Share

2. Peringatan

Penulis: Lil Seven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-07 12:14:54

"S-selamat pagi."

Aku mengucapkan sapaan canggung saat hendak duduk di meja makan untuk sarapan. Di sana, sudah ada tiga orang pria dewasa.

Aku mengenali Aaron dan tatapan tidak acuhnya. Pria itu sedang sibuk dengan ponsel, sama sekali tidak menoleh saat aku datang.

Lalu … Aresh.

Wajahku sontak memerah saat mengenali wajahnya. Meski sekarang ia tampak sopan dan rapi, tapi aku jelas mengingat ekspresinya saat beradegan panas di bangunan kecil di belakang rumah ini tempo hari.

“Oh, jadi ini si adik kecil.” Aresh berkomentar ringan saat pandangan kami bertemu. Sudut bibirnya terangkat. “Hai.”

“Halo,” cicitku, sembari berusaha menghapus ingatan.

Bayangan kejadian kemarin, di mana tubuh bugar Aresh berkilau karena keringat, desah panas seorang wanita di bawahnya yang memanggil nama Aresh dengan nada memohon, disertai suasana liar di sekitar mereka....

Membuat aku tanpa sadar menelan ludah dan cepat-cepat menoleh ke arah lain untuk menyembunyikan panas wajahku.

Di saat itulah, aku melihat si pria ketiga.

“Selamat pagi,” sapaku pada orang yang kuduga adalah kakak ketigaku, Arsion. Katanya usianya sama denganku.

“Salam kenal. Aku–”

“Berisik.”

Sosok kakak ketigaku itu menukas sinis. “Merepotkan sekali. Kita benar-benar harus begini?”

“Ayah minta kiriman video,” ucap Aresh singkat. Apa maksud ucapannya?

“Ck.”

Arsion berdecak. Pria itu menyandarkan punggungnya sembari bersedekap. Tatapannya yang tajam melirikku dengan ekspresi tidak suka.

Kenapa semua orang seperti membenciku di rumah ini? Apa salahku?

Apakah karena aku terlambat turun untuk sarapan? Sebelumnya aku tidak tahu kalau anggota keluarga wajib makan bersama. Baru tadi seorang pelayan memintaku turun karena dipanggil oleh ketiga kakakku.

"Lakukan dengan cepat. Aku muak bersandiwara."

Kini suara Aaron membelah udara, aku meliriknya sedikit dari ujung mata. Hawa dingin seakan menyelimuti dirinya, membuat aku merinding tanpa sebab.

Aresh tersenyum tipis dan mulai menyiapkan ponsel miliknya untuk merekam 'sarapan hangat keluarga baru' dan ketiga saudaraku pun mulai berakting sempurna di sana.

"Ayah, jangan khawatirkan apa pun. Adik baru kami aman di sini, kami akan menjaganya," ucap Aresh, sebelum mengakhiri video.

Senyumnya begitu cemerlang dan penuh kasih sayang, seakan-akan sedang menunjukkan kasih sayang tanpa batas padaku.

Begitu video mati, semua berubah kaku seperti semula.

"Aku nggak nafsu makan."

Arsion menggebrak pelan meja, sebelum berdiri, meninggalkan sarapannya yang masih tak tersentuh.

Sebelum pergi, dia melotot ke arahku, alisnya yang indah bertaut dengan bibir cemberut.

"Heh, kamu. Kita sekarang kuliah di tempat yang samaa. Jangan sampai ada yang tahu kamu adikku. Aku malu punya adik gembel kayak kamu!"

Arsion kembali melontarkan kata menyakitkan, membuat aku hanya tersenyum pasrah.

"Aku juga selesai, ada panggilan mendadak," ucap Aresh, ikut berdiri. Sama seperti Arsion, sarapannya juga tak tersentuh.

Sebelum ia pergi, Aresh menghampiriku yang masih duduk. Ia tersenyum begitu manis, sampai kupikir bahwa kakak pertamaku ini berbeda, dia sudah dewasa, pasti tidak akan bersikap kekanak-kanakan seperti Arsion, yang menunjukkan permusuhan terang-terangan padaku.

Mungkin karena merupakan anak pertama, Aresh akan lebih mirip ayah tiriku yang ramah. Meski ia punya sisi yang tak kupahami.

Akan tetapi, ternyata aku salah. Tangan besar Aresh menyentuh pundakku, dan mencengkeram pundakku dengan keras, sampai aku mengernyit kesakitan.

"K-Kak–"

"Adik tiriku sayang, kamu pasti tahu tempat dan tidak akan mencampuri urusanku dengan lancang, kan?"

Aresh masih tersenyum, kepalanya menunduk sedikit dan ia berbisik di samping telingaku.

Kata-katanya sangat lembut, manis dan memabukkan, tapi tubuhku anehnya gemetar hebat.

Merasakan bagaimana cengkeramannya yang semakin kuat di pundakku saat mengatakan hal itu, secara insting aku tahu, ini adalah ancaman.

