Share

Kesialan Bertubi-tubi

'Mati aku! Pasti Profesor akan murka dan menelanku hidup-hidup karena berani mengabaikan pelajarannya!' batin Anna. 

Ucapan Edgar membuat Anna resah. Anna memegang tangan Grace untuk meminta bantuan, akan tetapi Grace hanya mengangkat bahunya seolah tak peduli. 

Sepertinya Anna terkena sebuah kutukan, sejak kemarin kesialan selalu menimpanya. Kemarin pernikahan, lalu sekarang dia harus berhadapan dengan Edgar yang terkenal dingin dan mengintimidasi.

Sendirian di ruang kelas, Anna masih bergelut dengan pikirannya sambil memangku wajah dengan kedua tangan. 

'Apa aku kabur saja, ya? Tapi, besok kami pasti akan bertemu lagi. Argh! Menjengkelkan!' 

Pikiran itu sempat terlintas di kepala Anna. Apalagi jam kuliah telah berakhir lima menit yang lalu, di mana dia harus berhadapan dengan Edgar dan bersiap untuk menerima hukuman.

Sebelum pergi ke ruangan Edgar, Anna membuang napas panjang sambil memejamkan mata. Langkahnya yang berat pun pada akhirnya membawanya pada  sebuah ruangan dengan pintu berwarna putih bertuliskan "Profesor Edgar Dominic".

Dominic? Nama yang terdengar tidak asing di telinga Anna, namun dia tidak mengingat kapan dan di mana dia pernah mendengarnya. 

“Permisi ... Profesor Edgar.” Anna membuka pintu ruangan itu dengan hati-hati.

Terlihat Edgar sedang memainkan laptopnya dengan serius. Namun, begitu dia tahu bahwa Anna berada di ambang pintu, segera dia menutup laptopnya.

Edgar mempersilahkan Anna masuk dan duduk di sofa yang tersedia, kemudian pria itu menyeduh dua kopi instan untuknya dan Anna. 

"Minumlah.”

Sejujurnya, Anna tidak terlalu menyukai kopi. Namun, karena Anna merasa tidak enak hati jika menolak pemberian Edgar yang notabene-nya seorang profesor, jadi dia menerimanya dengan sangat terpaksa. 

“Terima kasih,” balas Anna seraya menerima kopi itu sambil tersenyum lembut.

“Apa kau ada masalah? Kulihat kau tidak fokus saat pelajaran."

Anna terdiam cukup lama. Dia ragu, apakah dia harus menceritakan masalahnya kepada pria di hadapannya? Pasti akan sangat memalukan apabila dia menceritakan masalahnya pada orang lain. 

“Tidak usah diceritakan jika kau tidak menginginkannya. Lagi pula, aku tidak akan memaksa,” lanjut Edgar menambahkan.

“Sebenarnya ....”

Anna ingin sekali berbagi cerita, akan tetapi dia sedikit ragu.

"Mmm ... a-anu saya ... ada sesuatu yang terjadi kepada ayah saya, lalu entah bagaimana menjelaskannya saya harus menikah dengan orang yang tidak saya kenal. Jadi, saya merasa sedikit tertekan dan juga takut."

Anna menghela napas panjang setelah dia menceritakan masalahnya. Dia menundukkan kepala dan terus menatap kopi instan yang dia genggam tanpa meminumnya. 

Sementara itu, Edgar hanya tersenyum saat mendengar cerita Anna, pasalnya dia sangat paham inti permasalahannya. Tentu saja karena itu menyangkut dirinya juga.

“Jadi, kau tidak ingin menikah dengan pria itu?” tanya Edgar tiba-tiba setelah menyeruput kopi dalam genggaman tangannya.

“Maksud saya, bagaimana jika pria itu berengsek atau buruk rupa?”

Anna tanpa sadar menyerukan pikirannya sambil memukul meja, kemudian dia meminta maaf.

Edgar tersentak ketika meja di depannya dipukul begitu saja oleh Anna. Ternyata badannya saja yang kecil, akan tetapi tenaganya cukup besar.

“Aku paham. Tapi lain kali apa pun masalahmu jangan sampai kau melamun saat pelajaran! Kau boleh pergi.”

Begitu saja? Anna mengira dia akan dimarahi habis-habisan karena mengabaikan pelajaran. Ternyata profesornya hanya ingin tahu alasan Anna tidak fokus. Sia-sia saja tadi dia sempat takut menghadap ruangannya.

"Anu ... apa saya benar-benar boleh pergi?"

Meskipun Anna mendengar jelas perkataan Edgar, namun dia ingin memastikan kembali pendengarannya. 

"Hm, aku sudah selesai denganmu. Apa kau tidak ingin segera pulang?"

Tentu saja Anna ingin segera pulang dan bermalas-malasan, namun dia tidak percaya karena Edgar melepasnya begitu saja. 

Pergi dari ruangan Edgar, Anna tidak menyadari bahwa pria itu tengah melihatnya melalu kaca jendela dengan melipat kedua tangannya di depan dada. 

Edgar bahkan tersenyum saat melihat Anna tak sengaja menendang batu tepat di kepala sekuriti dan dia berpura-pura tidak tahu, lalu lari begitu saja.

“Gadis aneh,” gumam Edgar sambil tersenyum menghiasi wajah tampannya, "Ayah benar, sepertinya aku akan menyukainya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status