Terima kasih. Semoga suka. Jangan lupa like dan komentar.
“Aqeela.” Bramasta terkejut melihat Aqeela yang sudah tidak sadarkan diri di kursi.“Kalian nikmati saja pestanya. Aku akan membawa Aqeela pulang.” Bramasta menggendong Aqeela. Wajah wanita muda itu tampak pucat. “Bram, apa kamu sudah….” Kakek menatap Bramasta. “Tidak, Kek. Pasti Aqeela terlalu lelah.” Bramasta keluar dari pintu belakang. Beni dan sang bodyguard mengikuti majikan mereka.“Tidak heran. Pengantin baru. Pasti lembur semalaman. Hahaha.” Para tamu undangan yang merupakan keluarga mulai mengolok Bramasta. “Benar-benar. Mereka sudah sah menjadi suami istri. Ayo kita nikmati pesta ini. Kakek sangat senang karena Bramasta telah memiliki istri.“Hah! Kak Bram benar-benar menikahi Aqeela.” Jordi mengepalkan jarinya. “Tidak mungkin aku memanggil gadis itu kakak. Usia dia masih jauh di bawahku,” ucap Jordi. “Permisi. Aku akan melihat Alina.” Anggara pergi ke ruangan Alina. “Alina.” Anggara sangat khawatir. Dia lupa bahwa putrinya yang lain juga pingsan.“Pa!” Alina berteriak
Alina berjalan mendekati Bramasta. Wanita itu benar-benar sudah tidak sabar ingin menjadi istri dari pria paling mempesona. Lelaki tampan dengan sikapnya yang angguh dan tidak tersentuh. “Bram,” sapa Alina.“Pakaian kamu berlebihan,” tegas Bramasta.“Apa?” Alina terkejut.“Bramasta kapan kalian akan memulai acaranya?” tanya Marlina sudah tidak sabar.“Sebentar lagi,” tegas Bramasta. “Siapa yang ditunggu?” tanya Anggara.“Istriku.” Bramasta melihat ke arah pintu menunggu kedatangan Aqeela. “Alina ada di sini,” ucap Marlina memegang tangan Alina yang berdiri di samping Bramasta.“Aqeela belum datang,” tegas Bramasta. “Apa?” Alina dan Marlina saling pandang dalam bingung.Aqeela masih berada di dalam kamar mandi. Dia memikirkan cara untuk kabur, tetapi itu tidak mungkin. Mereka berada di hotel milik keluarga Bramasta. Tidak ada celah sama sekali.“Aahhhh! Sampai kapan aku terus berada di dalam kamar mandi ini?” Aqeela merengek.“Nyonya, apa Anda baik-baik saja? Apa Anda sakit?” tanya
Para wartawan yang entah tahu dari mana akan pernikahan Bramasta melihat kedatangan mobil Alina yang dihiasi bunga. Mereka segera mendekat.“Itu Dokter Alina. Ayo ambil gambar dan video.” Para wartawan segera mewawancarai Alina yang baru keluar mobil.“Dokter Alina, apa benar Anda akan menikah dengan Tuan Bramasta?” tanya wartawan.“Dari mana kalian tahu kami akan menikah di sini? Pernikahan ini diadakan tertutup,” jawab Alina menutupi wajahnya.“Anda benar-benar beruntung bisa menjadi istri Tuan Bramasta,” ucap semua orang.“Kami sudah lama bertunangan,” tegas Alina tersenyum puas. “Tolong jangan menghambat kami. Alina harus segera masuk karena Bramasta sudah menunggu.” Marlina terlihat tersenyum lebar.“Permisi, kami harus masuk.” Anggara membawa anak dan istrinya masuk dengan bantuan para pengawal.“Selamat dokter Alina,” ucap para wartawan.“Dokter Alina sangat cantik.” Siaran langsung telah disaksikan banyak orang melalui ponsel.Alina benar-benar puas karena akan menikah dengan
