Share

Bab 8

Author: H. Putri Hadi
last update Last Updated: 2022-06-06 08:00:27

"Tadi udah Alpukat kocok, tapi sekarang laper lagi. Nggak tau deh akhir-akhir ini aku makan banyak banget." Gerutu Cassandra.

"Nggak apa-apa, kamu kebanyakan pikiran kalik." Balas Ahmad menenangkan Cassandra.

"Iya terus entar aku gendut, terus kamu males deh sama aku." Ucap Cassandra dengan kesal.

"Kenapa sih istriku yang satu ini, bawaannya marah-marah terus. Kalo cemburu bilang dong." Goda Ahmad

"Idiiihh.. kepedean banget." Ledek Cassandra kesal.

"Udah yuk turun, makan bareng Zia juga." Ajak Ahmad pada Cassandra.

Cassandra dan Ahmad turun ke lantai bawah untuk makan siang bersama. Di bawah terlihat Zia sedang berbincang-bincang dengan pegawai restoran.

"Ohh,, baru tiga hari ini toh nikahnya." Ucap seorang pramusaji.

"iya." jawab Zia

"Selamat ya mbak Zia." Ujar pramusaji yang lain.

"Sering-sering kesini mbak, ngobrol-ngobrol lagi gitu." Ucap pramusaji yang pertama.

"Zia, ayo kita makan." Ajak Ahmad, memanggil Zia dari jarak yang masih cukup jauh.

Ziapun menoleh dan mengangguk.

"Kapan-kapan ngobrol lagi ya mbak, mas." Ucap Zia sebelum pergi meninggalkan para pegawai Resto itu yang kemudian mulai mengembangkan opini mereka. Membangun gosip yang bisa diobrolkan disela pekerjaan yang melelahkan, atau saat istirahat makan siang.

Ahmad, Zia, dan Cassandra sudah duduk di satu meja yang berada dipojok. Ahmad sengaja memilih meja yang agak tak terlihat agar leluasa mengobrol dengan para istrinya.

"Mau makan apa nih?" Tanya Ahmad pada kedua istrinya.

"Terserah deh kak, aku sama sekali nggak tau seperti apa makanan timur tengah." Jawab Zia pasrah.

"Cassandra?" Ahmad menekankan pertanyaannya pada Cassandra.

"Oh.. aku ngikut deh. Minta yg paket aja, biar Zia bisa sekaligus nyobain banyak makanan." Usul Cassandra santai.

Ahmad mengangguk dan melambai pada para pramusaji yang siap sedia melayani para pelanggan dan terkhusus para pemilik restoran itu. Secepat kilat seorang pramusaji mendatangi meja mereka.

"Ada yang ingin bapak pesan?." Tanya pramusaji yang datang.

"Kasih menu paket ber 3 ya. Sama tambahin menu baru yang kemarin baru launching. minumannya Air putih aja. Oh ya terus sama Kasih buah ya." Pesan Ahmad pada pramusaji itu.

"Siap pak." Pramusaji itu sigap mencatat dan segera pergi untuk melaporkan pesanan pada bagian dapur.

Setelah pramusaji itu berlalu, Ahmad membuka pembicaraan dengan para istrinya.

"Zia, Cassandra sepertinya sudah saatnya kita berbicara dan saling terbuka satu sama lain karena sekarang kita satu keluarga."

Para istri hanya mengangguk setuju pada suaminya.

"Oke, aku ingin mengusulkan untuk membagi jatah hari bersama. masing-masing tiga hari dan untuk weekend bergantian saja, atau mungkin kita bisa berlibur bersama." Usul Ahmad

"Jujur sebaiknya kita bagi seminggu bersama aku dan seminggu bersama Zia, Bagaimana?" Ujar Cassandra ikut Usul.

"Kalau kamu gimana, Zi." Tanya Ahmad pada Zia.

"Emh, aku sih Terserah sama kak Ahmad dan kak Sandra, Aku anggota paling baru disini. Aku belum tau Bagaimana kondisi, kebiasaan, dan kegiatan di rumah kita seperti apa. Aku rasa aku masih butuh adaptasi lebih banyak. Tapi aku lebih condong pada pendapat kak Ahmad untuk sementara ini, karena aku rasa semakin sering bergantian, Aku bisa cepat adaptasi dan juga belajar dari cara kak Sandra melayani kak Ahmad." Jelas Zia panjang lebar.

