Anna Florence tak pernah menyangka bahwa dia harus menikahi seorang putra CEO sebagai ganti melunasi hutang sang ayah. Namun, itu adalah keputusannya sendiri yang rela mengorbankan dirinya demi membantu sang ayah. Anna sempat takut karena dirinya tiba-tiba harus menikah. Apalagi, dia tidak tahu sosok pria yang akan menikah dengannya. Entah itu nasib baik atau nasib buruk, sosok pria yang akan menikah dengannya tak lain adalah seorang dosen di kampusnya sendiri, Profesor Edgar. Bagaimana dengan pernikahan mereka?
View MoreTatapan tajam yang Anna terima sesaat setelah dia memasuki ruangan ini tidak akan membuatnya goyah. Anna justru balas menatap pemilik mata tajam tersebut.
“Selamat pagi, Tuan William. Perkenalkan saya Anna Florence. Mungkin ini terdengar sedikit lancang, tapi saya memohon kepada Tuan agar menghapuskan semua utang ayah saya. Sebagai gantinya, saya akan bekerja untuk Anda,” jelas Anna panjang lebar dengan sedikit rasa takut, akan tetapi Anna berhasil menutupinya.
Ucapan konyol, namun berani. Pria paruh baya itu menarik sudut bibirnya ke atas. Gadis mungil itu rela bertemu dengannya dan menawarkan diri sebagai ganti utang sang ayah. Menarik sekali.
“Kau yakin, Nona? Mungkin kau harus bekerja seumur hidup agar bisa menebus utang yang dipinjam ayahmu.”
Anna sangat tahu itu. Namun, hanya ini satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya.
Bagaimanapun, melihat kondisi keuangan keluarganya saat ini, sangat tidak mungkin bagi keluarganya membayar utang senilai tiga miliar dolar.
“Baiklah!” tegas William tanpa ragu.
Semudah itu? Itu tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang diinginkan dari pria paruh baya di hadapannya ini. Anna harus ingat bahwa di dunia ini tak ada yang gratis!
“Sepertinya usiamu tidak terlalu jauh dengan putraku. Berapa usiamu, Nona?” William melihat penampilan Anna dari atas hingga bawah.
“Usia saya dua puluh satu tahun."
Entah mengapa firasat Anna makin buruk. Mengapa pula pria tua itu menanyakan usianya? Bahkan dia membawa-bawa putranya.
“Anna, aku akan menghapus semua utang ayahmu.”
William memainkan bolpoin di tangannya secara memutar berulang kali.
Sementara itu, Anna dengan cepat membungkukkan badan dan berterima kasih.
“Sebagai gantinya, kau harus menikah dengan putraku.”
“Ah ... iya,” ucap Anna spontan tidak sadar dengan ucapannya.
Tunggu! Apa yang dikatakannya barusan? Menikah?! Pacaran saja belum pernah dan sekarang Anna malah disuruh menikah!
Bak disambar petir, Anna syok hingga kehilangan kata-kata setelah mendengar perkataan yang tidak masuk akal keluar dari mulut William Dominic.
Mengapa pula Anna harus menikah dengan anak William Dominic?
“Ta—tapi itu tidak masuk ak-”
“Kalau begitu kau boleh pulang. Diskusi kita sudah berakhir.” William memotong ucapan Anna seolah-olah dia tidak menerima penolakan!
Anna berjalan ke luar ruangan dengan badan yang lesu. Dia merutuki kebodohannya karena menemui William Dominic dan mendapat masalah baru.
Persetan dengan utang itu! Bagaimana mungkin Anna harus menikah dengan orang yang bahkan belum dia temui sebelumnya?!
Bagaimana jika pria yang akan dia nikahi adalah pria berengsek, jelek, gendut, dan sebagainya? Anna bahkan sudah takut saat memikirkannya.
Sesampainya di rumah, Anna langsung menemui Andrew dan mengatakan bahwa dia tidak perlu khawatir lagi dengan utang itu. Sebab, Anna sudah menyelesaikan masalahnya dengan bersedia menikahi putra keluarga Dominic.
Andrew menangis dan membujuk Anna agar menarik kembali keputusannya.
