Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka.
Anggara mengendarai mobil menuju rumah sakit. Pria itu bahkan membatalkan pertemuan demi melihat sang putri yang dirawat. Vio dan Kiara pun ikut pergi ke rumah sakit.“Aqeela.” Vio dan Kiara berlari masuk ke kamar perawatan. Dua wanita itu langsung memeluk Aqeela.“Hah!” Bramasta terkejut. Pria itu dengan cepat menghindar agar tidak bersentuan dengan Vio dan Kiara.“Vio. Kiara.” Aqeela benar-benar senang dengan kedatangan Kiara dan Vio. Mereka bertiga berpelukan dan tersenyum bersama.“Ehem.” Vio melihat Bramasta yang sudah duduk di sofa. Pria itu menjauh dari teman-teman istrinya.“Bagaimana kabar kamu?” tanya Vio dan Kiara.“Apa yang terjadi?” tanya Kiara dan Vio lagi.“Tidak apa,” jawab Aqeela.“Apa kamu benar-benar diculik?” tanya Vio.“Tidak. Aku hanya mengalami kecelakaan kecil saja,” jawab Aqeela.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku juga akan segera pulang,” lanjut Aqeela.“Syukurlah.” Vio dan Kiara kembali memeluk Aqeela.“Aqeela bagaimana rasanya Tuan Bramasta,” bisik Vi
Ponsel Aqeela berdering. Panggilan dari dosen Febrino. Gadis itu segera menggeserkan icon hijau.“Halo, Prof.” Aqeela menerima panggilan. “Aqeela, kenapa kamu tidak datang ke kampus? Persiapan sudah beres. Apa kamu tidak ingin melihatanya dan mungkin menambahkan sesuatu?” tanya Prof Febrino. “Maaf, Prof. Aku kurang sehat. Besok atau lusa, aku akan pergi ke kampus,” ucap Aqeela.“Kamu sakit apa?” tanya Prof Febrino khawatir.“Tangan aku tergores saja dan sedikit deman,” jawab Aqeela. “Prof tidak usah khawatir. Aku akan segera sembuh,” ucap Aqeela. “Kamu dirawat di mana?” tanya Prof Febrino.“Hah? Apa?” Aqeela melihat pada Bramasta. Dia meminta izin kepada sang suami.“Ada apa?” tanya Bramasta. “Dosenku ingin menjengukku,” jawab Aqeela.“Apa boleh?” tanya gadis itu dengan manja. “Ya.” Bramasta mengangguk. Pria itu tidak berani mengecewakan Aqeela. Dia sudah berjanji untuk menuruti semua permintaan istrinya kecuali perceraian. “Terima kasih, Om.” Aqeela segera mengirim alamat dan n
Bramasta pindah ke sofa. Dia membuka computer. Beni telah kembali dengan banyak pekerjaan. Nave pun melaporkan hasil penyelidikan tentang penusukan dan penculikan.“Bos.” Nave berdiri di depan Bramasta.“Berbicara pelan-pelan,” ucap Bramasta melihat pada Aqeela.“Jangan sampai membangunkan istriku,” tegas pria itu dengan suara yang juga pelan.“Mm.” Nave dan Beni saling pandang. Mereka tidak pernah melihat Bramasta berbicara seperti berbisik saja. Sang raja seakan takut membuat istrinya tidak nyaman. Apalagi terbangun dari tidur.“Nave dulu.” Bramasta menggerakkan jari telunjuknya agar Nave mendekat dan berbicara pelan.“Penusukan memang rencana Alina. Penculikan dilakukan oleh Elena,” bisik Nave.“Apa? Ah!” Bramasta menutup mulutnya. Dia benar-benar tidak ingin membuat Aqeela terbangun.“Kenapa Elena menculik Aqeela? Para penculik terlihat jelas tidak ingin menyakiti Aqeela. Padahal kita tahu benar bahwa wanita itu sangat kejam.” Bramasta menatap Nave.“Kami belum mengetahui motifnya
