Share

Syarat dari Arin

Author: Bintang Senja
last update Last Updated: 2022-09-20 06:26:21

"Naima, apa tidak ada syarat yang lain?" tanya Arga. Rasanya syarat yang Naima ajukan cukup berat.

Naima menggeleng. "Tidak ada, mas. Kalau Arin tidak setuju ya sudah, aku tidak memaksa kok."

Arga mengusap wajahnya dengan gusar, syarat yang begitu sulit. Dan tidak mungkin Arin akan menyetujuinya, Arga paham betul sikap calon istrinya itu. Lelaki yang masih memakai kemeja berwarna putih itu menatap istrinya, berharap Naima mau mengerti, tapi rasanya tidak mungkin.

"Ya sudah, besok mas bicarakan sama Arin." Arga pasrah, lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi, lalu membersihkan diri.

Ketika hendak menyalakan shower, tiba-tiba Arga kembali menemukan gumpalan rambut. Jumlahnya memang tidak sebanyak seperti sebelumnya, tetapi hal tersebut tetap saja membuat Arga merasa penasaran dan curiga. Setelah itu Arga memutuskan untuk segera membersihkan diri, ia harus menanyakan langsung kepada Naima.

Usai mandi Arga bergegas keluar, terlihat jika pakaian ganti sudah berada di atas ranjang. Namun Naima tidak ada, mungkinkan ada di lantai bawah. Gegas Arga memakai pakaiannya, setelah itu ia beranjak turun ke bawah untuk mencari istrinya. Setibanya di bawah Arga tidak menemukan Naima, entah ke mana istrinya itu.

"Naima, kamu di mana." Arga memanggil nama istrinya, tetapi tidak ada sahutan. Ia melangkah menuju meja makan, di sana sudah tersedia makan malam. Karena tidak juga ditemukan, Arga mencarinya ke dapur, namun hasilnya sama.

"Naima ke mana sih, kok enggak ada." Arga kembali ke ruang makan. Setelah itu ia memutuskan untuk naik ke lantai atas lagi. Tiba-tiba Arga teringat untuk mengeceknya di kamar putrinya.

Ceklek, pintu terbuka, pandangan mata Arga langsung tertuju pada ranjang. Di mana Naima sudah berbaring di sebelah putrinya, melihat itu Arga melangkah mendekati ranjang. Tidak biasanya Naima tidur di kamar Alifah, apa mungkin marah gara-gara permintaan Arin yang ingin pernikahannya dipercepat.

"Tumben kamu tidur di sini, enggak bilang lagi. Apa kamu marah sama, mas." Arga menjatuhkan bobotnya di sebelah istrinya, ia tahu jika Naima belum tidur.

"Enggak kok, mas. Cuma lagi pengen aja tidur sama Alifah," jawab Naima yang masih membelakangi suaminya.

"Kalau kamu tidur sama Alifah, mas sendirian dong. Padahal malam ini dingin," ucap Arga. Berharap istrinya mau berubah pikiran dan kembali ke kamar mereka.

Tidak ada jawaban, Arga melirik istrinya yang sudah memejamkan matanya. Entah itu sudah tidur beneran atau enggak, setelah itu Arga mencium kening istri dan putrinya. Ia memilih mengalah, tak lupa Arga membenarkan selimut yang menutupi tubuh kedua bidadarinya.

"Selamat malam ya, sayang. Semoga mimpi indah." Setelah itu Arga keluar dari kamar Alifah. Entah kenapa rasanya tak bersemangat ketika Naima tiba-tiba mendiamkan dirinya. Terlebih istrinya memilih untuk tidur dengan putrinya ketimbang dirinya.

***

Pagi menyapa, ketika Arga keluar dari kamar mandi, pakaian kerja sudah tersedia di atas tempat tidur. Lelaki itu tersenyum, padahal semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak lantaran Naima memilih tidur bersama dengan Alifah. Arga pikir istrinya benar-benar marah, tapi dugaannya salah.

"Naima, kamu memang istri yang paling pengertian." Arga bergegas memakai pakaiannya, setelah itu ia turun ke bawah untuk sarapan. Dari kamar sudah tercium aroma masakan Naima, hal tersebut membuat perutnya terasa sangat lapar.

Setibanya di bawah terlihat jika Naima dan Alifah sudah menunggu di meja makan. Gegas ia menghampiri mereka, rasanya tidak sabar ingin menyantap sarapan bersama dengan orang yang sangat Arga cintai. Melihat suaminya datang, dengan cekatan Naima meladeni Arga dan juga Alifah.

"Aroma masakan kamu bikin perut mas lapar," ucap Arga seraya menarik kursi untuk duduk.

"Jangan terlalu memuji, mas. Pasti masakan Arin jauh lebih enak," ucap Naima, mendengar itu Arga hanya tersenyum. Jika dibandingkan sudah pasti kalah, karena Arin hanya pandai berdandan.

Baru saja mereka hendak menyantap sarapan tersebut, tiba-tiba terdengar suara yang tak asing di telinga. Seketika Arga menoleh, terlihat Arin datang bersama dengan Rianty, ibu mertua Naima. Melihat kedatangan mereka yang secara mendadak itu, membuat Naima merasa heran.