"Iya nggak apa-apa. mungkin Zia masih butuh banyak bimbinganmu Sandra, kamu yang lebih paham karena selama ini juga kamu adalah istri yang baik dan penuh tanggung jawab." Ucap Ahmad sedikit memuji Sandra.

Zia pov

Huft, rasanya panas juga mendengar kak Ahmad memuji kak Sandra didepanku. Kulihat kak Sandra merekahkan senyumnya. Tapi ku akui Kak Sandra adalah wanita yang Sholehah. Ia selalu sholat tepat waktu dan juga tidak melupakan sholat sunnah.

Kak Sandra selalu sedap dipandang mata, Ia tampil cantik ketika di dalam rumah, tapi ia menutup wajahnya saat diluar rumah. Kak Sandra jago masak dan tau cara berdandan. Kak Sandra juga mempersiapkan segala kebutuhan kak Ahmad dengan baik.

Terkadang aku sering berfikir, apa bisa aku melayani kak Ahmad sebaik yang dilakukan kak Sandra? Aku tau ini bukan sebuah kompetisi tapi entah apa yang meracuni otakku sehingga aku mulai kompetitif dalam merebut hati kak Ahmad.

"Baiklah, kalau gitu untuk sementara ini kita sepakat bergantian jatah bermalam masing-masing tiga hari ya. dan untuk weekend kita gantian juga aja." Rangkum kak Sandra.

"Oke, nanti kalau Zia sudah beradaptasi dengan baik kita bisa pertimbangkan usulan Cassandra untuk membagi jatah malam seminggu setiap istri." Tambah kak Ahmad.

Selagi seru berdiskusi, pesanan kami pun datang. Meja itu dipenuhi berbagai kudapan yang membuat asam lambungku bergejolak menahan lapar yang tiba-tiba muncul karena aroma wangi rempah dan gurih makanan-makanan itu.

"Yuk dimakan." Ucap kak Ahmad sembari menyendokkan Nasi Briyani itu kepiringku dan piring kak Sandra.

Kami makan dengan lahap sembari mengobrol ringan diselingi guyonan kak Ahmad yang mengakrabkan suasana. Kulihat kak Sandra dengan anggun menyuap makanannya dan menyelipkannya kedalam cadar yang dipakainya. Cara makannya anggun. bahkan untuk hal sesepele itupun aku kagum pada maduku itu.

................

Seusai makan kamipun bertolak pulang kerumah. Sebelum pulang kami menyempatkan untuk mampir ke sebuah mall terdekat untuk shalat duhur dan berbelanja beberapa kebutuhan.

Di supermarket mall itu kak Sandra dengan sigap memasukkan beraneka macam sayuran, daging, buah dan juga beberapa kotak telur. Kak Ahmad memilih-milih roti dan selai juga beberapa obat-obatan. Sedangkan aku pergi kearea kosmetik untuk membeli makeup.

Jujur aku kebingungan dan hanya berputar-putar saja. kucoba baca tulisan dibalik kemasan dan kukembalikan lagi, hingga kak Sandra mendekatiku.

"Mau beli apa?" tanya kak Sandra

"hehehe, aku juga nggak tau kak. Aku sama sekali nggak tau apa-apa soal makeup." jawabku malu.

"Mau aku bantu?" Kak Sandra menawarkan bantuannya.

"boleh." jawabku dengan senang hati.

"Nah karena kamu masih belajar, aku saranin beli ini aja." Ujar kak Sandra sembari mengambil sebuah makeup palet yang bentuknya seperti buku.

Aku memperhatikan kak Sandra dengan baik, Suaranya merdu dan ramah. Aroma tubuhnya khas, seperti bau oud dan melati. Semua tentang kak Sandra selalu membuatku cemburu. Cemburuku juga karena sikap lemah lembut dan perhatiannya padaku. Oh mengapa aku terjebak dalam pernikahan ini. Tapi terkadang aku juga bersyukur berada di pernikahan ini bersama mereka.

"Lihat ini, didalamnya sudah lengkap. Ini untuk mata, ini untuk pipi, ini bedak, dan juga ada lipstik nya ada banyak warna. jadi kamu nggak usah bingung lagi." Jelas kak Sandra padaku.