Aqeela hanya diam saja. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil yang sedang diurus oleh Omnya.“Apa kamu mau membuka baju sehingga aku bisa membersihkan lengan dan perut?” tanya Bramasta memecahkan kesunyian.“Hah! Apa?” Aqeela terkejut.“Buka baju kamu. Aku akan mengelapnya,” ucap Bramasta.“Tidak usah, Om.” Aqeela menahan bajunya.“Kamu belum mandi dari kemarin. Apa lupa dengan gua yang begitu menjijikan?” Bramasta menatap Aqeela. “Ini sudah diganti dengan baju pasien yang bersih,” ucap Aqeela.“Aku akan memeriksa lengan kamu.” Bramasta membuka kancing piyama Aqeela. “Om.” Aqeela memegang tangan Aqeela.“Tidak usah khawatir. Aku tidak akan menganiaya istriku yang sedang sakit. Aku sangat tahu Batasan dan cukup pengertian. Aku tidak sejahat apa yang kamu pikirkan, Aqeela. Kecuali aku marah.” Bramasta tersenyum.“Aku akan menjaga dan melindungi kamu. Aku berjanji. Tidak akan pernah menyakiti kamu,” ucap Bramasta pelan.“Mmm.” Aqeela mengangguk. Dia melepaskan tangan Bramasta yang me
Jordi membuka mata. Dia menyadari kehadiran Winarta dan Bramasta yang masuk ke kamar Aqeela. Pria itu segera beranjak dari sofa dan berjalan mendekati tempat tidur kakak iparnya.“Kenapa Bramasta sangat betuntung mendapatkan istri cantik dan cerdas? Dia bahkan penuh cinta dan pengorbanan.” Jordi menyentuh pipi Aqeela dan merapikan rambut wanita itu.“Aku menginginkan, kamu Aqeela. Apa bisa?” tanya Jordi mencium dahi Aqeela.“Mm.” Aqeela mengusap dahinya. Dia membuka mata dan Jordi segera keluar ruangan.“Om!” Aqeela berteriak sehingga membangunkan Bramasta.“Aqeela.” Bramasta segera duduk dan menyentuh pipi Aqeela.“Om.” Aqeela memeluk Bramasta.“Terima kasih, Aqeela.” Bramasta memelut erat tubuh Aqeela.“Om. Bagaimana tangan. Om?” Aqeela memeriksa tangan Bramasta.“Aqeela, kamu yang terluka.” Bramasta memegang ke dua tangan Aqeela yang dibungkus kain kasa.“Oh iya.” Aqeela tersenyum.“Kamu tidak boleh membahayakan diri untuk menyelamatkan aku, Aqeela. Aku yang harus melindungi kamu,”
Aqeela tanpa ragu melompat ke posisi Bramasta sehingga pria itu cukup terkejut. Sang istri berusaha mengangkat kembali tubuh suaminya.“Nyonya!” para pengawal sangat terkejut. Mereka tidak menyangka Nyonya muda sangat pemberani. “Aqeela. Kenapa kamu turun lagi?” Bramasta melotot.Aqeela tidak menjawab. Dia membuka ikat pinggang Bramasta dan menyambungkan dengan miliknya. “Apa yang kamu lakukan?” Bramasta memperhatikan Aqeela yang mengikat tubuh mereka berdua dengan ikat pinggang.“Bukankah Om mau kita terus bersama?” Aqeela tersenyum. Dia mengambil kedua tangan Bramasta dan melingkarkan di pinggangnya. Mengikat dengan kemeja pria itu agar tidak terlepas. “Ya.” Bramasta mengangguk bahagia. Pria itu tidak peduli lagi dengan bahaya. Dia percaya pada istrinya yang cerdas.Penembak tidak bisa memfokuskan Bramasta karena ada Aqeela. Mereka tidak mau mengambil resiko menyakiti gadis yang sangat berharga itu.“Kita tidak bisa menempak,” ucap pria dari helicopter musuh. “Gadis itu sangat pe