"Mama, Arin. Tumben datang ke sini, ada apa." Arga bangkit mencium punggung tangan ibunya, lalu disusul oleh Naima dan juga Alifah.

"Tidak apa-apa, cuma kebetulan saja. Tadi mama niat ke sini, nggak tahunya Arin juga," ujar Rianty.

"Ya sudah kalau begitu kita sarapan bersama saja. Biar aku ambilkan piringnya dulu." Naima hendak melangkah untuk mengambil piring, tetapi niatnya terhenti ketika Arin bersuara.

"Tidak usah repot-repot, aku udah sarapan kok. Kedatangan aku ke sini untuk menanyakan tentang pernikahanku dengan mas Arga. Em, mas Arga udah ngomong kan sama kamu." Ucapan yang Arin lontarkan mampu membuat Naima terdiam. Rupanya calon istri suaminya datang hanya karena masalah itu, pernikahan yang dipercepat.

"Rin, kita bisa bahas masalah itu nanti. Kamu jangan .... "

"Arga sudahlah, biarkan masalah ini Arin yang tangani. Kalau nunggu kamu kelamaan, lagian mama setuju kok kamu dan Arin cepat menikah." Rianty memotong ucapan putranya, seketika Arga diam, lalu pandangannya beralih pada sang istri.

"Kamu tidak perlu khawatir, mas Arga udah ngomong kok. Aku setuju jika pernikahan kalian dipercepat, tapi dengan syarat. Setelah menikah nanti, kalian dilarang untuk tinggal satu atap dan menunda malam pertama, sampai aku dan mas Arga resmi bercerai," ungkap Naima. Seketika mata Arin melotot, begitu juga dengan Rianty.

"Kamu jangan curang ya," geram Arin seraya menatap tajam ke arah Naima.

"Bukankah kamu yang curang, lupa dengan perjanjian yang sudah disepakati. Tapi terserah kamu sih, setuju atau enggak dengan syarat itu," ucap Naima. Seketika Arin terdiam, wanita itu berusaha untuk berpikir.

"Ok aku setuju, tapi aku juga punya syarat. Saat nanti aku dan mas Arga menikah, kamu harus menjadi pelayan. Kamu tidak boleh mendampingi mas Arga seperti wanita lainnya ketika suaminya menikah lagi. Bagaimana? Apa kamu bersedia untuk menjadi pelayan di pernikahan kami," ungkap Arin. Mendengar itu justru Arga yang merasa geram, Arin benar-benar sudah keterlaluan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
makanya Saya bilang keluarga DAJJAL
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
jangan mau Naima enak saja perempuan GATEL ngatur ngatur hidup orang
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Iya naima emank istri yg pengertian sementara arga suami brengsek ndak bs bersyukur
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Video di Hari Pernikahan

    Setelah pesanan tertata di atas meja, pelayan tersebut beranjak pergi, dan ini kesempatan Arin untuk kembali berbicara. Tetapi Arga justru mengusirnya, ia tidak ingin merusak mood makan siangnya. Bukan itu saja, Arga juga khawatir jika kehadiran Arin membuat Zaskia merasa tidak nyaman."Arin lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, aku mau makan," usirnya. Mendengar itu, seketika Arin membulatkan matanya."Arga, kamu ngusir aku. Memangnya kamu tidak ingin tahu siapa dia yang sebenarnya. Aku yakin kalau kamu sudah mengetahuinya, jangankan untuk menikahinya. Mungkin untuk melihatnya saja kamu akan merasa jijik," ungkap Arin, tak lupa tangannya menunjuk ke arah di mana Zaskia duduk.Sedangkan wanita bercadar itu hanya diam dan menunduk, ia sama sekali tidak berani untuk menatap Arin. Tetapi berbeda dengan Arga, justru ia yang merasa kesal dan marah dengan ucapan mantan istrinya itu. Arga memang belum tahu asal usul Zaskia, tapi bukan berarti Arin seenaknya berkata seperti itu."Terserah

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Bertemu Mantan

    Tiga tahun telah berlalu, tiga tahun sudah Naima pergi selamanya meninggalkan suami serta putrinya. Meski sudah lama, tetapi bayang-bayang istrinya masih terus menguasai hati serta pikiran Arga. Sampai detik ini Arga belum bisa melupakan Naima, wanita yang sangat ia cintai.Beberapa wanita sering dikenalkan oleh ibunya, tetapi tak ada satupun yang dapat menarik hati Arga. Bagi Arga, tidak ada yang sesempurna Naima, sangat sulit untuk menerima wanita lain di dalam hatinya. Terkadang di sisi hatinya merasa kasihan dengan Alifah, putrinya masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu."Arga, bagaimana saran mama. Kasihan Alifah, mungkin kamu bisa hidup tanpa seorang istri. Tapi Alifah, diusianya yang sekarang, dia masih sangat membutuhkan seorang ibu. Mama sering merasa sedih setiap kali menjemput Alifah di sekolahnya. Hampir semua teman-temannya dijemput oleh ibunya." Rianty kembali membujuk putranya untuk menikah. Bukan apa, ia merasa kasihan dengan cucunya yang masih sangat m