“Nak, apa kau yakin dengan keputusanmu? Kau tidak perlu melakukan itu, Nak. Ayah akan mencari cara untuk membayar utang itu,” kata Andrew sedih.
Anna memeluk Andrew erat.
“Ayah tidak perlu khawatir, Anna akan baik-baik saja. Anna janji!”
***
Pagi hari ketika di kampus, Anna tidak bisa fokus sama sekali pada mata kuliah karena masih memikirkan tentang pria yang harus dinikahinya.
Anna menyesal karena dirinya menemui William Dominic saat itu, bagaimana jika saat itu Anna tidak pergi? Pasti tidak akan jadi serumit ini bukan? Padahal dia hanya berniat menolong ayahnya, meskipun semuanya jadi kacau dan tidak sesuai rencana.
Anna menghela napas berulang kali, dan terus melamun di tengah pelajaran.
“Na ... Anna ... Anna?!” Grace - teman baik Anna menyenggol tangannya hingga membuyarkan lamunannya.
"Profesor bertanya padamu," bisik Grace pelan.
Profesor yang sedang mengajar adalah Edgar. Edgar menyadari bahwa Anna tidak memperhatikan pelajarannya dan sengaja bertanya pada Anna.
“Maaf, Profesor, bisa diulang pertanyaannya?” ucap Anna ragu-ragu sambil memaksakan tawa.
'Aish! Memalukan!' batin Anna menggerutu.
“Sebelum pulang, datanglah ke ruanganku!"
Setelah Grace mengaku pada Anna pada hari itu, Anna memutuskan kontak dengan Grace dan tidak ingin menemuinya lagi. Grace memang teman baiknya, namun Grace sudah mengkhianati Anna dan sudah menyebabkan Anna keguguran secara tidak langsung. Sekarang Anna tengah berlatih berjalan dengan bantuan Edgar. Sudah hampir dua minggu dia melakukannya dan dia sudah bisa berdiri sendiri serta berjalan tiga hingga lima langkah. "Sudah cukup untuk hari ini. Kau melakukannya dengan baik," ucap Edgar seraya mengelus kepala Anna. Satu hari setelah keguguran, Edgar memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus. Dia sudah bukan seorang dosen lagi. Sekarang dia memilih fokus dari jabatannya sebagai direktur dan merawat Anna sendiri di rumah. Ya, lagi pula, pekerjaannya sebagai direktur bisa dikerjakan di rumah dan tanpa harus pergi ke perusahaan. Edgar menggendong Anna dan mendudukannya kembali di kursi roda. "Aku ingin ke kamar," ucap Anna. "Baiklah, Istriku." Sejurus kemudian Edgar mendoron
Dua minggu telah berlalu ... Wendy yang menyebabkan Anna keguguran dihukum skors selama tiga bulan. Meskipun Edgar belum puas dengan hukuman itu, namun dia tidak bisa menambah hukumannya lagi karena tidak memiliki wewenang di kampus. Anna sudah keluar dari rumah sakit. Namun, dia belum berbicara sedikit pun bak orang yang bisu. Anna pun kehilangan cara berjalannya. Dokter mengatakan jika Anna mengalami hal itu karena terlalu syok dan stress berat. Setiap malam setelah Anna tidur, Edgar minum alkohol hingga mabuk di dapurnya sendirian. Dia menangis tatkala melihat Anna yang seperti boneka hidup. Tak mengatakan apa pun dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan suatu alat. Sekarang, Edgar sedang bersama Anna di taman. Dia membawa Anna jalan-jalan menggunakan kursi roda untuk menghirup udara segar. "Anna, bukankah bunganya sangat cantik? Jika aku memetiknya, apa kau mau menerimanya?" ucap Edgar. Anna bergeming. Dia diam saja karena memang tidak ingin mengatakan apa pun. Namun, dalam hat
