Zia kembali ke Apartemen terlebih dahulu sebelum pergi ke rumah Cassandra. Ia mengepak beberapa potong baju sekedar berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk menginap beberapa hari. Setelah dirasa cukup ia pun segera menyetir mobilnya kerumah sang madu, Cassandra.Sekitar empat puluh menit mobil Zia sampai di pelataran rumah Cassandra yang cukup megah. Satpam membukakan gerbang untuk Zia, kemudian Zia pun segera memarkirkan mobilnya di tempat yang disediakan. Ia berjalan masuk menaiki anak tangga menuju pintu utama dan mengetuk pintunya."Assalamualaikum." Sapa Zia ketika pintu terbuka sempurna."Waalaikum salam, non Zia. Itu Nyonya Cassandra sudah semakin kesakitan, mengerang-ngerang sampai kasian liat tuan Ahmad dipukul dan dijambak tak bisa jauh dari nyonya. Nyonya tidak mengijinkannya." Jelas asisten rumah tangga Cassandra sembari mengantar Zia ke dalam kamar Cassandra."Oh, Zia akhirnya kamu datang. Cassandra lemas tidak mau makan apapun, hanya mengerang kesakitan dan kembali melemas sep
Zia pov"Sekali lagi perhatianmu pada kak Sandra membuatku cemburu. Akankah aku mendapat perhatian yang sama seperti itu kak?" Gumamku."Bibi siapkan ya, nanti saya bawa ke kamar kak Sandra." Titahku pada bi Ijah."Baik non." Jawabnya seraya menyiapkan makanan untuk kak Sandra. Setelah siap aku mengantarnya ke kamar kak Sandra.Sekali lagi aku melihat kemesraan dan perhatian kak Ahmad pada istrinya yang baru saja melahirkan. Kak Ahmad memijat lembut kaki kak Sandra sambil berbincang-bincang ringan. Bayinya masih terus ia gendong seakan tak ingin melepaskannya. Jika aku adalah orang lain, mungkin akan mengira mereka keluarga yang sempurna. Tentu saja mereka memang keluarga yang sempurna meski aku telah ada di tengah-tengah kebahagiaan mereka. Merasa bersalah dan serba salah setiap melihat kebersamaan mereka.Dengan berat hati kulangkahkan kaki masuk ke kamar kak Sandra."Kak ini kamu makan dulu ya." Ucapku sambil meletakkan nampan di meja lipat yang diletakkan di atas ranjang kak Sand
Cassandra povSakit yang muncul seiring dorongan dari bayiku ini rasanya sungguh luar biasa. Setelah menanti selama hampir enam tahun lamanya, akhirnya bayi yang selalu kusebut dalam setiap do'aku akan segera lahir di bumi. Jika beberapa hari lalu rasa takut yang selalu menghantuiku, kini saat kelahiran telah dekat justru aku merasa lebih optimis. Meski begitu ternyata rasa sakit akibat kontraksi membuat nafsu makanku hilang entah kemana. Alhasil kini aku cukup kepayahan. Alhamdulillah, Zia maduku memberiku cairan infus sehingga aku cukup bertenaga untuk mengejan. Meski hubungaku dengan Zia pasang surut kadang akur kadang tidak, aku akui Zia adalah tenaga medis yang profesional. Ia sangat perhatian, cekatan, dan detail dalam menangani pasien. Setiap rasa sakit muncul, aku hanya berusaha mengikuti naluri dan mulai mengejan. Zia dan dokter Aisyah memanduku dalam setiap proses kelahiran bayiku ini. Beberapa kali aku mengejan namun kepala bayiku belum juga keluar. Dokter Aisyah pun denga
Ahmad bersikukuh menjelaskan tentang kondisi Zia melalui sambungan telepon itu, namun aku memilih untuk tidak percaya pada kondisi Zia. Sepertinya terlalu mengada-ada. Aku juga pernah mengandung dan baru saja melahirkan malah. Tapi keluhan seperti Zia tidak terjadi sama sekali padaku. Mungkin ada beberapa orang yang memiliki kondisi kehamilan yang kurang baik namun aku rasa Zia bukan salah satunya, bukannya dia seorang bidan. Mana mungkin seorang bidan tidak bisa menjaga kondisi kehamilannya.Setelah menelepon Ahmad aku berusaha untuk menelepon orang tuaku, berharap mereka bisa menemani aku selama beberapa minggu kedepan. Setelah mengobrol lewat telepon akhirnya mamaku setuju menemani aku tapi papaku tidak bisa ikut karena pekerjaan."Esok mama akan datang, aku harus segera meminta bi Ijah menyiapkan kamar untuk mama. Emh sebaiknya kamar yang digunakan Zia saja. Letak kamar itu bersebelahan dengan kamarku jadi akan ada mama yang siaga membantuku siaga menjaga bayiku." Pikirku dalam ha