"Oh oke kak, makasih." Ucapku padanya.

"bukannya Ahmad udah beliin kamu beberapa makeup?" Tanya kak Sandra.

"Iya, tapi karena satuan dan nggak ada yg jelasin aku jadi bingung.hehehe." jawabku terkekeh.

"Ya udah kapan-kapan aku ajarin ya." Ucap kak Sandra kemudian.

Aku mengambil palet itu, pelembab, body lotion dan beberapa makanan ringan. Aku suka sekali mengemil, walau terkadang takut juga kalau badanku membengkak karena kebiasaan buruk ini.

Setelah selesai dengan semua belanjaan, kami menuju kasir dan kak Ahmad membayar belanjaan kami. Setelah itu kami memutuskan untuk Shalat Ashar terlebih dahulu sebelum pulang kerumah.

Setelah shalat Ashar, kami naik ke parkiran dan berangkat pulang kerumah. Saat itu gerimis mulai turun, langit nampak gelap, Angin bertiup agak kencang. Kami bertiga terdiam di dalam mobil. Kak Sandra duduk didepan disamping kak Ahmad. Sedangkan aku duduk dibelakang bersama tas belanja yang menumpuk disebelahku.

Sekitar empat puluh lima menit berlalu Akhirnya kami sampai di parkiran gedung apartemen kami. Aku dan kak Sandra keluar sambil menenteng beberapa belanjaan, dan kak Ahmad menyiapkan troli untuk membawa semua belanjaan ke atas.

Sesampainya di apartemen, aku memutuskan untuk istirahat di kamarku. Sedangkan kak Sandra dan kak Ahmad mengobrol di dapur. Aku segera mandi untuk menghilangkan gerahku. Kemudian kuambil gamis rumahan yang nyaman dan beranjak ke pembaringan. Niat hati ingin sekedar scrolling media sosial, namun entah sejak kapan aku terlelap.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 55

    Zia meraup udara sebanyak yang ia bisa. Rasa sesak dan menghimpit dada mengingat luka yang berusaha ia sembuhkan selama berbulan-bulan kebelakang. Tak berani menatap wajah kakak-kakaknya, Zia terpekur menundukkan kepalanya. "Kita pasti dukung kamu Zi, Insyaallah." Layla menggenggam tangan Zia."Beri Zia sedikit waktu lagi untuk berpikir Kak." Lirih Zia. Ia menggigit bibirnya hingga tercium bau besi karena darah yang tak sengaja keluar dari luka gigitan itu. Sungguh Zia bertahan agar air mata tak luruh di depan kakak-kakaknya."Jangan menyiksa diri Dek, kamu berhak bahagia." Salwa menguatkan sang adik."Toh kalian sudah bercerai, dan masa Iddahmu juga telah berlalu. Saatnya kamu berdamai dengan keadaan dan segera meresmikan perceraian kalian di pengadilan." Shofiyyah ikut menambahkan."Aku masih belum siap Kak, maaf." Bantah Zia masih tertunduk lemah."Pikirkan sekali lagi, Zi. Kakak-kakakmu ini tidak menginginkan yang macam-macam. Mereka ini ingin agar kamu juga ada yang menjaga. Aya

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 54

    Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Setelah menyelesaikan segala pembagian waris dan menyusun rencana awal untuk pembangunan pesantren dan masjid kelima bersaudara itu mengajak para suami mereka bergabung lagi."okay kita ajak para suami gabung deh yuk.. biar mereka juga tahu dan dukung semua yang udah kita rencanakan." Ucap Salwa."Bang, yuk gabung lagi sini. Kita udah kelar musyawarahnya." Pangil Layla pada suaminya.Zia dan Bilqis masuk ke dalam rumah untuk membuat minuman hangat dan mengambil sisa cemilan yang bisa menemani mereka menghabiskan malam dengan obrolan panjang dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan keluarga mereka. "Nih kak, coklat hangatnya. Sama tadi didalem tinggal sisa ini doang makanannya." Zia menyodorkan nampan berisi coklat hangat dan bolu kukus buatan Bilqis."Oke, secara garis besar gitu lah bang. Rencana kita soal tanah Ayah yg di desa itu." Jelas Shofiyyah pada para suami."Makasih dek." Salwa tersenyu

