Suara bel pintu berbunyi, membuat Rani bergegas pergi ke depan dan melihat siapa yang datang. Gadis itu membuka pintu dan terkejut melihat saudara perempuan Saka sudah berdiri di depannya.
"Hay Rani, Saka ada?" Belum sempat Rani menjawab, Zelinda sudah berjalan mendekati mereka. "Ada siapa Rani?" Zelin yang penasaran berjalan keluar rumah juga dan melihat seorang wanita nan cantik berdiri di ambang pintu. "Eh, ini nyonya, ada nyonya Stela" Ucap Rani canggung. Stela adalah kakak tertua Saka, wanita itu memang terkenal tempramen dan tak segan memaki siapapun yang menurut nya tak sesuai dengan kelasnya. "Hay Zelinda, wah sepertinya kamu sangat menikmati hidup barumu ya?" Stela menatap Zelin dengan sinis, memperhatikan paras ayu Zelinda sembari menilai caranya berpakaian. Zelinda sama canggung nya dengan Rani hingga tanpa sadar dia juga memperhatikan wajah Stela yang begitu mirip dengan Saka. Dua kali mereka pernah bertemu, dan Zelinda masih tak bisa bersikap baik dengan wanita di depannya itu. "Di mana Saka? apa kamu tak ingin mempersilahkan kakak iparmu ini masuk?" Stela menaikkan kedua alisnya, ia merasa tak suka Zelinda memperhatikan dirinya sejak tadi. "Oh, maaf mbak...." zelinda menyingkir dari ambang pintu. "Mbak? Kau kira aku pembantumu apa!" Stela memotong dengan kesal kalimat Zelin, wanita itu masuk dengan tatapan sinisnya. Zelinda mengigit bibir bawahnya dengan takut, ia tau sudah salah bicara. "Maaf kak, aku tak bermaksud begitu.. Silahkan duduk dulu kak. Ucap Zelin dengan wajah tak nyaman. Stelah melangkah ke ruang tengah dan duduk di sofa, dia latas menatap meja makan yang terlihat sedikit berantakan. "Apa dia sudah bangun?" Zelin menggigit' bibir bawahnya lagi dengan cemas, dia bimbang bagaimana harus menjelaskan pada wanita judes di depannya itu. "Begini, jangan salah paham padaku, aku tak bermaksud mengganggu hari kalian. Aku bawa proposal penting, sangat penting untuk bisnis kami, jadi bisa tolong bangunkan Saka sebentar?" Zelin melihat ke arah dalam rumahnya, mengusapkan tangannya ke kedua paha dengan canggung dan masih berusaha tersenyum meski terlihat begitu kikuk. "Jika saja aku bisa membangunkannya kak." Ucap Zelin lirih, ia tak bisa lagi menggatakan apapun. Kedua alis Stela terangkat bersamaan, ia berpikir sejenak apa maksud dari ucapan Zelinda padanya. "Apa terjadi sesuatu?" Tanya Stela, kali ini wajahnya sangat serius. Zelin hanya tersenyum dan mengusap kedua lengannya sendiri. "Tidak, bukan begitu. Em, kak Stela, bagaimana ya aku harus mulai bicara." Ucap Zelin ragu. "Katakan saja apa yang terjadi. Dengar, aku bukan paranormal yang bisa menebak sesuatu. Apa Saka melakukan sesuatu yang keterlaluan?" Stela bertanya dengan singkat, dia lebih tertarik mencari tau apa yang terjadi semalam antara Zelin dan Saka adiknya. Pertanyaan itu kembali membuat zelin terdiam, berusaha dia menutupi segalanya, namun air mata yang coba di tahan tak lagi bisa di bendung. Zelin duduk di teras rumah Saka, menunduk dan terus mencoba menghapus air mata dengan ujung lengan kardigan yang ia kenakan. "Jika saja aku tau dia di mana Saka berada sekarang aku akan bilang. Sayangnya aku tidak tau di mana Saka berada sekarang kak, mungkin lebih tepatnya sejak semalam aku tak tau kemana mas Saka pergi." Jawaban lirih dari Zelinda membuat kedua tangan Stela terkepal, dia tak menyangka Saka masih akan membuat masalah di malam pernikahannya. Stela bahkan sudah bisa menebak kemana lelaki saudaranya itu berada sekarang. Stela adalah perempuan yang dingin, ia memang tak terlalu suka dengan pernikahan Zelinda dan Saka, namun dia juga tak mau adiknya membuat masalah di hari pertama pernikahan mereka. "Meninggalkan istrinya di malam pertama? Bocah tak tau diri!" Ucap Stela kesal. "Apa kak Stela tau kemana mas Saka pergi?" Zelinda nampak berharap Stela bisa memberinya jawaban. "Entahlah, aku tak yakin. Saka bisa ada di mana saja, yang jelas dia tak mungkin pulang ke rumah orang tua kami kan? Dia akan mendapat masalah besar jika sampai mama tau kelakuannya!" Zelin mengangguk dengan cepat, setuju dengan ucapan Stela. Saka tak akan mungkin pergi ke tepat orang tuanya. "Mama pasti marah jika tau mas Saka tak bersamaku sekarang, jadi mana mungkin mas Saka pulang ke sana." Ucapnya lirih. Zelinda menghela napas dengan berat. " Aku tak kenal siapapun teman bahkan sahabat mas Saka, bahkan apa yang dia suka, apa yang dia mau. Mungkin aku juga yang salah menerima pernikahan ini tanpa mau tau siapa calon suamiku lebih dulu. Andai saja aku punya pilihan." Ucap Zelin lirih, namun Stela masih bisa mendengar nya walau pelan. "Jangan membuat aku merasa kasihan padamu, aku tak mau terlibat denganmu dan Saka lebih jauh. lagi pula pernikahan ini terjadi karena kau dan Saka sama-sama setuju kan? jadi jalani saja tanpa harus terlihat kasihan di hadapanku." Stela mengusap wajahnya dengan kesal. ia tak habis pikir jika kedatangan nya justeru harus membuatnya terlihat dengan tingkah adik lelakinya itu lagi. "Harusnya aku tak kesini!" ucapnya kesal. Stela menatap ke arah Zelinda yang masih terdiam. "Aku bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Tapi karena ini menyangkut nama baik keluargaku, sepertinya aku memang harus turun tangan!" Stela berdiri dari tempatnya duduk, wanita itu membetulkan kemejanya yang terlipat, lalu mengambil proposal nya dari atas meja. "Aku akan coba cari tau di mana Saka berada, tapi sebelum semua jelas tolong jangan beritau siapapun. Paham!." Stela menatap tajam ke arah Zelinda. Dengan cepat Zelinda menganggukkan kepala, dia juga tak mau dapat masalah jika saja tiba-tiba ada yang datang lagi ke rumah ini. "Aku akan cari di mana Saka sekarang, tapi aku mencarinya bukan karena aku perduli padamu, paham! Aku mau mencarinya karena memang apa yang dia lakukan salah!" Zelinda menganggukkan kepalanya lagi, tapi kemudian dia merasa sedikit ragu. "Apa tidak apa-apa aku minta bantuan kak Stela?" Dia bertanya dengan hati-hati. "Aku yang ingin mencarinya, bukan kamu yang meminta bantuan, jadi tak perlu merasa tak enak padaku." "Terimakasih kak." Zelinda mengucapkannya dengan lirih. meski dia tau Stela tetap terlihat tak terlalu suka padanya. Entah karena apa. Stela berjalan keluar dari rumah Saka, menerobos gerimis kecil yang turun sejak fajar. dirinya tak bisa lama di sana, dia tak bisa juga menahan amarah karena tak melihat Saka ada di tempat yang seharusnya. Terlalu banyak masalah yang terus di lakukan anak itu selama ini. "Anak itu memang harus di beri pelajaran, akan aku pastikan dia tak akan membuat masalah lagi setelah ini!" Ucapnya kesal latas menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Saka. ****Malam begitu cerah, bintang banyak bertaburan di langit dan angin pantai seolah menambah kesan romantis pada malam itu. "Pelan-pelan." Ucap Saka menggandeng tangan Zelinda yanv sengaja dia minta untuk menutup mata. "Kita mau kemana?" Tanya Zelinda dengan perasaan tak menentu. "sabar dulu, kita hampir sampai." Ucap Saka dan terus menuntun Zelinda ke arah tampat mereka akan makan malam bersama. Sampi di sebuah gazebo dekat pantas, Saka membuka penutup mata Zelinda. Dengan mata yang sedikut kabur, Zelin berusaha meluhat apa yang kini ada di depannya. Sebuah meja makan bulay dengan taplak putih bersih sudah ada di depannya. lilin merah menyala di tengah meja dengan makanan pembuka yang mencuri perhatian karena bentuknya yang cantik. "Apa ini?" Zelinda bertanya dengan jantung berdegup kencang, diamerasa binggung sejaligus bahagia melihat apa yang saka usahakan untuknya malam ini. Saka menarik kursi makan dan mempersilahkan Zelinda duduk, merapikan gaun wanita itu dan barulah dia d
Saka berjalan cepat ke arah hotelnya, melewati hamparan rumput yang cukup luas, dia masuk dari area kolam renang yang tak terlalu ramai. Sebelum sampai ke dalam hotel, dirinya sudah melihat Zelinda berdiri dengan tatapan binggung seolah sedang mencari seserang. "Apa yang kamu lakaukan di sini?" Ucap Saka megejutkan Zelin. lelaki itu tiba-tiba saja berdiri di belakang Zelinda. "kenapa kamu ada di sini?" Zelin bertanya lebih dulu, dia baru saja ingin mencari Saka di area pantai namun lelaki itu sudah berada di sini. "Aku, aku sudah bilang ingin jalan-jalan. kenapa?" "kamu di sini sejak tadi?" "ya, hanya di sekitar sini. Ada apa?" Tanya saka mulai merasa cemas jika Zelinda melihatnya bersama Clara. "kamu yakin?" Zelinda bertanya lagi, ia yakin betul melihat seseorang yng mirip dengan Saka berpelukan tadi. "Apa sih, aku sedang tak ingin bercanda. Ayo masuk!" Saka berjalan meninggalkan Zelinda dan masuk lebih dulu ke area dalam hotel. Dia berharap Zelinda percaya dan tak memba
