama teduhnya. Sialan, liuk tubuhnya membuat tubuh bagian bawahku menggeram.
Dress berwarna merah maroon yang super ketat di tubuh montoknya. Terlebih lagi dengan dadanya yang menyembul seiring kaki panjangnya melangkah menuju ke arah bar di ujung yang berlawanan dengan tempat aku duduk.
Sudut bibirku meninggi ketika melihat Mika, Ia berjalan dengan canggung sebentar-bentar menarik gaun yang minim bahan itu.
Sebuah takdir membawaku kemari untuk melihat pemandangan gadis yang kukenal sangat berani dan kukuh dalam pendirian kini menjelma macam putri kesayangan seorang Raja negeri antah berantah.
Rambut hitam itu, rambut yang berkilau dan lembut itu ingin sekali ku sentuh.
Sialan, Pria bangsat itu!
Buku-buku tanganku memerah akibat kukepal kuat-kuat. Laki-laki yang melingkarkan tangan kotornya di pinggang gadis pertamaku.
Darahku mendidih, kenapa harus pria sialan itu?!
Lebih mendidih lagi ketika pria yang kulitnya sudah luntur dan bau tanah mencoba menyentuh gadisku!
Dengan langkah yang dikuasai emosi, ku hadiahkan pria kolot itu dengan bogem mentah. Darahnya keluar, bisa kupastikan giginya yang lapuk runtuh akibat hantaman keras tanganku.
***
Aku masih tak percaya bisa bertemu dengan cinta pertamaku.
Walaupun tak selangsing dulu, mata hazelnya membuatku lupa daratan.
Aku terlalu banyak dan sering memimpikan malam tadi agar menjadi kenyataan.
Dan terimakasih Tuhan, akhirnya kau kabulkan.
“Pagi ndut” ucap Wanda sambil melenturkan tubuhnya.
Kuhadiahi ia dengan puluhan ciuman di berbagai tempat di tubuh telanjangnya
Ia terlonjak karena geli
Mika memang paling benci jika digelitik. Sepertinya Mika versi dewasa sudah mulai menyadari bahwa sentuhan seperti selalu bikin candu.
“Noah yang sekarang udah ga endut lagi. Justru Mika yang sekarang endut”
"Tubuhmu membuatku menggila"
Jawabanku membuat air mukanya berubah menjadi sedih. Aku kebingungan tak mampu berkomentar.
"Tubuhku tidak pantas untuk dilihat" Tangannya menutupi payudaranya yang licin.
"Kalau tidak pantas kenapa dari tadi otak mesumku liar ingin menidurimu kembali" balasku menarik tangannya agar kelihatan buah surga duniawi itu.
"Dasar, ndut" Muka ayunya merona.
"Anda yang endut"
Mukanya meredup dan menunduk. Baru kali ini aku lihat Mika bersedih.
“I’m sorry, malah drama aku ya”
“Hei, hei kau tak perlu minta maaf atas apapun yang kau rasakan” Mika yang sudah lama kukenal tidak mudah menangis. Dia tidak suka jika ada orang lain melihatnya menangis.
“Gara gara aku ngomong endut ke kamu?"
"Bukan, aku rindu kamu Noah, rindu Mami sama Papi juga"
“I know” ku usap punggungnya yang bergetar
Aku merasa bersalah ketika Ia sangat butuh penenang aku tidak ada bersamanya. Wandalah yang kerap menemaniku ketika kesepian dan sedih. Tapi aku tak sempat melakukan sebaliknya.
Aku tahu berita kecelakaan itu ketika setahun yang lalu kembali ke Jogja. Aku ingin sekali datang dan membantu meringankan kepedihannya. Kalau bukan karena wanita sialan itu!.
“Oh ya sekarang aku udah bisa gendong kamu” ucapku menimalisir kepedihannya.
Ia mengusap air matanya dengan buku-buku jarinya yang putih dan bersih.
“Ayo tuan putri, siap melayani tujuan menuju kota surga” ujarku mencoba untuk menggoda
Membuatku menyadari pipinya makin memerah dan bersinar akibat cahaya pagi yang terbias di wajah ayunya.
Sarapan dengan roti bakar yang setengah gosong bikinanku tidak sepenuhnya berantakan ketika ditemankan oleh cinta pertama.
"Ndak mau ah, rotinya pahit"
"Pengen dibikinin rendang jengkol"
"Emang bisa, bikin roti saja malah gosong gini"
T-shirt putihku melekat di tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian dalam. Gelitikanku membuat tubuhnya berguncang terutama di bagian dua buah berbentuk bulat itu.
Ia yang memaksakan diri untuk memakan roti bakar yang aku buat.
Mulutku memagut mulutnya yang penuh dengan kunyahan roti.
"Manis" ucapku sehabis menerkam mulutnya yang ranum.
Lidahku merangsek masuk, menjejal mulut Mika yang sudah beradaptasi dengan mulutku.
T-shirt putih yang ia kenakan sudah terlepas dari tubuhnya yang hangat.