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 53

    "Anak-anak udah tidur semua Kak." Ucap Zia sekembalinya dari mengecek ruang tengah yang menjadi kamar tidur darurat tempat seluruh keponakannya tidur. Tak lupa zia menyalakan difuser dengan aroma lavender agar para pasukan kecil tidur nyenyak dan terbebas dari nyamuk. "Ya udah yuk kita langsung saja ke intinya. Ada beberapa hal yang akan kita bahas sekarang." Ucap Layla pada semua orang yang kini duduk berkeliling di meja makan yang sengaja digeser ke taman samping untuk acara bakar-bakaran tadi. Di belakang mereka alat barbeque sudah dipadamkan.Setelah mendapat anggukan dari seluruh keluarga, Layla mempersilahkan suaminya, Zahfran untuk menggantikannya berbicara."Jadi gini dek, sebelumnya kenapa aku kumpulkan kalian semua disini salah satunya adalah karena wasiat almarhum Bapak. Karena kebetulan saya yg ada didekat beliau ketika beliau hendak berpulang dan beliau berpesan untuk saya sampaikan ini kepada kalian semua." Zahfran menghela nafas sejenak kemudian melanjutk

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 52

    Author POVSemenjak kepergian buah hatinya, Zia memutuskan untuk pulang kerumah almarhum orang tuanya. Ia menempati kamar lamanya, dan tinggal bersama kakaknya, Bilqis. Seluruh barang di apartemen juga diangkut kerumah itu. Hari demi hari, bulan demi bulan Zia mulai bangkit dari keterpurukannya dan berusaha menata hidupnya saya hampir berantakan semenjak kehilangan bayi laki-lakinya itu. Bilqis terus menguatkan sang adik agar bisa kembali menghadapi hidupnya dan mengikhlaskan kepergian Hamzah. Meski berat namun usaha dan do'a Bilqis membuahkan hasil."Zi, yuk sarapan terus siap-siap karena kita sekeluarga mau ngumpul disini buat diskusi. Kita harus belanja buat bikin makanan dan cemilan yang banyak. Soalnya pasukan kita kan banyak hehehe." Ajak Bilqis pada Zia."Iya Kak." Jawab Zia singkat dengan senyuman merekah. Tentu Zia sangat senang menyambut kakak-kakak yang sangat menyayanginya dan para keponakannya yang lucu-lucu. Zia dan Bilqis cukup sibuk hari itu membuat beraneka ragam kuda

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 51

    Ahmad povAku melangkah lebar menjauh dari ruang inap Zia. Setengah berlari kulangkahkan kaki keluar rumah sakit, berjalan terus menjauh sambil terus beristighfar dalam hati. Mungkin setengah jam sudah aku terus berjalan tak tau arah hingga sampai di alun-alun kota. Aku melamban menyadari telah cukup jauh berjalan, aku putuskan masuk ke masjid di sebrang alun-alun. Menapaki tangga sambil mengamati sekitar.Nampak keluarga kecil bahagia, sang ibu memegang sekantung jajanan yang disuapkan bergantian kemulut anak-anaknya. Sedangkan si bapak duduk sambil berceloteh menceritakan sesuatu yang diperhatikan sangat oleh istri dan kedua anaknya. Bahagia, diiringi tawa disela cerita si bapak. Pemandangan yang syahdu dikala hati ini tengah remuk redam mendapati berita yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.Kotolehkan pandanganku kearah lain, nampak gadis-gadis muda bercengkrama sesamanya. Disudut lain, sepasang pasangan tua yang tengah saling menopang menaiki tangga bersama dengan senyum mengemb

