Share

Bab 2. Berapa Hargamu

"Anda merebutnya dari saya. Merebut apa yang saya jaga selama ini. Apa Anda lupa?" tanya Alena dengan tatapan nanar.

Cakra terdiam mendengar perkataan Alena, dia tidak mungkin melakukan itu. Ingatannya masih campur aduk. Antara percaya dan tidak jika dia sudah melakukan hal itu kepada karyawannya.

Brakkk!

Cakra memukul pintu dengan kencang hingga membuat Alena terlonjak mendengar pukulan yang cukup keras. Alena meremas pakaian Cakra dengan erat dan itu bisa dilihat oleh Cakra. Pakaiannya yang dia kenakan tadi malam berada di tangan Alena.

"Pembohong! Dasar wanita murahan, pasti kamu yang mengambil kesempatan di saat saya tidak sadar!" teriak Cakra dengan kuat dan keluar dari ruangan tersebut.

Cakra berjalan cepat dan kembali ke ruang kerjanya. Dia membuka pintu ruang kerja dengan kasar. Cakra menghempaskan bokongnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Cakra masih memikirkan ucapan dari Alena mengatakan jika dia merebut kesucian gadis itu.

'Dia bohong, aku yakin. Ini pasti salah!?' batin Cakra dengan wajah yang kebingungan.

Arvin yang mengikuti Cakra ikut masuk ke dalam ruangan, dia masih diam tidak berani mengatakan atau menanyakan apa yang terjadi. Tapi, tiba-tiba, dia mulai teringat apa yang dikatakan oleh Tuan besar yang tidak lain Ayah Cakra kepadanya.

"Maaf, Pak Cakra, saya lancang mengganggu Anda. Saya mendapatkan telepon dari Ayah Anda. Dia meminta Anda untuk ke Resto biasa. Ada acara keluarga," ucap Arvin dengan hati-hati.

"Katakan saya sibuk. Saya tidak mau bertemu dengan siapapun untuk saat ini." Cakra menolak permintaan daddynya untuk bertemu .

"T-tapi, ini penting. Jika tidak saya akan dipecat, itu katanya," jawab Arvin dengan suara lirih.

Ancaman dari bos besar membuat dirinya ciut. Cakra mendengus kesal karena perkataan Arvin. Daddynya kalau sudah memerintah pasti main pecat termasuk asistennya yang berkali-kali dipecat oleh daddynya karena ulahnya.

Cakra menganggukkan kepala mengiyakan apa yang Arvin minta, dia tidak bisa membebankan anak buahnya itu. Daddynya kalau sudah marah semua orang dipecat. Melihat bosnya menganggukkan kepala, Arvin menundukkan kepala bergegas menjalankan perintah dari Cakra.

"Baik, Pak. Akan saya sampaikan ke Tuan besar," jawab Arvin yang bergegas keluar.

Arvin, mengirimkan pesan ke Tuan besar mengatakan jika bosnya setuju untuk bertemu. . Sedangkan, Cakra masih melamun dan mengingat apa yang terjadi tadi malam. Raut wajah Cakra terlihat lebih datar dari sebelumnya seperti menahan beban yang sulit dia katakan.

****

"Bukan inginku menyerahkan diriku ke dia. Aku masih punya harga diri," ucap Alena saat dia ketakutan melihat amarah dari Cakra tadi.

Teman-teman Alena yang masih berdiri di luar segera masuk ke dalam. Mereka penasaran kenapa CEO masuk ke ruangan mereka. Teman Alena mendengar suara orang menangis, dengan cepat mereka masuk ke dalam dan terkejut karena melihat Alena menangis. Keduanya mendekati Alena, mereka penasaran kenapa Alena menangis apa ini ada hubungannya dengan bos mereka tadi.

"Ale, kamu kenapa? Pak Cakra kesini mau apa? Apa dia yang membuatmu menangis?" tanya teman Alena bernama Inez.

"Benar, Ale, si bos dingin itu ke sini dengan raut wajah yang menyeramkan, dia tadi ketemu denganmu ya, mau apa dia? Apa dia marah ke kamu karena tadi malam kamu tidak membersihkan ruangannya sampai bersih jadi kamu dimarahi dia. Benarkah yang aku katakan itu? Kalau benar yang aku katakan, dia sangat keterlaluan, bisa-bisanya marah pada wanita. Kalau tidak bersih, dia bisa sampaikan ke ketua, tidak harus datang dan marah-marah. Kamu baik-baik saja, Ale?" tanya Merry dengan raut wajah yang kesal

Inez dan Merry merasa kasihan melihat mata Alena yang bengkak. Mereka menyangka jika Alena dipukul oleh bos arogannya itu.