Setelah makan malam, kakek pulang. Pria itu hanya ingin memastikan bahwa Bramasta benar-benar akan menikah.“Terima kasih, Kek.” Aqeela dan Bramasta mengantarkan kakek ke depan pintu utama.“Jangan tidur satu kamar,” ucap kakek tersenyum.“Apa?” Aqeela memicingkan matanya pada Bramasta.“Hati-hati, Kek.” Bramasta membuka pintu mobil untuk kakek. Pria itu meningggalkan rumah cucu kesayangannya yang merupakan pewaris dan perintis.“Besok, kita akan menikah. Keluarga kamu akan datang. Karena mendadak, jadi kita hanya acara keluarga saja,” jelas Bramasta.“Hey, Om. Tolonglah. Kita tidak usah menikah.” Aqeela bersimpuh di kaki Bramasta.“Kenapa kamu tidak mau menikah denganku?” tanya Bramasta yang ikut duduk di lantai.“Aku adalah pria yang paling diinginkan semua wanita,” tegas Bramasta.“Pertama karena Om adalah calon suami Kak Alina. Kedua, aku memang tidak berpikir untuk menikah,” jelas Aqeela.“Tidak akan menikah?” Bramasta menaikkan salah satu alinya. Menatap heran pada Aqeela.“Ya.
“Woaah!” Semua berteriak ketika Aqeela menjadi pemenang. Wanita muda itu meninggalkan saingannya di belakang. “Gila, Aqeela. Belum ada yang bisa mengalahkan kamu untuk tahun ini.” Rangga menyambut Aqeela yang turun dari motor. Pria itu merangkul dengan bahagia.“Sayangku.” Vio segera memeluk Aqeela.“Kamu benar-benar membuat semua orang kagum.” Vio mencubit pipi Aqeela. “Aww.” Aqeela masih merasa sakit pada pipinya. “Ada apa, Qeel?” Rangga segera memeriksa. “Tidak apa.” Aqeela tersenyum. Dia selalu berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.“Qeel.” Key ingin memeluk Aqeela, tetapi dihalangi Vio.“Pelit sekali,” ucap Key kesal.Para pemenang naik ke atas podium untuk menerima piala dan hadiah. Aqeela mendapatkan juara satu. Wanita itu benar-benar berbakat secara mandiri karena terbiasa hidup di luar rumah. Jauh dari pengawasan orang tuanya. Dia dibedakan dengan Alina.“Qeel, kamu mau langsung pulang.” Rangga mengikuti Aqeela.“Ya. Kamu lihat! Mereka akan mengejarku.” Aqeela tidak mau be
Alina benar-benar tidak tahu siapa saja teman Aqeela. Dia kesulitan mencari adiknya. Ponsel pun tidak aktiv.“Kemana Aqeela pergi? Kenapa tidak bisa dihubungi?” Alina duduk di kantin rumah sakit. Dia sedang makan siang.“Alina, kemana kamu memindahkan Aqeela?” Dokter Fauzan duduk di depan Alina.“Dia kabur dari rumah sakit,” ucap Alina.“Apa? Bagaimana bisa? Bukankah ada begitu banyak penjaga?” Dokter Fauzan menatap Alina. “Fauzan, kamu tidak tahu. Aqeela itu nakal. Dia punya banyak teman preman. Itu juga yang membuat dia terluka,” jelas Alina kesal.“Aku benar-benar tidak mengenal Aqeela. Padahal dulu dia sangat imut dan menggemaskan.” Dokter Fauzan tersenyum.“Itu dulu. Sekarang berbeda. Apalagi dia tinggal di asrama kampus. Teman-temannya lebih banyak pria dari pada wanita,” tegas Alina.“Jadi, di mana Aqeela sekarang?” tanya dokter Fauzan.“Aku tidak tahu,” jawab Alina.“Dia memang tidak betah di rumah. Jadi, biarlah di hidup bebas di luar sana,” ucap Alina.“Kamu kakaknya, Alina.