Share

Tiga Wanita Jagoan
Tiga Wanita Jagoan
Author: MEGAWATI SOREK

Jemuran

"Mak, ada angkat baju gamisku yang dipake waktu kondangan Surti kemaren, Mak?"tanya Ria pada maknya yang terlihat sibuk menyapu dapur.

"Tak ada, kenapa?" Mak balas bertanya lagi.

"Enggak ada ni Mak, mana ya?" ujar Ria sambil membongkar tumpukkan kain yang baru saja diletakkan di keranjang setrikaan.

Kening Ria berkerut mengingat beberapa harian ini, berpikir di mana meletakkannya ataukah terlupa.

Ria berdiri, menuju kamar membuka lemari dan memeriksanya. Tiada menemukan pakaian yang dicarinya.

"Jangan-jangan hilang ndak ya, Mak, apa ada yang mencurinya ya?”

"Ingat-ingat dulu, iya dicuci ndak tadi? atau tergantung di lemari tak?"

"Cuci kok, Mak," pungkas Ria cepat.

Baju gamis itu adalah baju kesayangan gadis berambut panjang. Nyaman dipakai karena bahannya yang adem walaupun harganya tidak terlalu mahal. Warnanya polos serta lembut, sehingga sangat mudah memadukan dengan jilbab warna lain.

Hati gadis itu tak tenang, maknya pun ikut-ikutan mencari sampai membongkar susunan bajunya juga. Mungkin terselip pikirnya.

Akhirnya mereka sampai pada kesimpulan, baju Ria telah hilang dicuri saat dijemur. Mereka menduga hal itu bisa jadi pemulung yang lewat atau preman remaja kampung yang iseng. Mak menyarankan agar Ria ikhlas akan barang yang telah hilang. Mungkin sudah tidak rezeki kata beliau memberikan nasihat bijaknya pada Ria.

Kondisi rumah yang padat, mereka tinggal di daerah kontrakan berleret enam petak. Jemuran semuanya berada di posisi belakang rumah. Semuanya penuh dengan penyewa. Dari sekian rumah tersebut yang sepantaran dengan Ria tidak ada. Kebanyakan penghuninya adalah pasangan yang baru menikah serta memiliki anak kecil-kecil. Ria dan Mak hanya tinggal berdua karena Ria adalah anak yatim sejak usia dua belas tahun silam.

Beberapa hari kemudian, di saat Ria sudah melupakan kejadian tersebut. Pagi sekali, saat Ria membuka pintu depan, ditemukan bungkusan plastik bening yang di dalamnya terlihat baju gamis Ria berlipat dengan rapi. Wangi parfum semerbak, ketika bungkusan itu dibuka. Di antara lipatan baju tersebut ditemukan kertas selembar dengan tulisan tangan menggunakan huruf kapital "MAAF, BAJUNYA KUPINJAM, TERIMA KASIH."

Ria dan maknya menjadi heran setengah mati. Menduga-duga siapa yang melakukan perbuatan tersebut. Apa maksudnya? Mengapa meminjam dengan cara begini? Lalu mengembalikannya?

***

"Assalamualaikum, Ria" terdengar suara yang tak asing di pintu.

"Waalaikumsalam, Bi. Masuk, Bi, dari pasar ya, Bi?" 

"Iya, mana makmu?" tanyanya sembari menyerahkan sebungkus jeruk. Menghempaskan bokongnya ke kursi usang ruang tamu.

"Masih ngosok di rumah Bu Asih, Bi. Kayaknya bentar lagi pulang kok, dah lama soalnya," jawab Ria sambil berlalu ke dapur menyalin jeruk ke dalam mangkok membawanya kembali ke ruang tamu. Setelah menyediakan minuman dingin untuk Bibi. Ria duduk di sampingnya mengupas jeruk.

Bibi Tinah adalah adik satu-satunya mamak Ria. Mereka hanya dua bersaudara. Diusianya yang kepala tiga ke atas masih sendiri. Ia tinggal di rumah peninggalan nenek berkisar lima ratus meter dari rumah kontrakan Ria. Jika Ia ke pasar akan melalui rumah kakaknya, sehingga sering singgah. Kerjaannya hanya dirumah menunggu para tamu yang berobat. Ia memiliki kemampuan supra natural yang tinggi. Sehingga bisa mengatasi masalah tanpa masalah, eh itu slogan pegadaian ya. Hehehe.

Tak berselang beberapa saat Mak pulang.

"Udah lama, Nah?" sapa Mak.

"Barusan, beli keperluan untuk satu mingguan tadi. Ni uang tuk nambah belanja," Bibi Tinah menyerahkan beberapa lembar uang merah kepada Mak.

"Alhamdulillah, murah rezekimu, Nah. Makan siang sinilah. Tadi pagi dah banyak masak ni," tawar Mak.

"Mau cepat ini, nanti ada orang datang. Lanjutan ngambil obat," tolak Bi Tinah.

Mak Ria menceritakan perihal baju yang hilang dijemuran dan dikembalikan lagi dalam keadaan utuh.

"Mana bajunya, bawak sini!" pinta Bi Tinah dengan tampang wajah serius.

Bergegas Ria melangkah ke kamar, mengambil baju gamis tersebut dari lemari. Menyerahkannya pada Bi Tinah.

Bi Tinah yang menerima baju tersebut dengan hati-hati mengeluarkan dari plastik bening. Wajahnya berubah tegang. Matanya terpejam serta mulutnya komat-kamit. Ria beserta maknya yang melihat hal itu hanya diam. Menunggu Bi Tinah melakukan terawangan.

"Astagfirullah!" seru Bi Tinah keras seiring matanya terbuka. Ria dan Maknya pun menjadi terkejut.

"Jangan dipakai lagi baju ini, Ria. Bakar pada malam Jum'at Kliwon dengan bacakan ayat ruqyah, ambil pena biar biBi catatkan ayat-ayatnya," titahnya cepat.

Mak dan Ria tambah jadi penasaran dengan instruksi yang diberikan oleh Bi Tinah. Namun, tak urung langkah Ria cepat mengambil pena dan kertas.

"Memangnya kenapa sama baju ini, Nah?" tanya Mak mewakili penasaran Ria juga.

"Baju ini, dikembalikan balik dengan ada ajian 'serep jiwanya' jika di pakai oleh Ria. Makanya Ria akan berada pada kendalinya. Ini orang sepertinya ingin balas dendam padaku dengan meminjam jiwa Ria," terang Bi Tinah dengan rahang mengeras, matanya menyipit memandang lurus ke depan.

"Kemungkinan ini adalah dia marah karena aku berhasil membuat hancur teluhnya pada pasienku. Cuma aku tak tahu dari arah mana ini. Ada lapis gelap menutupi. Untungnya kakak cerita ini padaku. Kalau tidak Ria dalam bahaya," jelas Bi Tinah panjang lebar.

Ria dan Mak bergidik ngeri. Mak menyimpan kertas yang berisi catatan. Ria hanya terdiam dan sangat merasa bersyukur. Untung baju tersebut belum ada Ria pakai setelah menerimanya kemarin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status