"Ale, kamu jangan ke ruangan itu lagi. Nanti, kalau asisten bosnya meminta dibuatkan kopi jangan mau, biar Randi saja yang buatkan. Kamu sabar ya," ucap Inez menyarankan Alena untuk tidak ke ruangan tersebut.

Kedua sahabat Alena memeluknya. Mereka tahu, jika Alena tertekan karena dirinya membuat kesalahan dan dia dimarahi langsung oleh bosnya itu.

"Sudah, aku tidak apa-apa, kita kerja yuk. Nanti kita bisa dipecat, aku baik-baik saja. Lagipula, tugasku sudah ditunjuk di sana jadi mau tidak mau aku harus ke sana. Kalian jangan khawatir ya," jawab Alena meyakinkan keduanya jika dia baik-baik saja walaupun hatinya saat ini campur aduk.

Inez dan Merry pun menganggukkan kepala. Kedua sahabat Alena segera keluar dari ruang dan menuju ke tempat kerja masing-masing. Sedangkan, Alena masih di ruangan OB, dia menunggu apakah bos Cakra atau asisten CEO itu memesan minuman atau tidak.

Kringg! Kringg!

Mendengar suara telepon berdering, Alena segera menjawabnya. "Pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alena dengan sopan.

"Buatkan saya kopi, tidak pakai gula," jawab Cakra singkat. Cakra langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Alena. Alena menghela nafas panjang, panggilan telepon ditutup sepihak oleh Cakra.

Tut! Tut!

Alena menggelengkan kepala dengan kelakuan dari bosnya ini. Belum lagi dia katakan halo sudah main tutup. Alena pun pasrah dan bergegas membuat kopi untuk Cakra.

"Selesai, aku harus segera mengantarkan minuman ini. Kamu bisa Alena, jangan takut." Alena menyemangati dirinya untuk tidak takut bertemu dengan Cakra. Alena segera keluar dan membawa kopi ke ruangan Cakra. Saat tiba di depan ruangan Cakra, sekretaris Cakra melihat Alena. OB yang paling cantik di kantor Diamonds. Alena berjalan pelan, di tangannya terlihat dia membawa nampan berisi minuman.

Tok! Tok!

Alena mengetuk tiga kali pintu ruangan Cakra. Cakra yang memeriksa laporan keuangan segera berteriak dan mempersilahkan Alena masuk.

"Masuk!" teriak Cakra.

Mendengar suara Cakra, Alena perlahan pintu terbuka, nampan yang dipegang oleh Alena gemetar, dia gugup saat berhadapan dengan Cakra. Alena berjalan pelan mendekati meja kerja Cakra.

"I~ini minumannya, Pak" ucap Alena dengan suara gemetar. .

Alena meletakkan gelas di meja dengan tangan gemetar. Aroma parfum Cakra membuat Alena terlena. Entah kenapa wangi parfum Cakra membuat dirinya tenang. Cakra yang merasa ada seseorang di depannya dan tidak beranjak pergi langsung berdehem.

"Ehmmm! Keluar jika sudah selesai." Cakra mengusir Alena untuk keluar dari ruangannya.

Alena tersentak dan bergegas keluar. Saat Alena hendak membuka pintu, suara Cakra kembali terdengar di telinganya.

“Berapapun harganya, akan saya bayar! Tapi, jangan kamu katakan ke orang-orang jika kita pernah tidur bersama. Itu semua kesalahan kecil dan bisa dilupakan dengan sejumlah uang, kan!?”

Perkataan tajam Cakra menghujam telak di hatinya. Alena terdiam di depan pintu, dia masih tidak percaya dengan apa yang Cakra katakan kepadanya.

"A… apa, maksud Anda berkata seperti itu, Pak Cakra yang terhormat?" tanya Alena yang meremas celana kerjanya dengan erat sesaat mendengar perkataan dari Cakra.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Totok Sugianto
kasihan si alena sudah di lecehkan dan di hina lagi
goodnovel comment avatar
Arla
sabar ya ale
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status