Selang beberapa waktu, ambulans datang dan membawa Anna ke rumah sakit terdekat. Edgar dan Kevin ikut menemani, tetapi tidak dengan Grace. Padahal Grace adalah teman baik Anna. Anna dilarikan ke ICU karena sedang dalam keadaan darurat. Sudah lama sejak dokter memeriksanya, namun belum ada tanda-tanda dokter yang akan keluar dari ruangan. Setelah menunggu beberapa menit kemudian, akhirnya sang dokter muncul dengan raut wajah yang kurang baik. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Edgar segera. "Istri Anda baik-baik saja, namun bayi dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan karena benturan yang cukup keras hingga menyebabkan pendarahan.""Maksud Dokter, istri saya keguguran?" Edgar memastikan perkataan sang dokter. "Benar. Saat saya memeriksanya pun, bayi dalam kandungannya sudah sangat lemah."Edgar kehilangan kata-kata, begitu juga dengan Kevin. Mereka syok mendengar berita buruk ini, namun Anna pasti lebih syok dan sedih mendengarnya. "Dok, saya ingin menemui istri saya,"
Di forum kampus, ada seseorang tanpa nama yang membongkar rahasia Wendy. Karena hal itu, Wendy menjadi ramai dibicarakan. Tatapan-tatapan intimidasi pun diberikan kepada Wendy setiap kali dia berjalan. Wendy, membuka forum kampus dan membaca postingan tersebut. Judulnya 'Kebohongan Besar Wendy'. Di sana tertulis, 'Wendy hanya orang miskin yang berpura-pura kaya di depan teman-temannya. Dia memakai barang mahal dari hasil meminta paksa kepada ayahnya yang hanya pekerja kantoran. Bahkan, ayahnya sudah dipecat karena perilaku kasarnya terhadap seseorang.'Setelah membaca semuanya, rahang Wendy mengeras dan tangannya mengepal. Dia tahu siapa pelaku yang menyebar rahasianya. Siapa lagi kalau bukan Anna! Dengan hati yang penuh amarah, Wendy sontak mencari keberadaan Anna. Dia tak menyangka jika Anna akan mengkhianatinya seperti itu. Padahal Anna berjanji akan menjaga rahasianya jika dia menuruti semua perintahnya. "Awas kau, ya! Jika aku hancur, kau pun harus hancur, Anna!" geram Wendy.
Keesokan harinya, Anna menunggu kedatangan Grace di gerbang kampus. Sudah hampir 15 menit dia menunggu, namun Grace belum menampakkan dirinya sama sekali. Ketika Anna sudah bosan menunggu dan hendak pergi, Grace tiba-tiba turun dari taksi langganannya dengan wajah yang tidak bersemangat. Meskipun begitu, Anna tetap menyapanya dengan riang dan berharap jika temannya itu kembali bersemangat. "Grace!" panggil Anna sembari melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Grace sempat melihat Anna dalam sepersekian detik, namun segera memalingkan wajah. 'Apa dia tidak melihatku, ya? Mungkin aku harus memanggilnya lagi!' pikir Anna kemudian. "Grace! Aku di sini!" panggil Anna lagi dengan suara tak kalah kencang. Nihil. Grace sama sekali tidak menjawab panggilan Anna seperti biasanya.Saat Grace berjalan melewati Anna, dia tiba-tiba berhenti sejenak dan berbisik, "Jangan ganggu aku. Biarkan aku sendirian hari ini."Setelah mengatakan itu, Grace pun melanjutkan jalannya tanpa menoleh sedikit pun ke
Di kamarnya, Anna tengah duduk di atas ranjang sembari menatap ponsel yang ada di depannya. Lebih dari 30 menit dia diam seperti itu. Dia ingin menelpon Grace, namun ragu hingga membuatnya berpikir lama. Grace bukan tipikal orang yang memikirkan pelajaran. Jika dia murung maka permasalahannya ada pada kencan yang dia lakukan dengan Kevin. Namun, apa permasalahannya? "Apa kau akan terus seperti itu?" seru Edgar tiba-tiba. Dia risih melihat istrinya yang diam seperti patung selama bermenit-menit. "Apa menurutmu aku harus menelponnya?" Betapa rumitnya seorang wanita. Para pria tidak pernah memikirkan permasalahan orang lain, jadi Edgar bingung harus menjawab apa. "Lakukanlah seperti yang ingin kau lakukan. Tapi menurutku, lebih baik jika kau membiarkan Grace sendiri. Lagi pula, dia pasti akan menelponmu jika ingin bercerita." "Kau benar. Lebih baik aku tidak menelponnya," lirih Anna. Namun, tampaknya pikirannya berubah dalam seketika. "Tapi, aku harus menelponnya!" Anna meraih
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments