Home / Romansa / Tiba-Tiba Dimadu / Pengantin Datang

Share

Tiba-Tiba Dimadu
Tiba-Tiba Dimadu
Author: Ria Abdullah

Pengantin Datang

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2021-08-17 13:17:31

 

***

 

Siapa itu ....

 

Wanita cantik berkerudung satin dengan aksen manik-manik keemasan, lukisan henna menghiasi tangan, cincin berlian melingkar di jari manisnya. Ia berdiri di teras rumah dengan wajah menunduk  dan gugup sambil meremas jemarinya tak berani mengangkat wajah untuk menatap bola mataku bahkan sepatah kata pun tak terdengar dari bibirnya, namun, aku bisa memastikan bahwa ia  adalah pengantin baru.

 

**

 

Sudah dua hari sejak kepergian suamiku yang izin untuk melaksanakan  tugasnya di luar kota, Mak Ikbal, suami yang begitu kucintai sepenuh hati dan telah memberiku seorang putri cantik, ia adalah imam yang hampir tanpa cela dalam keluarga kecilku. 

 

Perawakannya yag tinggi, wajah berseri dengan iris mata kecoklatan, hidung mancung serta rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus membuat aura ketampanan suamiku nyaris menyamai pangeran dari negeri Arab.

 

Suamiku adalah sosok pria yang bertanggung jawab dan penyayang  pada keluarga, serta taat beribadah. Sekali pun ia tak pernah alpa untuk membahagiakanku, lahir dan batin, bagaimana aku tak semakin cinta padanya, jika semua sikap manis dan perhatiannya membuat hati ini  seakan ditumbuhi bunga-bunga yang disirami air surga.

 

Tiap pagi ia menyapaku dengan senyum manis memberi  kecupan dan pelukan hangat serta bisikan, 

 

" Terima kasih telah menemani hidupku sejauh ini, Sayang."

 

Aku tersentuh juga terharu mendengarnya, apalagi ketika tiba-tiba sekuntum bunga tiba-tiba ia hadirkan dari balik baju kokonya.

 

"Mas Ikbal sempat-sempatnya memetik bunga," kataku manja.

 

"Kan, banyak tumbuh di halaman masjid jadi Mas petik sekuntum untuk istri tercinta."

 

Aku tertawa bahagia lalu membalas pelukannya. Sungguh pagi yang syahdu dalam kenikmatan bernapas lega dan menikmati alam raya. 

 

"Subhanallah Tuhanku, abadikanlah cinta kami." Begitu doaku dalam rangkulan teduhnya.

 

**

Semua scene di atas seperti putaran tayangan DVD di kepalaku, setelah siang ini pintu gerbang terdorong, mobil avanza hitam memasuki halaman dan putriku dengan gembira segera menghambur ke depan untuk menyambut Ayah yang sangat ia rindukan selama dua hari terakhir.

 

"Ayah ...."

 

Mas Ikbal merentangkan kedua tangan dan menyambut anak semata wayangnya yang baru berumur dua tahun.

 

"Hai, Sayang, Ayah rindu," katanya.

 

"Raisa juga rindu Ayah," balas putriku sambil merangkul leher ayahnya dan Mas Ikbal menghadiahinya kecupan kecil di  pipi putrinya.

 

"Assalamualaikum," katanya lembut di depan pintu.

 

"Waala'ikum salam, Mas." Kusambut dia dengan mengecup punggung tangannya.

 

"Bagaimana kabar Mas, apakah urusannya lancar?"

 

"Uhm, i-iya, Alhamdulillah," jawabnya namun dengan nada sedikit bergetar.

 

"Ada apa, Mas, kenapa Mas tampak tak sehat, pucat, dan gugup?" tanyaku karena aneh melihat ekspresinya.

 

"Eng, anu, enggak ada." Katanya.

 

"Mas terlihat berbeda," kataku sambil meraih wajahnya dan membingkainya dengan kedua belah tangan, ia terlihat lebih tampan seperti habis bercukur, "Mas terlihat seperti pengantin baru," godaku.

 

Ia tergelak namun rasanya terdengar ganjil di telingaku. 

 

"Ehm, anu Sayang, aku ingin bicara," katanya sambil menuntun tanganku menuju kursi ruang tamu. Aku yang dituntun seperti itu, hanya mengikuti namun dalam hati ini mulai berdesir tak nyaman, rasanya ... sama seperti hari di mana ibunda tercinta meninggal dunia, Sedih, hampa, dan terluka.