"Bukannya ada kak Sandra meski aku nggak lagi bisa menemanimu,Kak?" Tanya Zia sambil mengerutkan dahi."Sayang, kamu dan Sandra sudah hadir dalam hidupku. Tidak mungkin aku sanggup untuk terpisah dari kalian. Kamu memiliki kedudukan yang sama seperti Sandra, maka jika aku sampai kehilanganmu aku nggak sanggup membayangkan. Sudah ah, capek sendu-senduan. Sekarang kamu tidur ya." Ahmad mengecup seluruh wajah Zia sebelum membiarkan istrinya itu tidur. Sekali lagi, Ahmad menenangkan hati dan mengukir senyum di bibir Zia.***Pagi itu Ahmad dan Zia tengah sarapan di rumah sakit sebelum pulang ke rumah Cassandra. Ahmad membeli makan di kantin klinik sedangkan Zia memakan jatah makan paginya yang hambar."Assalamualaikum, selamat pagi, lagi sarapan ya?" Dokter Aisyah datang dan menyapa Zia. Zia dan Ahmad pun membalas salam dokter cantik itu."Zi, kamu pulang hari ini ya? Yakin kamu nggak mau bed rest di sini aja dulu. Kondisimu tuh belum cukup bagus." Tanya dokter Aisyah khawatir."insyaAlla
Ahmad mengiringi Zia menuju ke kamar tempat Zia akan tinggal sementara waktu. Namun didepan kamar,"Itu kamar ibuku, pergilah ke kamar atas!" Perintah Cassandra dengan acuh."Sayang, kasian kalau Zia harus naik turun tangga." Ucap Ahmad sedikit kesal dengan tingkah Cassandra yang semakin kekanakan."Tidak apa-apa kak, toh aku tidak akan banyak keluar kamar. Aku kan masih harus bed rest." Ujar Zia menengahi."Kamu yakin, Sayang?" Ahmad masih kurang yakin akan keputusan Zia.Zia mengangguk pasrah, sedangkan Cassandra memalingkan wajahnya. Ahmad memapah Zia menaiki satu persatu anak tangga hingga menuju lantai dua. Zia memilih kamar paling ujung yang memiliki balkon."Kamu suka kamarnya, Sayang?" Tanya Ahmad."Ya, lumayan aku bisa duduk di balkon kalau aku bosan." Ucap Zia dengan senyuman tipis."Aku tahu kamu kesal dan kecewa dengan sikap Cassandra. Tapi aku sangat bersyukur, kamu bisa tenang dan sabar menghadapinya." Ucap Ahmad sembari mengelus kepala Zia. Zia hanya tersenyum tipis, be
Ahmad mulai melangkah ke arah kamar Cassandra, sayup-sayup terdengar Cassandra tengah membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an dari gawainya dengan isakan disela-sela nya. Ahmad mengintip dari sela pintu yang tidak benar-benar tertutup. Dapat ia lihat dengan jelas bahwa Cassandra tidak sedang baik-baik saja. "Aku kira setelah kelahiran anak kita, kamu akan berangsur membaik, Sayang. Namun nyatanya, rasa sakit mu tidak juga sembuh dengan kehadiran bayi kecil kita yang cantik jelita." Gumam Ahmad dalam hati."Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh, belum tidur Sayang?" Ucap Ahmad seraya masuk dan mendekati Cassandra. Kecupan hangat yang cukup lama ia berikan di puncak kepala Cassandra, agar Cassandra merasa nyaman dan disayangi."Aku menunggumu, bayi kita sudah tidur setelah menyusu, namun biasanya ia akan terbangun lagi selang beberapa jam." Cassandra menjelaskan tentang bayinya." Kamu lelah? Istirahatlah, selagi bayi kita tidur. Nanti jika ia bangun aku akan berusaha menjaganya dulu, ji
Cassandra povSemenjak lahir putri cantikku kurang mendapat perhatian dari ayahnya. Jangankan kasih sayang, namapun belum diberikan oleh Ahmad. Saat hendak mentahnik bayiku, mendadak Zia malah pingsan dan membuat kehebohan sehingga aku harus mengurus bayiku sendirian di malam pertamanya hadir di bumi. Alhamdulillah, keesokkan harinya Mamaku datang dan memberikan cukup banyak bantuan tenaga juga suport untukku. Keberadaan Zia dirumahku membuat perhatian Ahmad terbagi, apalagi menurut mereka kehamilan Zia cukup beresiko. Ditambah dengan kebangkrutan usaha Ahmad, membuat putriku semakin tersisihkan. Esok Rencananya acara aqiqah dan pemberian nama untuk putriku yang cantik.Aku menjual semua perhiasanku, kebetulan penjualnya adalah temanku. Ia kuminta datang ke rumahku untuk proses jual belinya. Setelah proses selesai aku mendapat uang tunai cukup banyak. Aku berniat membuat open house di rumahku ini dan mengadakan pesta besar-besaran untuk aqiqah putri cantik yang telah kunanti kehadiran