"Anda merebutnya dari saya. Merebut apa yang saya jaga selama ini. Apa Anda lupa?" tanya Alena dengan tatapan nanar.
Cakra terdiam mendengar perkataan Alena, dia tidak mungkin melakukan itu. Ingatannya masih campur aduk. Antara percaya dan tidak jika dia sudah melakukan hal itu kepada karyawannya.Brakkk!Cakra memukul pintu dengan kencang hingga membuat Alena terlonjak mendengar pukulan yang cukup keras. Alena meremas pakaian Cakra dengan erat dan itu bisa dilihat oleh Cakra. Pakaiannya yang dia kenakan tadi malam berada di tangan Alena."Pembohong! Dasar wanita murahan, pasti kamu yang mengambil kesempatan di saat saya tidak sadar!" teriak Cakra dengan kuat dan keluar dari ruangan tersebut.Cakra berjalan cepat dan kembali ke ruang kerjanya. Dia membuka pintu ruang kerja dengan kasar. Cakra menghempaskan bokongnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Cakra masih memikirkan ucapan dari Alena mengatakan jika dia merebut kesucian gadis itu.'Dia bohong, aku yakin. Ini pasti salah!?' batin Cakra dengan wajah yang kebingungan.Arvin yang mengikuti Cakra ikut masuk ke dalam ruangan, dia masih diam tidak berani mengatakan atau menanyakan apa yang terjadi. Tapi, tiba-tiba, dia mulai teringat apa yang dikatakan oleh Tuan besar yang tidak lain Ayah Cakra kepadanya."Maaf, Pak Cakra, saya lancang mengganggu Anda. Saya mendapatkan telepon dari Ayah Anda. Dia meminta Anda untuk ke Resto biasa. Ada acara keluarga," ucap Arvin dengan hati-hati."Katakan saya sibuk. Saya tidak mau bertemu dengan siapapun untuk saat ini." Cakra menolak permintaan daddynya untuk bertemu ."T-tapi, ini penting. Jika tidak saya akan dipecat, itu katanya," jawab Arvin dengan suara lirih.Ancaman dari bos besar membuat dirinya ciut. Cakra mendengus kesal karena perkataan Arvin. Daddynya kalau sudah memerintah pasti main pecat termasuk asistennya yang berkali-kali dipecat oleh daddynya karena ulahnya.Cakra menganggukkan kepala mengiyakan apa yang Arvin minta, dia tidak bisa membebankan anak buahnya itu. Daddynya kalau sudah marah semua orang dipecat. Melihat bosnya menganggukkan kepala, Arvin menundukkan kepala bergegas menjalankan perintah dari Cakra."Baik, Pak. Akan saya sampaikan ke Tuan besar," jawab Arvin yang bergegas keluar.Arvin, mengirimkan pesan ke Tuan besar mengatakan jika bosnya setuju untuk bertemu. . Sedangkan, Cakra masih melamun dan mengingat apa yang terjadi tadi malam. Raut wajah Cakra terlihat lebih datar dari sebelumnya seperti menahan beban yang sulit dia katakan.****"Bukan inginku menyerahkan diriku ke dia. Aku masih punya harga diri," ucap Alena saat dia ketakutan melihat amarah dari Cakra tadi.Teman-teman Alena yang masih berdiri di luar segera masuk ke dalam. Mereka penasaran kenapa CEO masuk ke ruangan mereka. Teman Alena mendengar suara orang menangis, dengan cepat mereka masuk ke dalam dan terkejut karena melihat Alena menangis. Keduanya mendekati Alena, mereka penasaran kenapa Alena menangis apa ini ada hubungannya dengan bos mereka tadi."Ale, kamu kenapa? Pak Cakra kesini mau apa? Apa dia yang membuatmu menangis?" tanya teman Alena bernama Inez."Benar, Ale, si bos dingin itu ke sini dengan raut wajah yang menyeramkan, dia tadi ketemu denganmu ya, mau apa dia? Apa dia marah ke kamu karena tadi malam kamu tidak membersihkan ruangannya sampai bersih jadi kamu dimarahi dia. Benarkah yang aku katakan itu? Kalau benar yang aku katakan, dia sangat keterlaluan, bisa-bisanya marah pada wanita. Kalau tidak bersih, dia bisa sampaikan ke ketua, tidak harus datang dan marah-marah. Kamu baik-baik saja, Ale?" tanya Merry dengan raut wajah yang kesalInez dan Merry merasa kasihan melihat mata Alena yang bengkak. Mereka menyangka jika Alena dipukul oleh bos arogannya itu."Ale, kamu jangan ke ruangan itu lagi. Nanti, kalau asisten bosnya meminta dibuatkan kopi jangan mau, biar Randi saja yang buatkan. Kamu sabar ya," ucap Inez menyarankan Alena untuk tidak ke ruangan tersebut.Kedua sahabat Alena memeluknya. Mereka tahu, jika Alena tertekan karena dirinya membuat kesalahan dan dia dimarahi langsung oleh bosnya itu."Sudah, aku tidak apa-apa, kita kerja yuk. Nanti kita bisa dipecat, aku baik-baik saja. Lagipula, tugasku sudah ditunjuk di sana jadi mau tidak mau aku harus ke sana. Kalian jangan khawatir ya," jawab Alena meyakinkan keduanya jika dia baik-baik saja walaupun hatinya saat ini campur aduk.Inez dan Merry pun menganggukkan kepala. Kedua sahabat Alena segera keluar dari ruang dan menuju ke tempat kerja masing-masing. Sedangkan, Alena masih di ruangan OB, dia menunggu apakah bos Cakra atau asisten CEO itu