Saka memutuskan keluar dari hotel tempat nya meginap dengan Zelinda, dia lantas berjalan ke arah pantai yang jaraknya hanya perlu menyeberang jalanan yang tak terlalu ramai. menikmati pemandangan pantai yang indah, membuat Saka tersenyum sendiri. Entah kapan terakhir dirinya menikmati suasana yang begitu menyenangkan seperti saat ini. "Hay!" Sebuah suara dari belakang membuat Saka terkejut. Tangan lentik dengan kuku panjang yang terawat sudah memeluknya begitu erat. Saka berbalik dengan cepat dan melihat Clara berdiri dengan bikini seksinya yang meyala terang di tengah panasnya pantai kuta sore itu. "Clara! kamu ngapain di sini?" Saka nampak tak suka melihat kedatangan pacarnya itu, entah kenapa dia merasa kali ini harusnya Clara tak berada di dekatnya. Wajah Clara nampak kesal sekarang, ia lantas melepaskan tangannya dari Saka dan melipat tangan di dada. "Aku ingin liburan ke sini, jadi aku menyusulmu. Ingat ya, aku nggak mau kamu dekat-dekat dengan si kampungan itu!" Uc
Zelin masih meyiapkan semua bajunya saat Saka datang dengan tergesa. wanita itu memilih diam, tak terlalu perduli dengan apa yang suaminya akan lakukan. Dia sudah menyiapkan baju Saka dalam koper, baju yang entah cocok atau tidak bagi suaminya. "Apa bajuku di sini?" Saka datang lebih siang dan tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar. "ya, bajumu ada di dalam koper ini. Aku hanya siapkan yang menurutku terpakai, jadi kamu bisa tambahka sendiri baju mana yang ingin kaku bawa. "Nggak usah, itu saja susah cukup. Sudah aku mau bersiap." Ucap Saka lantas berjalan menuju ke kamar mandi di rumah itu. Saka bahkan tak mandi di rumah Clara karena merasa terburu-buru untuk pulang. zelinda mengangguk dengan ucapan Saka, dia lantas menarik kopernya sendiri keluar kamar dan membiarkan lelaki itu bersiap. zelinda menunggu di lantai bawah, meminum segelas jus sebelum berangkat dan meminta Rani memberinya salad sayur yang masih segar. "Ada surat untuk nyonya." Rani menaruh amplop coklat di ata
"Apa, ke Bali?" Clara berdecak kesal mendengar Saka akan pergi bulan madu dengan Zelinda, istrinya. "Hadiah dari mama, aku tak bisa menolak Clara." Wanita itu berbalik dengan kesal dan menatap Saka dengan tajam. "Ya kamu kasih alasan apa gitu. Aku nggak rela ya kamu pergi berdua dengan wanita itu!" Ucapnya dengan tatapan tak mau kalah. "Jangan begitu Clara, aku juga tidak bisa menolak apa yang mama berikan. Jika aku tak pergi bulan madu dengan Zelin, mama bisa curiga pada kami." Clara melipat tangannya di depan dada. Mereka bertemu secara diam-diam hari ini, bertemu di rumah Clara. Saka menyewakan rumah itu untuk Clara tinggali. Saka memeluk wanita itu dari belakang dan berusaha merayunya agar mengizinkan dia pergi dengan Zelinda. Dia merasa sedang di puncak libidonya setelah kontak fisiknya dengan Zelinda pagi tadi. "Jika mama sampai curiga dan kami ketahuan, aku bisa kehilangan semuanya Clara. Jika aku kehilangan semuanya, bagaimana bisa aku membelikan rumah baru untukm
Zelinda mengendarai mobil menuju ke tempat Erlando merawat kuda-kudanya. Wanita itu memarkirkan mobilnya di area luar dan berjalan masuk mencari sosok yang dia ingin temui. "Nyonya ada di sini rupanya." Seorang staf Erlando menyapa dengan hangat. Dia adalah Bella, sekertaris yang sering ikut saat Erlando memiliki urusan bisnis. Kedatangan Zelin ke tempat itu bukanlah hal baru. Zelinda cukup sering datang untuk berkuda, dia selalu senang berada di ruangan terbuka, menimati udara yang sejuk dan merasakan adrenalinya terpacu kala menguasai laju kudanya dan merasa dirinya bisa mengendalikan laju kuda adalah sesuatu yang menyenangkan baginya. Zelin menatao Bella dengan senyum, meski dia bisa melihat bahwa Bella memang tak terlalu suka padanya sejak awal mereka bertemu. "Hay Bella, apa Elando sedang ada urusan pentingnya?." Zelinda menanyai sekertaris Erlando. Wanita itu selalu ada jika Erlando sedang mengurusi bisninya. "Iya nyonya, tuan ada pertemuan. Apa nyonya akan berkuda ha