 

Namun,  segera kutepis firasat itu dengan banyak melafalkan istighfar dari dalam hati ini.

 

"Jannah, Mas ingin bicara, tapi mohon, jangan terburu emosi, ya," katanya sambil memegang erat kedua tanganku.

 

"Apa sih, Mas. Jangan bikin mati penasaran deh, kabar baik atau buruk sih?"

 

"A-anu ...." Ia tampak sangat-sangat ragu.

 

"Mas ...." Aku menunggu kalimatnya yag terjeda tadi.

 

"Kamu percaya 'kan, jika semua yang Mas lakukan demi kebahagiaan kita, kebahagiaan keluar besar kita, Mas yakin kamu istri terbaik yang diberikan Allah, Mas akan selalu

lalu mencintaimu, Sayang."

 

"Apa sih, jangan bertele-tele," ucapku dengan perasaan yang sudah tidak karuan, tanpa bisa kubendung air mataku tiba-tiba meluncur begitu saja tanpa kumengerti sebabnya.

 

Tiba-tiba dari depan sana, suara gemerincing perhiasan terdengar semakin mendekat, terdengar teratur seirama hentak kaki pemiliknya.

 

Krisk ... krisk ....

 

"Siapa itu,Mas?"

 

Orang yang kutanya hanya menunduk dalam. Kuguncang-guncang lengannya agar ia segera menjawab pertanyaanku. Aku tahu sesuatu yang tidak baik bagiku telah terjadi, sebuah bencana atau entahlah, aku bertanya terus dan air mataku kian menderas hingga bayang wanita itu hadir sempurna di depan pintu utama, masih mengenakan gaun pengantin dengan jilbab terulur hingga ke lantai ia menunduk dan  tak sedikit pun menatap ke arahku.

 

"Kamu siapa?" tanyaku dengan suara yang nyaris tercekat.

 

Ia tak menjawab namun tangannya tiba-tiba saling bertautan memperlihatkan cincin pernikahan yang ia kenakan.

 

"Dia siapa Mas!" Intonasi ku meninggi seketika.

 

"Soraya ... Istriku."

 

Seketika aku merasa pendengaran di telingaku hilang, semuanya hening, hanya  embusan angin bisa kutangkap sejenak. Aku terpana, terkesima, dan dengan nanar kutatap wanita cantik itu, ya, aku memastikan aku tidak bermimpi.

 

"Yang benar ... Mas ... Tapi kenapa ... Ap-apa salahku?" kataku lirih, tak sanggup berkata lantang karena tiba tiba aku seperti kehilangan energi. 

 

Aku tersungkur dan  lemah di lantai, dan terisak sementara putriku melihat semua itu hanya terperangah, "Bunda ...." Ia memelukku seketika. 

 

"Jannah, aku telah melamarnya untuk memenuhi permintaan Abinya yang merupakan guru di pesantrenku dulu," katanya pelan.

 

"Tapi kenapa, kenapa harus menikah?"

 

"Aku sudah berjanji sewaktu muda dulu jika aku akan menjadi menantunya," jawabnya.

 

"Kalo begitu ... ka-kalo begitu ... Kenapa kamu menikahiku," kataku dengan dada yang mulai sesak. Ingin berteriak tapi tenggorokanku tercekat, suaraku tertahan sehingga ada sensasi bengkak dan sakit di batang leherku.

 

"Aku ... Aku ...."

 

"Ada kau lupa dengan janjimu pada ustadzmu, lalu menikahiku, Mas. Kini kamu teringat dan melamarnya, kenapa kamu gak jujur dari awal Mas?"

 

"Aku ragu, kamu tidak setuju."

 

Aku terkesiap mendengarnya, kepalaku berdenyut denyut dan telingaku berdenging,  seketika pandanganku berkunang-kunang dan berputar sehingga aku nyaris tersungkur dalam posisi telungkup. Mas Ikbal dan wanita itu, wanita yang tak akan  sudi Kusebut namanya itu menghampiri dan berniat menolongku.

 

"Jangan ... Jangan sentuh aku! Aku gak sudi, kalian licik dan jahat."

 

Wanita itu mundur dua langkah dari hadapanku.

 

"Dan kamu, Suamiku," aku menangis mengeja kata 'suamiku' "Tega sekali, kamu Mas," kataku terbata bata dan sesenggukan.

 

"Maaf, Jannah, Mas akan bersikap adil," jawabnya lirih.