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 50

    Malam menjelang, kini tinggallah aku dan suamiku di ruang rawat inap ini. Masih dalam suasana yang sulit digambarkan, antara sedih, senang, dan khawatir. Namun satu hal pasti yang aku berusaha yakini, bahwa segala sesuatu yang terjadi padaku kini ialah kehendak Allah. Qodarullahu wa masya'afala, maka aku hanya berusaha menerima apapun yang akan terjadi padaku maupun pada bayiku. Meskipun kondisi bayiku tak banyak perkembangan namun aku masih sangat berharap ia bisa bertahan dan hidup menjadi anak yang shaleh. Tak banyak harapan yang aku inginkan untuk bayi kecilku itu. Cukup hidup dengan keimanan yang teguh, sehingga bisa menentukan langkah yang benar dalam hidup ini. Tahu batas halal dan haram sehingga tidak mengambil jalan yang salah bahkan menerjang yang haram demi mengejar sesuatu yang melekat sifat dunia padanya."Sayang, tidurlah. Jangan terlalu lelah nanti asi kamu sulit keluar, katamu ingin membuat stok asi untuk bayi kita." Ujar kak Ahmad mengelus kepalaku yg terbungkus bergo

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 49

    Zia povAzizah satu kata yang melekat pada diriku, ia adalah namaku. Satu-satunya hadiah terindah dari almarhumah ibuku. Beberapa hari setelah melahirkanku ia meninggal dunia karena komplikasi pasca melahirkan. Setelah kepergian ibuku, Ayah dan kakak-kakakku lah yang memberiku kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga. Aku tak pernah merasa kekurangan sedikitpun selama ini. Aku tumbuh menjadi seorang gadis periang karena begitulah karakter yang dibangun oleh keempat kakakku.Dibesarkan oleh seorang ayah pekerja keras membuatku menjadi seorang gadis mandiri dan cukup cakap dalam mengatasi masalah. Semua sifat dan kepribadianku tak lain adalah didikan ayahku yang keras dan tegas namun juga penyayang. Ayah seorang pengusaha kecil dibidang travel umroh. Ia membangun usahanya dari bantuan modal seorang temannya. Ayahku sempat mengalami kolaps ketika itu aku baru saja lulus sekolah menengah atas. Aku terancam tidak kuliah, padahal aku sangat ingin menjadi seorang bidan. Pekerjaan yang ku

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 48

    "Sayang, jangan sia-siakan kesempatan ini karena kali ini aku sangat bersemangat untuk menyambutmu." Ucap Zia dengan nada menggoda membuat Ahmad semakin tak sabar untuk segera memulai serangan cintanya."Jangan salahkan aku kalau aku hilang kendali, kamu yang memancingku Zia." Racau Ahmad dengan mata sayu.Mereka berdua pun memadu kasih dalam indahnya ibadah. "Kak sudah mau magrib, ayo bangun kita belum sholat ashar." Ucap Zia sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk selepas mandi junub."Iya Sayang." Ahmad segera beranjak dan mandi dengan cepat.Ahmad mengimami Zia untuk shalat ashar kemudian disambung dengan shalat magrib saat adzan selesai berkumandang tak lama setelah mereka menyelesaikan sholat ashar."Tumben kak Ahmad nggak ke masjid? Bukannya wajib ya Kak untuk laki-laki sholat berjamaah di masjid?" Tanya Zia sambil melipat mukenanya."Diluar sedang hujan gerimis, Sunnahnya jika hujan turun kita melaksanakan shalat di rumah saja, dan tidak perlu ke masjid." Jelas Ahmad pada

  • Tinggal Seatap dengan Maduku   BAB 47

    Selepas sholat di masjid, Ahmad berniat berjalan-jalan pagi ke arah taman dimana sering ada penjual bubur ayam dan aneka jajanan Ahmad ingin membeli bubur untuk sarapan orang rumah sekaligus mencari keringat agar segera datang rasa kantuk."Pa, Ahmad mau cari bubur dulu. Buat sarapan orang serumah. Papa balik aja duluan." Ijin Ahmad pada mertuanya."Ya sudah Papa duluan ya." Jawab papa Cassandra.Sembari berjalan Ahmad mengambil jalan memutar mengitari area tepian perumahan di bagian belakang. Pemandangan danau yang indah dan pepohonan yang rindang menyejukkan mata membuat bibir tak hentinya mengucap masyaAllah. Ahmad terus berjalan hingga keluar gerbang perumahan bagian belakang berbelok kearah perumahan cluster yang masih satu pengembang dengan perumahan tempat rumah Cassandra dibangun. Bentuk rumah-rumah di cluster itu lebih kecil, berlantai satu dengan halaman yang tidak terlalu besar namun tertata dengan baik sehingga nampak cantik dan nyaman dipandang mata. Untuk port mobil kira

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status