Tanganku meremas bokongnya yang berayun-ayun ketika tubuhnya merasakan ketagihan.
Rintihannya semakin membuatku liar di pagi hari.
Ku masukkan jariku ke dalam intinya, bergerak memutar dan vertikal.
Rambutku ditarik, lantas membuat pikiran mesumku semakin tak karuan.
Dengan keadaan masih berdiri, selangkangannya ku lebarkan supaya jariku semakin masuk ke dalam lubang kenikmatannya.
"jangan menutup diri saya, keluarkan saja" tanganku denga lincah membuat bagian intinya menjadi basah.
"E-eh" mulutnya dibungkam.
"Lepasin Noah, Nanti kalau ada yang denger" kata Mika lagi.
"Biarkan saja" balasku sembari memilin putingnya.
"Tidak usah malu di depanku"
"a-apa?" Wajahnya begitu teduh, ku pagut bibirnya yang setengah terbuka, menari bersama lidahnya.
"Kau semakin cantik ketika terangsang"
Tangannya menjambak dan mengacak rambutku. Bukannya membuatku tidak senang justru bagian itulah yang paling membuatku semakin terpicu untuk melihatnya menjerti saking senangnya mendapatkan kepuasan dariku.
"Tarik rambutku lagi dan lagi"
"Rambutmu wangi, tanganmu begitu lembut" Ia berbisik dengan lembut tepat di telingaku.
"Setelah ini, aku ingin digendong"
"Oh, kau ingin dipuaskan dengan cara digendong"
Aku mengangkat tubuhnya, menuju ke meja makan. Ku dudukkan dia di atas pahaku.
Kedua kakinya ku tarik lebar-lebar, jariku meluncur lagi ke arah intinya yang kebasahan.
Suara jeritannya semakin menjadi-jadi, otakku kian gila.
"Mau sampai kapan gini terus?" Tubuhnya yang telanjang bulat bergelantung di belakang punggungku.
Katanya ini ganjaran yang pas untuk gendongannya dulu.
"Mau aku puasin lagi?" bisa kutebak mukanya pasti akan memerah.
"N-ndak mau, e-eh nanti lagi maksudnya"
"Wah wah kekasihku sekarang sudah menjadi gadis yang nakal ya"
Aku hanya tersenyum. Senyuman yang sudah lama ditutupi oleh amarah dan kebencian.
***
"Permisi pak Dylan, untuk makan siang nanti mau dipesankan di restoran mana?"
"Tidak saya tidak makan siang"
Tubuh semampainya serta mata hijaunya memaku pandanganku ke arahnya.
Sialan, aku sudah punya Mika!
“Marissa, benar kan marissa, nanti malam ada acara?” mulutku terbuka sebelum aku sadar akan ucapanku yang konyol.
“Ti-tidak ada pak, ada apa ya pak?” jawabnya sembari menyodorkan beberapa berkas, memperlihatkan dadanya yang terjutai dari balik bajunya yang agak terbuka di bagian dada.
“Nanti malam ada acara pertemuan dengan kolega, tolong temani saya ya”
Persetan dengan pacaran!
Aku butuh pemuasan lain
Maafkan aku Mika.
Bagian diriku yang lain tak henti-hentinya menceramahi tindakanku. Bagian lainnya memakiku dengan berbagai nama binatang dan julukan kasar lainnya.
Aku benci diriku yang tidak bisa berhenti melakukan kelainan ini.
Ini salah! Sangat dan teramat salah.
Ketika hatiku ingin diterangi dan dipertemukan oleh satu-satunya wanita yang telah dan akan selalu berada dan menerima apapun diriku seutuhnya.
Tapi penyakit ini tidak bisa sembuh. Trauma ini terus menerus terulang tanpa jeda sedetikpun.
Apa yang sebenarnya yang ingin kutemukan.
Mika atau pemuasan nafsu belaka?!