 

"Adil katamu, Mas? Sekiranya Mas memang adil dan jujur tidak akan terjadi seperti ini, dan kamu ... wanita yang berasal dari kalangan terhormat dan agamis," kataku sambil menolehnya, "Kenapa kamu merusak kebahagiaan wanita lain. Kenapa, katakan?!" Aku kalap dalam tangisanku. 

 

"Maaf, Mbak."

 

"Maaf katamu?" Ujarku bangkit dengan tatapan  membeliak dan bersiap-siap menarik hiasan di kepalanya. Namun mas Ikbal sigap menarikku dan memelukku kuat-kuat.

 

"Lepasin, ceraikan saja aku sekarang, lepasin ...."

 

"Tenang Jannah, istighfar," katanya sambil menepuk-nepuk punggungku.

 

"Mas jahat ... Jahat ...." Kupukul-pukul dadanya sepuasku.

 

"Aku mau cerai! Sekarang juga!" Putriku yang mendengar itu langsung menangis  dan memanggil manggil.

 

"Bunda ... bunda," tangisnya.

 

Lamat lamat penglihatanku kabur, tubuhku lemas lalu semuanya menggelap.

 

Vote Bintang Lima ❤️❤️❤️

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Junidah Sujak
nice starting n heart breaking
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tiba-Tiba Dimadu   kabar buruk apa?

    "Kabar buruk apa?"tanyaku heran."Aku sudah berusaha untuk mengalihkan pikiran dan semua kerinduanku tapi tetap saja, perasaan bersalah dan rasa ingin memperbaiki keadaan timbul di dalam hatiku," ucapnya sambil memandang mataku dengan penuh makna."Aku tak paham ....""Aku masih berharap kita bersama lagi. Demi anak anak, demi aku, demi harapan yang pernah kita bangun.""apa kau lupa tentang perlakuanmu dan apa saja yang sudah terjadi dalam hidup kita masing masing.""Ya, aku bersalah menikahi angel secara diam diam, aku mengulangi kesalahan suamimu yang fatal. tapi ...""Sudah, jangan dilanjutkan," cegahku. "aku tak mau mengenang apapun tentang masa lalu.""Aku hampir kehilangan dirimu dan semangat hidupku saat kau bersama dengan wira. Tapi, setelah bertemu dengannya dan mengetahui hal sebenarnya harapanku tumbuh kembali. Aku harap kita bisa ....""apa?""rujuk lagi," jawabnya sambil menatap mataku."Jadi itu kabar buruknya?""ya, bahwa aku sulit move on dan hidup tanpamu. Maukah

  • Tiba-Tiba Dimadu   menerima

    "Sebaiknya segera tentukan pilihanmu Nak, Ibu juga tidak ingin kamu terus-menerus sendiri seperti itu, karena penilaian orang lain tentang status janda sangat merugikan posisimu," ujar Ibu ketika aku menelponnya."Iya Bu, aku tahu tapi aku belum menentukan pilihanku, aku belum siap untuk naik ke jenjang berikutnya.""Ada dua pria yang begitu tulus dan menyayangimu, Nduk, kamu tinggal memilihnya," ujar Ibu."Bagaimanapun itu adalah pilihan yang sulit, Bu," gumamku pelan."Raisa menyukai salah satu dari pria itu?" tanya Ibu lagi."Raisa ingin aku kembali kepada Mas Raffiq.""Bagaimana dengan perasaanmu sendiri?""Entahlah... masih bingung," jawab ku sambil menghela nafas pelan."Lalu apa yang terjadi tentang Soraya?""Dia masih ditahan di rumahnya, Bu, polisi belum memiliki cukup bukti untuk bisa menjebloskan dia ke penjaara.""Jelas-jelas dia yang menyerang wira dengan air keras," ujar Ibu sedikit ingin marah."Tapi keluarga dan pengacaranya memiliki pengaruh besar, Bu. Mereka mati-m