Apakah Aresh tahu aku tak sengaja melihatnya kemarin?

“A-ah–” desah kesakitan lolos begitu saja dari mulutku karena cengkeramannya menguat. Buru-buru aku mengangguk.

Setelah mendapatkan respons dariku, Aresh melenggang pergi dengan santai, seakan tidak pernah melontarkan ancaman apa pun.

Sepasang mataku berkaca-kaca, sementara kedua tanganku menggenggam erat sendok makan untuk meredam gemetar yang kurasakan.

“Singkirkan wajah sedih itu dan habiskan makananmu,” ucap Aaron tiba-tiba, membuatku mendongak menatapnya.

Tatapan kami bertemu saat Aaron meminum susu di gelas yang ia pegang.

"Ikut aku," ucapnya dengan nada dingin yang menakutkan, sembari mengusap ujung bibir bekas susu dengan jari jempol.

Matanya yang tajam membuat aku semakin ketakutan, ditambah dengan tubuhnya yang tinggi menjulang, membuat gemetaranku semakin tak tertahankan.

Pergi ke mana? Kenapa kata-katanya sangat mencurigakan sekaligus menakutkan!?

Mau dipaksa sekalipun, aku jadi tidak bisa makan. Oleh karena itu, buru-buru aku mengikuti kakak tiriku yang kedua itu.

"M-maaf, kita mau ke mana?"

Dengan suara pelan aku bertanya sambil mengikuti langkah Aaron yang cepat menuju garasi.

Aku masih takut memanggilnya 'kak' karena kejadian kemarin. Aaron hanya diam dan membuka pintu mobil.

"Masuk. Aku tidak punya waktu, kita selesaikan dengan cepat."

Di dalam mobil? Selesaikan dengan cepat? Maksudnya apa!?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Marni Limid
gak nyangka ketiganya gak welcome, penasaran mereka gitu padahal lelaki dewasa
goodnovel comment avatar
Agus Sutejo
mantap ini cerita, mantulll
goodnovel comment avatar
Marssky
Wow...panas ya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   136. Merangkak Ke Dosen Mesum?

    "Apa maksudnya?" Aku bertanya, pura-pura tak tahu meski dadaku berdebar kencang. "Ah, tidak kok, Sherry. Tidak ada apa-apa," jawab salah satu mahasiswi sambil cepat-cepat membereskan laptopnya dan meninggalkan bangku, seakan-akan ada yang disembunyikan. "Aku benar-benar tak mengerti, apa maksud kamu bilang aku mahasiswi favorit pak Samuel?" tanyaku sekali lagi, tapi mahasiswi itu tetap tak menjawab. Beberapa mahasiswi yang tadi melirikku sambil terkikik-kikik, juga buru-buru bangkit dan pergi. "Hey... "Aku berusaha memanggil mereka dan bertanya apa maksud kata favorit yang mereka katakan, tapi tak ada satu pun yang berhenti. "Kenapa firasatku buruk?" gumamku saat melihat gelagat aneh mereka, tapi, tepat ketika aku berusaha menarik napas panjang dan mencoba tidak berpikir terlalu jauh, ponselku bergetar.Aresh, menelepon. Jantungku seketika terasa berhenti berdetak dan kulit tengkukku merinding."Tidak… jangan sekarang," ggumamku panik. Ponselku terus menyala dan telepon Aresh

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   135. Mahasiswi Plus Plus

    "Apa saking tak bisa menahan nafsunya sampai kondisi kamu seberantakan ini? Kamu ini benar-benar memalukan, Sherry!"Mendengar tuduhan tak berdasar Aresh, aku tentu saja langsung menggeleng keras dan menyangkal. "A-apa maksudnya, Kak? Siapa yang mampir hotel, hari ini aku bahkan tidak bertemu Kaiser dan—""Oh, lalu dengan pria mana kamu menghabiskan malam sampai kondisimu seberantakan itu, Sherry? Jangan menipuku, aku jelas bisa melihat kamu baru saja disentuh seorang pria!"Aku terdiam, tak mampu berkata-kata, hanya mataku yang berkaca-kaca lah yang menjawab semua tuduhannya. "Kak...."Rasanya sangat sakit, saat tak ada satupun yang mau mendengar aku bicara dan terus menuduh macam-macam. Mungkin karena tak tahan melihat aku yang hampir menangis, Aresh akhirnya hanya menghela napas dan mengacak pelan rambutnya. "Hah, pokoknya kamu harus fokus kuliah dan mendapatkan nilai tinggi, Sherry. Karena kalau nilaimu turun lagi, hukumannya bukan hanya magang saat liburan semester, tapi lebi

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   134. Pemuas Lelaki?