MARISSA LOURDSuara ngorok membuatku terbangun. Dengan keadaan tubuh tanpa sehelai kainpun aku terkapar di atas karpet yang berada tak jauh dari ranjang. Saking capeknya sepulang kerja ditambah perjalanan yang cukup jauh membuat mataku langsung terkatup dengan mudahnya.“Kita pulang yuk ke vila, disana lebih hangat dan indah”Suara yang belum sempurna dicerna olehku yang masih setengah tidur. Sepasang tangan mengangkat ku dengan lembut menuju mobil. Mataku seakan dibebani puluhan batu sulit terbuka.“Mar, bangun woi”Suara cempreng Alex yang agak serak dan maskulin sukses membikinku terperanjat. Aku terkejut melihat jam digital yang duduk di atas meja samping ranjang king size yang kutiduri.Dimana gue? Bukannya tadi di motel ranjangnya ga semewah ini?Pikiran tentang dimana aku sekarang sekejap pudar mengingat matahari sudah nyelonong masuk melalui cela
AUTHOR POV“Apaan sih lu” Marissa masih kaget melihat gelagat manusia yang terkenal aneh untuk dirinya.Tapi, alasan ia mengeraskan suaranya supaya suara detak jantungnya tak terdengar ke telinga Alex.Alex yang masih berusaha agar tak tergagap – kebiasaan lamanya ketika gugup.Fakta itu membuatnya makin gugup dan gelisah. Hingga sesuatu yang basah mulai mengguyur tubuh mereka. Bandung yang dikelilingi bukit dan pohon semakin dingin ketika dibasahi hujan.Jaket kulit milik Alex yang digunakan untuk menutup rambut Marissa bahkan tak mampu mengurangi volume air yang membasahi tubuh mereka. Kedinginan mulai menusuk sampai ke tulang.“Bibir lu gemeter, lu gapapa?” Alex yang melihat tubuh basah kuyup Marissa segera mendekapnya tanpa permisi. Tak seperti biasanya rasa gugup semakin mengikat mereka berdua. Mereka yang sudah menjadi “Friend with benefit” di at
ALEX ANDREW POVMataku seperti dibakar api di perapian yang ada di villa milik keluarga ku. Muka ku kusut dan bau, sudah dari kemarin malam tubuh ku tak terkena air selain air mataku sendiri. Tanganku memar akibat terlalu banyak memukul tembok.Brengsek! Aku meraih handphone dengan malas memencet dengan kasar sebuah kontak yang bertuliskan Marissa – si jalang.Dari seberang suara sesenggukan memenuhi isi telingaku. Suara yang akhirnya meluluhkan amaraku terhadap Marissa.Setidaknya Marissalah yang cukup memahami situasi yang aku alami.Mungkin kita tengah berada pada fase teralihkan akibat perasaan jemu dan kesepian yang menggiring kita merasakan perasaan yang mungkin hanya berlaku untuk sementara.“Lu dimana?” Baru kali ini aku melihat dia seterpuruk ini. Seorang Marissa sangatlah anti mewek-mewek club. Ia sangat benci ketika terlihat lemah di depan ora
MIKA LODGE POV“Aku mencintaimu Mika,meski tubuhku terjerat dan tidak leluasa memilihmu sebagai satu-satunya” bisik Noah di lekuk leherku.Aku terisak mendengar kalimatnya.Tapi manusia seperti diriku tidak cukup untuknya. Tidak akan pernah.Bukan hanya itu saja, aku pun akan menyakitinya lagi dan lagi seperti yang sudah sudah. Kita akan menjadi lingkaran setan dan saling menyakiti.Entah sejak kapan aku menjadi manusia yang rakus dan melupakan diriku. Atau apakah inilah wujud diriku yang sesungguhnya.Yang pasti, ungkapannya di sela ketidaksadarannya membuat hatiku terasa lebih hampa.Perasaan bersalah menggerayangi tubuhku.Aku menggeser layarku dengan buru-buru, beberapa dering kemudian.“Selamat malam pak, ada sebuah kecelakaan di jalan depan perpustakaan Timba Ilmu”Selamat tinggal Noah.Ku kecup bibirnya yang kering dan
NOAH DYLAN POVBelum sempat aku merebahkan diri setelah kejadian semalam. Badanku yang masih kaku sudah berada di atas kursi kebesaran keluarga Dylan.Belum ada kabar dari Mika. Apakah semalam hanyalah delusi?Tapi aku ingat betul, ketika aku berbicara dengannya di telepon.Tubuhku pun masih terkenang akan tubuhnya yang duduk di atas pahaku.Tubuhku tidak bisa ditipu ketika dipuaskan.Bayangan wajahnya membuatku tidak bisa berpikir jernih.Apakah ia kembali bersama Alex? Jelas aku ingat semalam aku berterus terang perihal keadaanku yang jauh dari kata normal.Pikiranku saling memaki dan bertengkar.Kepalaku semakin berdenyut.“Permisi pak, ada kiriman khusus untuk anda” kata Marissa melangkah menuju mejaku.Wanita ini benar-benar memiliki nyali yang besar. Atau lebih tepatnya tidak punya urat malu. Bagaimana tidak, setelah kelakuannya yang
32 Panggilan Terjawab dari Wanda.“Lex, maafin Mika, kalau udah denger pesan ini. Telpon Mika ya”Pesan suara dari Mika mengalir ke seluruh ruang apartemen Alex yang sepi.Maafin Mika, serius jangan tinggalin Mika ya Lex.suara isakan Mika membuat hati Alex semakin perih.Sejak malam mengerikan itu, Alex tak sempat memejamkan matanya. Gelagatnya seperti orang yang sedang keranjingan. Mukanya kusut, otaknya tak berhenti memutar dan memikirkan perempuan itu.Kamarnya sudah berantakan akibat amukan Alex yang kerasukan iblis tampan.“Alex”Suara familiar diiringi bunyi bel dari pintu apartemen membuatnya berhenti.Penampakan Marissa yang amburadul. Matanya setengah menyeramkan lantaran maskara yang luntur, rambutnya benar-benar kusut bahkan bajunya robek di bagian pahanya. Tidak sekalipun Alex melihat penampilan sahabat—mantan sahabatnya acak-acakan se