  • Tiba-Tiba Dimadu   pergilah

    "Jangan dipikirkan apa yang dikatakan Mama dia memang seperti itu," bisik Wira kepadaku ketika Mamanya ke kamar mandi."Aku tak mempermasalahkannya," jawabku pelan sambil menyuapinya."Mbak ... aku berterimakasih atas semua perhatianmu, tapi sebaiknya Mbak tidak usah menjengukku lagi." Aku mencoba menelisik maksud dari ucapannya, mengapa dia harus mengatakan hal semacam itu."Apa yang kau katakan, aku tidak mengerti," ujarku."Aku sudah ikhlas melepaskan Mbak Jannah dengan Mas Rafiq." Sorot matanya yang sendu membuatku terenyuh."Jangan melantur seperti ini sebaiknya kamu istirahat saja." Aku membenahi selimut yang menutupi tubuhnya."Aku sungguh-sungguh, Mbak. Aku sadar bahwa cinta tidak bisa dipaksakan. Aku tahu, meski kita berteman tidak serta merta membuat hal itu menjadi cinta untukmu aku menyadari semua itu dan aku menyesali sikap bodohku untuk memaksakan dirimu menikahiku, Mbak," ujarnya sambil tersenyum getir."Tidak masalah aku memahami perasaanmu, aku bisa memaklumi sem

  • Tiba-Tiba Dimadu   Wira dan dia

    Sejujurnya aku lelah dengan semua ini, dengan takdir berliku liku yang mewarnai hidupku. Andai bisa, aku ingin lari dan mengamankan diri ini dari dunia yang begitu kejam.Baru saja aku dan kedua anakku mengecap ketenangan, dan menikmati hidup kami, kini ujian menghantam silih berganti, membuatku sangat ingin menyerah dari semua ini, andai aku bisa, sejenak lepas dari semua kesulitan yang membelit ini. Sungguh, aku letih.Masih segar dalam ingatan, bagaimana ketika Wira merintih di ranjangnya, sementara keluarganya terus mendesakku agar mau menerima lamaran bankir kaya itu, tiba-tiba Mas Rafiq datang dan berteriak dengan tatapan melotot penuh amarah bahwa dia menolak semua cara mereka menekanku untuk menikahi anggota keluarga mereka."Apakah musibah ini akan kalian gunakan untuk menekan Jannah?""Hei, apa maksudmu! Anakku terluka gara-gara dia, tidak tahu apa yang akan terjadi kepada putraku kedepannya, apakah dia masih seperti semula atau malah cacat," ujar Jeng Zahrina sambil terdu

  • Tiba-Tiba Dimadu   kantor polisi

    Aku kembali ke rumah dengan tubuh dan pikiran yang sudah lelah kubuka pintu utama lalu menuju kursi tamu meletakkan tasku lalu membaringkan diri dengan lunglai di sana.Pikiranku melayang pada rentetan kejadian yang begitu mengejutkan hari ini, setelah didesak untuk "mau menerima" mengambil hati Wira, akhirnya Jeng Zahrina mau tenang dan menguatkan hatinya untuk tidak menangis lagi.Besok mereka akan melakukan operasi untuk memperbaiki kulit punggung dan wajah Wira yang rusak akibat siraman air keras. Ah, kembali pikiranku melayang kepada mantan maduku itu, entah di mana dia berada dan apa yang sedang dia lakukan, kemungkinan saat ini dia sedang bersembunyi di suatu tempat atau mungkin juga duduk santai di rumah orang tuanya.Tring ... Ponsel berbunyi.Kuraih benda itu dengan setengah lesu lalu membaca nama siapa yang sedang menelpon, dan ternyata itu adalah Rina."Halo Rin ada kabar terbaru?""Laporan sudah kami selesaikan, besok polisi akan menuju tempat kejadian untuk mengamankan

  • Tiba-Tiba Dimadu   menanggung kemarahan

    Sesegera mungkin aku meluncur membawa wira ke rumah sakit bersama kedua asistenku, tak lupa aku hubungi nomor Mama Wira yang memang sudah tersimpan di ponselku karena dia adalah pelanggan tetap toko kami."Halo assalamualaikum Jeng Zahrina," sapaku."Waalaikumsalam ada apa kamu menelpon saya," tanya Nyonya Zahrina dengan nada sedikit tidak suka."Maaf karena aku harus memberitahukan hal penting, tapi mohon tenangkan diri Jeng ya," ujarku."Katakan saja apa yang sedang terjadi?""Tadinya Wira datang ke tokoku dan duduk sebentar lalu pergi, namun tak lama kemudian Soraya datang dan berniat menyiramkan air keras kepadaku, namun tanpa diduga-duga Wira datang lagi dan terkena siraman air keras," tuturku hati-hati."Apa?!""Iya, saat ini aku dalam perjalanan membawanya ke rumah sakit.""Kalo terjadi apa-apa dengan anak saya kamu harus bertanggung jawab." Ucapan Mama Wira membuat pikiranku kacau."Kemana kamu akan membawa anakku!" pekiknya lagi."Ke Rumah Sakit Budi Kusuma Jeng," jawabku.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status