memesan minuman atau tidak.Kringg! Kringg!Mendengar suara telepon berdering, Alena segera menjawabnya. "Pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alena dengan sopan."Buatkan saya kopi, tidak pakai gula," jawab Cakra singkat. Cakra langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Alena. Alena menghela nafas panjang, panggilan telepon ditutup sepihak oleh Cakra.Tut! Tut!Alena menggelengkan kepala dengan kelakuan dari bosnya ini. Belum lagi dia katakan halo sudah main tutup. Alena pun pasrah dan bergegas membuat kopi untuk Cakra."Selesai, aku harus segera mengantarkan minuman ini. Kamu bisa Alena, jangan takut." Alena menyemangati dirinya untuk tidak takut bertemu dengan Cakra. Alena segera keluar dan membawa kopi ke ruangan Cakra. Saat tiba di depan ruangan Cakra, sekretaris Cakra melihat Alena. OB yang paling cantik di kantor Diamonds. Alena berjalan pelan, di tangannya terlihat dia membawa nampan berisi minuman.Tok! Tok!Alena mengetuk tiga kali pintu ruangan Cakra. Cakra yang memeriksa laporan keuangan segera berteriak dan mempersilahkan Alena masuk."Masuk!" teriak Cakra.Mendengar suara Cakra, Alena perlahan pintu terbuka, nampan yang dipegang oleh Alena gemetar, dia gugup saat berhadapan dengan Cakra. Alena berjalan pelan mendekati meja kerja Cakra."I~ini minumannya, Pak" ucap Alena dengan suara gemetar. .Alena meletakkan gelas di meja dengan tangan gemetar. Aroma parfum Cakra membuat Alena terlena. Entah kenapa wangi parfum Cakra membuat dirinya tenang. Cakra yang merasa ada seseorang di depannya dan tidak beranjak pergi langsung berdehem."Ehmmm! Keluar jika sudah selesai." Cakra mengusir Alena untuk keluar dari ruangannya.Alena tersentak dan bergegas keluar. Saat Alena hendak membuka pintu, suara Cakra kembali terdengar di telinganya.“Berapapun harganya, akan saya bayar! Tapi, jangan kamu katakan ke orang-orang jika kita pernah tidur bersama. Itu semua kesalahan kecil dan bisa dilupakan dengan sejumlah uang, kan!?”Perkataan tajam Cakra menghujam telak di hatinya. Alena terdiam di depan pintu, dia masih tidak percaya dengan apa yang Cakra katakan kepadanya."A… apa, maksud Anda berkata seperti itu, Pak Cakra yang terhormat?" tanya Alena yang meremas celana kerjanya dengan erat sesaat mendengar perkataan dari Cakra.Alena menangis di ruangannya, hatinya sakit ternyata dirinya disamakan dengan perempuan yang menjajah tubuhnya hanya karena uang."Aku bukan perempuan murahan. Aku juga tidak mau jika tubuhku disentuh oleh pria yang bukan suamiku," ucap Alena dengan suara lirih dan air mata yang berlinang. Puas menangis, Alena segera menghapus air matanya dan berdiri. Dia mulai bertekad kalau dirinya tidak akan menangis dan akan hadapi masalahnya sendiri apapun yang terjadi. Berbeda, Alena beda pula Cakra yang terus mengingat Alena. Cakra tidak fokus bekerja karena mengingat Alena. Cakra mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa dia harus berada di posisi yang tidak baik, kenapa harus wanita itu pikirnya. Cakra Bramantyo Sastrawinata adalah seorang pengusaha kaya raya. Ayahnya yang bernama Rosario Sastrawinata keturunan Jerman dan Jawa juga seorang pengusaha hebat. Cakra mewarisi bisnis Ayahnya, tapi dia juga memiliki usaha sendiri. Selain itu, tanpa diketahui ayahnya dan orang banyak, Cakra se
"Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon. "Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak. "Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya. "Siap, bos," jawab Arvin. Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana. ***Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada. "Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri. Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya. "Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil te
Cakra tidak berkata apapun. Dia hanya menatap foto yang dikirimkan oleh anak buahnya. Cakra penasaran kenapa dia ke sana. "Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Cakra pada dirinya sendiri. Cakra masih tidak mengerti Alena wanita yang dia minta untuk diawasi oleh anak buahnya ke rumah sakit dan ke poli kandung. Terbesit di pikirannya kenapa wanita itu berada di sana. Tapi, balik lagi ego mengalahkan semuanya. Cakra tidak banyak bicara dia nonaktifkan ponselnya. Pesawat lepas landas menuju Italia. Italia banyak sekali tempat yang indah dan terkenal salah satu tempat di mana Romeo dan juliet berada yaitu kota Verona. Cakra akan ke kota tersebut dia ingin bertemu dengan salah satu mafia di sana yang juga merupakan salah satu sahabatnya. "Bos, Tuan Hansel sudah mengkonfirmasi kalau klan Minamoto saat ini ada di kota yang akan kita datangi. Dari kabar yang saya terima jika dirinya sedang bersama seseorang wanita." Arvin menjelaskan kepada Cakra jika orang yang diincar oleh bosnya ini ad
Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi. "OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra. Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya. "Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati. "Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin. Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Itali
"Baik, bos," ucap anak buah Cakra mengiyakan apa yang dikatakan oleh bosnya. Anak buah Cakra yang mengikuti Alena dan saat ini berdiri di belakang Alena, anak buah Cakra segera maju ke depan. Alena melihat pria bertubuh kekar maju sedikit ketakutan dan mencoba bergeser ke samping. "Mas, sini!" Anak buah Cakra segera memanggil pelayan tadi dan membisikkan sesuatu kepada pelayan tersebut. Mendengar apa yang dibisikkin oleh anak buah Cakra, pelayan tersebut terkejut tapi seketika berubah dengan menganggukkan kepala. Anak buah Cakra menepuk pundaknya dan mundur ke belakang. "Maaf ya, saya mendahului, Nona," jawab anak buah Cakra kepada Alena sambil menundukkan kepala. "Tidak apa, Mas," jawabnya dengan lembut. Pelayan tersebut segera menyiapkan apa yang dikatakan oleh anak buah Cakra. Setelah selesai barulah, pelayan tersebut memberikan kepada Alena. "Mbak, ini pesanannya. Kebetulan sekali, kami ada giveaway dan Mbak mendapatkan giveaway itu. Dan giveaway, saya kasih rendang dan b
Cakra yang memangku Alena melakukan pertolongan pertama dengan menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan Alena yang saat ini pingsan di pangkuannya. "Bangun, cepat bangun. Kenapa kamu pingsan, bagaimana ini," ujar Cakra yang tidak tahu harus berbuat apa. Cakra tidak punya pilihan lain, akhirnya dia menggendong Alena untuk membawanya ke rumah sakit. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan Alena. Anak buah Cakra yang saat ini berada di luar ikut terkejut melihat bosnya menggendong wanita yang mereka ikuti. "Bos, kenapa dengan dia?" tanya anak buah Cakra bernama Bule. "Jaga di sini, saya mau bawa dia ke rumah sakit," jawab Cakra singkat. Bule dan Bejo mendengar jawaban dari Cakra hanya menganggukkan kepala, dia membiarkan bosnya pergi membawa wanita tersebut. Cakra melangkahkan kaki menuju mobilnya sesampainya di mobil, Cakra sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobil. "Sial, bagaimana aku bisa membuka pintu ini, akhh!" Cakra kesal karena dia tidak tahu bagaimana cara mengambil kunci
Cakra semalaman menjaga Alena dia tidak membiarkan Alena sendirian di rumah sakit. Cakra meletakkan kepalanya di samping tangan Alena sambil memegang tangannya. Alena terbangun dari tidurnya, matanya perlahan terbuka. Dia mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling ruangan. Bau obat dan bercat putih itu yang dia lihat saat ini. "Dimana aku, apa aku? Kepalaku sakit sekali," ucapnya sambil mencoba memejamkan matanya kembali mencoba menenangkan dirinya. Saat tangannya ingin digerakkan, Alena merasakan ada sesuatu di sampingnya. Dia melihat ada pria yang tidur sambil memegang tangannya. Alena menariknya perlahan, tapi tarikkannya membuat pria tersebut terbangun dan langsung menatapnya. Alena terkejut dengan apa yang dia lihat, pria yang ada di depannya adalah Cakra, CEO sekaligus ayah dari anak-anaknya. Alena menundukkan kepala ke bawah sambil memilin tangannya. Alena takut untuk bertemu Cakra apa lagi dia tidak mau jika Cakra mengetahuinya hamil. Alena tidak mau dihina lagi seperti w
Cakra terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alena. Cakra memandang lekat Alena dan tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Alena yang gugup segera mengalihkan pandangannya dari Cakra, dia menundukkan kepala sambil memilin jarinya. "Aku sudah katakan. Jika ada yang berbicara denganmu pandang lawan bicaramu bukan malah menunduk," ucap Cakra dengan suara datar yang meminta kepada Alena untuk memandang dirinya. Alena pun mengangkat kepalanya, dia memberanikan diri untuk memandang Cakra. Cakra menghela nafas, dia sudah membuat wanita yang di depannya ini ketakutan. Padahal di awal wanita ini sangat berani untuk memandangnya dan menjawab apa yang dia katakan tapi saat ini Alena malah diam 1000 bahasa. "Kamu ingin bertemu dengan ibumu, kalau begitu keluar dari rumah sakit kita akan ke rumahmu, aku akan mengatakan kepada ibumu jika aku akan melamarmu kalau perlu langsung menikah tidak perlu menunggu lama bagaimana kamu senang?" ta