    Arsion tidak langsung menjawab pertanyaanku. Ia berdiri membelakangi, kedua tangannya mengepal seolah sedang menahan sesuatu. Ketika ia berbalik, sorot matanya tajam, dingin… bukan murka besar, tapi cukup menusukku hingga membuat napasku tertahan."Sion.... "Suaraku serak, menahan tangis. Entah kenapa tatapannya sekarang mengingatkan aku pada hari pertama memasuki rumah ini, di mana tak ada satu pun dari ketiga kakakku yang menerima kehadiranku. Arsion hanya mengangkat satu alis, menatapku seperti melihat sesuatu yang menjijikkan.“Kenapa kamu telepon aku berkali-kali?” tanyanya pelan, tapi nadanya seperti pisau. “Itu... itu karena aku membutuhkan kamu tadi, Sion. Aku… aku takut. Aku—”Belum selesai aku bicara, Arsion memotong. “Takut?” Dia tersenyum sinis, berjalan melewatiku seperti tidak peduli. “Kamu benar-benar takut, atau cuma sedang drama karena kamu terlalu sibuk ngurusin hidup orang lain?”Aku mengerutkan kening, bingung. “Apa maksudmu? Aku tadi benar-benar—”“Double d

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   133. Kamu Kenapa, Arsion?

    "Sion, tolong angkat... tolong angkat.... "Setelah ditolak Claire untuk bicara dengan Aaron, aku mencoba menghubungi saudara tiriku yang lain, Arsion. Aku berulang kali menekan ikon telepon di layar ponselku, jemariku bergetar dan napasku sesak karena panik yang terus menggedor dada. "Arsion… angkat, tolong! Tolong!" gumamku, memohon dengan putus asa saat sekali lagi nada sambung terdengar, panjang, membosankan, dan diakhiri bunyi terputus yang menyiksa. Tidak dijawab. Arsion tak menjawab teleponku. "Kenapa? Kenapa dia tidak mau mengangkat teleponnya?"Aku menggigit bibirku, tak menyerah dan mencoba lagi menghubungi Arsion. Satu kali. Dua kali. Lima kali. Tidak diangkat.“Oke… oke… tenang…” bisikku pada diri sendiri, tapi suaraku sendiri terdengar pecah. Putus harapan. Arsion, kamu di mana, sedang sibukkah? Kenapa tak mengangkat telepon? “Baiklah, aku akan menghubungi Kaiser. Dia pasti angkat. Kaiser selalu mengangkat teleponku,” gumamku, mencoba menelepon Kaiser. Keringat d

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   132. Gadis Kampung Merepotkan!

    Sementara itu... Di ruang tertutup dengan layar monitor penuh data, suara tembakan dari headphone masih bergema, tapi pandangan Aaron tetap fokus. Tugas penyusupan ini sangat berbahaya, ia tahu itu. Sekali salah langkah, hidupnya dan bawahan yang dia perintah, bisa berakhir.Namun tiba-tiba, suaranya Claire terdengar dari mikrofon kecil di telinganya."Boss, Sherry baru saja menelepon. Katanya dia dalam bahaya, tapi saya sudah menanganinya. Anda fokus saja dengan pekerjaan Anda," lapor Claire, yang kini berada di tempat berbeda dengan Aaron. Gerakan Aaron berhenti sejenak saat mendengar laporan Claire, napasnya tertahan tapi ekspresinya tak berubah. "Dalam bahaya?" Aaron bertanya, alisnya terangkat sedikit."Ya, katanya begitu. Tapi setelah saya cek, tidak ada ancaman spesifik. Sepertinya hanya masalah kampus biasa, atau sifat kekanak-kanakannya kambuh. Anda sendiri tahu dia suka panik berlebihan," jawab Claire, sopan tapi terdengar muak saat melaporkan Sherry. "Kamu yakin begit

  • Tiga Kakak Tiriku yang Menggoda   131. Aaron, Tolong!

    "Berani keluar, nilai D. Pikir ulang baik-baik, Sherry," ucap Pak Samuel santai, seraya menaikkan satu alisnya. Seakan-akan aku tak akan pernah berani keluar dari ruangan ini karena ancaman itu. Mataku menyipit melihat seorang dosen yang harusnya mulia, ternyata serendah ini. Kupejamkan mata, menarik napas panjang. "Apa pun konsekuensinya… saya tidak akan pernah menjual diri saya, Pak," ucapku, berusaha terdengar setegas mungkin. Lalu, tanpa menunggu reaksinya, aku mendorong pintu dan berjalan keluar secepat mungkin. Di depan pak Samuel, aku tadi terlihat begitu tegar dan tak takut sedikit pun, tapi sebenarnya, begitu keluar ruangan, seluruh tubuhku gemetaran. Masih sambil menahan gemetar, aku segera berlari melewati lorong kampus, napasku terasa sesak tapi aku terus berlari, ingin kabur secepatnya dari dosen mesum itu. Begitu sampai di pelataran kampus, aku membungkuk untuk mengatur napas yang rasanya seperti hendak putus. "Hah, hah, hah.... " Dengan napas yang masi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status