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Permintaan Terakhir Naima

    Hampir seminggu Naima dirawat di rumah sakit, kondisinya yang sering drop membuat Frans dan dokter Ali melarangnya untuk pulang. Padahal Naima sendiri sudah merasa bosan, mungkin karena efek kanker yang sudah stadium akhir. Membuat kondisi tubuh Naima melemah, bukan itu saja, penglihatannya juga mulai terganggu.Prang, bunyi gelas yang terjatuh membuat Arga yang berada di kamar mandi buru-buru keluar. Terlihat gelas yang ada di meja samping brangkar sudah berada di lantai. Arga menghela napas lalu melangkah mendekati istrinya. Saat ini mereka hanya berdua, lantaran Haris tengah menemani Alifah di rumah."Sayang kamu baik-baik saja kan," ucap Arga dengan raut wajah panik."Aku enggak apa-apa kok, mas. Maaf, gelasnya jatuh." Naima menunduk, penglihatan yang mulai bermasalah membuatnya sering menjatuhkan sesuatu."Tidak apa-apa, udah kamu duduk saja, biar mas beresin ini dulu." Arga jongkok dan bergegas untuk membereskan pecahan gelas tersebut. Sementara Naima tetap duduk dengan perasaan

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Memutuskan untuk Kembali

    Rianty masih diam, namun wanita itu segera melangkah menghampiri putranya. Ia tidak menyangka jika kedatangan Haris akan bertepatan dengan kepulangan Arga. Rianty benar-benar bingung harus berbuat apa, tidak ada kesempatan lagi untuk berbohong, karena mungkin Arga telah mendengar semuanya."Arga kamu sudah pulang." Rianty melangkah mendekati putranya."Arga sudah tahu semuanya, ma. Arga tidak menyangka kalau selama ini banyak kebohongan yang mama sembunyikan," ujar Arga. Mendengar itu seketika Rianty menggeleng."Arga, mama bisa menjelaskannya. Ini tidak seperti yang kamu dengar, mama .... ""Pendengaran Arga masih normal, ma. Dari dulu mama memang pandai berbohong dan bersandiwara." Arga memotong ucapan ibunya, rasanya memang sulit untuk menerima semua kenyataan itu. Arga benar-benar tidak menyangka jika masa lalu ibunya begitu buruk."Haris, ini semua gara-gara kamu, untuk apa kamu datang ke sini hah." Rianty membentak Haris, ia benar-benar kesal dengan ulah laki-laki satu ini."Aya

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Datang Kembali

    "Kenapa aku harus melihat ini, rasanya sakit sekali, bahkan lebih sakit dari penghianatan yang Arin lakukan," gunamnya. Rasanya mata Arga tidak mampu lagi untuk melihat mereka, telinganya pun tak sanggup untuk mendengar apa yang akan Naima katakan.Arga memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut, namun entah kenapa kakinya sangat berat untuk melangkah, seakan ada yang menahannya. Dengan terpaksa Arga akan menunggu beberapa saat, ia juga merasa penasaran dengan jawaban yang akan Naima berikan. Berharap Arga bisa menerima apapun keputusan mantan istrinya.Sementara itu, Naima masih diam, jujur ia juga merasa bingung. Di lain sisi, ia ingin hidup tenang tanpa seorang suami. Tapi Naima juga sadar, jika putrinya masih sangat membutuhkan sosok seorang ayah. Tapi entah kenapa hati kecilnya seperti tidak yakin jika Frans mampu menjadi ayah pengganti untuk Alifah."Naima, bagaimana?" tanya Frans, seketika Naima sadar dari lamunannya. Wanita berjilbab itu mendongak, menatap wajah lelaki yang d

  • Tiga Puluh Hari Sebelum Bercerai   Lamaran

    Arin memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang Naima daratkan. Ia pikir Naima adalah wanita lemah yang hanya bisa menangis, tapi ternyata dugaan Arin salah. Ingin rasanya Arin memberikan pelajaran kepada orang yang sudah berani berbuat kasar padanya. Namun deru mesin mobil membuat dua wanita itu menoleh."Itu kan mobilnya mas Arga, itu artinya mas Arga baru ke sini atau .... " Arin membatin. Matanya terus menatap mobil milik mantan suaminya yang kini berhenti di pelataran rumah.Setelah mobil berhenti, Arga beranjak turun dan melangkah menuju teras. Lelaki berkemeja putih itu terdiam ketika melihat Arin berada di rumah Naima. Untuk apa wanita itu mendatangi mantan istrinya itu, Arga terus melangkahkan kakinya hingga kini ia berdiri di hadapan Arin dan juga Naima."Assalamu'alaikum." Arga mengucap salam."Wa'alaikumsalam." Hanya Naima yang menjawab salam dari Arga, sedangkan Arin, wanita itu hanya diam."Arin, untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Arga. Ada rasa curiga k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status